Hantu dari Masa Lalu - Kedua tangannya di dagu, menyangga kepalanya yang besar. Sorot matanya tajam tak berisi, menembus pepohonan kecil di depan rumah. Gedung sekolah dan beberapa rumah tetangga tampak tak terlihat di hadapannya.
Di otaknya jelas ada sesuatu yang mengganggu, menghantui – sesuatu dari masa lalu yang pernah dialami Moko. Mulutnya terkunci, diam tak berkata.
Hanya sorot matanya yang warna-warni menggambarkan berbagai perasaan yang menyatu. Sayur asam, didalamnya ada jagung, nangka, kacang dan berbagai sayuran, begitu pula hati dan pikirannya – tak menentu.
“Bagaimana mungkin…!” Moko menelusuri bagaimana masa lalu itu kembali begitu segar. Angannya membumbung, menembus batas cakrawala pagi yang penuh kabut.
Sebuah jalan pertigaan yang ramai lalu lalang kendaraan membentang di depan matanya. Tampak beberapa jenis mobil melintas, mobil angkot, bus kota, kendaraan pribadi.
Di seberang jalan tampak beberapa orang yang sedang duduk memangku tas – tampaknya orang yang akan bepergian – sedikit gelisah.
Ada juga beberapa anak berpakaian sekolah berdiri di depan toko, berbincang sembari sesekali melihat ke arah jalan.
Suasana begitu riuh, ramai. Keadaan yang benar-benar sama, seperti yang pernah ia kenal beberapa tahun silam, benar-benar nyata.
Di pertigaan itu, beberapa toko berkeliling dari satu sisi sampai sisi lainnya. Ada warung bakso di sebelah kanan tempatnya berdiri, disamping foto kopian, disebelah foto copy ada sebuah warung yang cukup besar, seperti mini market semacamnya.
Di deretan tersebut tampak ada dua mobil berwarna kuning nge-tem, parkir untuk waktu yang lama demi menunggu penumpang.
Di sisi kanan tempatnya berdiri tampak pagar setengah tinggi berdiri rapi dari depan pertigaan sampai beberapa meter ke dalam jalan pertigaan tempat Moko berdiri.
Ada pintu gerbang kecil di pagar itu, ada sekitar satu meter di depan Moko. Sangat kecil disebut gerbang, hanya cukup untuk lewat satu orang saja.
Sejenak pandangan Moko tertuju ke gerbang tersebut. Ia berharap cemas, menunggu pintu itu segera terbuka. Ada sesuatu – seseorang - di balik gerbang itu yang selalu membuat jantungnya berdetak kencang.
Tak juga kunjung terbuka, Moko kembali duduk di jok motor matic tua yang di parkir di sisi jalan, di depan warung bakso sederhana itu.
Sesekali ia menoleh ke arah arlogi yang letih menemaninya disana. Di tangan kirinya, waktu berdetak begitu lambat.
Pelan, semua memudar berganti hiruk pikuk yang sangat asyik. Di depan Moko berdiri terdapat bangunan berderet, besar dengan warna yang mentereng tak lagi kusam.
Di jalanan yang selalu ia lewati itu, berseliweran mobil-mobil pribadi mewah, yang dulu tak pernah terlihat. “Semuanya telah berubah, tapi kenapa perasaan itu masih mengganjal…?”
---oOo---