Cerita 2 Sahabat Sejati – yang namanya persahabatan
memang menjadi warna dalam kehidupan manusia. Kalau dalam lagu, ada yang
judulnya “persahabatan bagai kepompong”, kalau tidak salah sih. Cerita
persahabatan antara dua orang memang selalu menarik di simak. Seperti kisah
Udin dan Idin berikut.
Contoh Cerita 2 Sahabat Sejati Terbaru |
“Si Udin dan Si Idin adalah kisah
cerita tentang dua sahabat sejati yang banyak menghabiskan waktu bersama. Berikut
ini adalah kisah sederhana yang pernah dilalui oleh dua orang remaja tersebut.
Bagus kok, meski sederhana tetapi
cukup menarik dan sangat menghibur. Ada seriusnya, ada lucu, ada romantis dan
ada juga yang sedikit glumi atau menyentuh hati. Kisah berikut dipersembahkan
khusus untuk para sahabat sejati di seluruh dunia.
Si Udin dan Si Idin
Cerita 2 Orang Sahabat
Pintu rumah terbuka lebar. Udin
duduk lesehan beralas tikar di teras depan. Idin sibuk memainkan gitar tua.
Menyanyikan lagu-lagu kenangan. Udara malam yang dingin tak membuyarkan lamunan
dan angan mereka. Sesekali Udin menyahut lantunan tembang yang Idin nyanyikan
dengan parau.
Tiba-tiba Udin terdiam,
mengulurkan tangannya meraih gelas kopi yang hampir habis. “Tumben mala mini
suasana sepi benar ya Din. Kayak kuburan aja…!” Idin yang diajak berbincang
tetap sibuk dengan lagu-nya. Seolah tak mendengar sedikitpun perkataan
sahabatnya.
“Bakar ikan aja yuk Din…”
tiba-tiba Idin berhenti memainkan gitar dan menatap serius ke Udin. “Ya udah
sana kamu nyebur ke kola kalau bisa dapat…!” Udin malas meladeni Idin, ia tak
yakin sahabatnya mau berangkat. Kena air kolam sedikit aja sudah gatal-gatal,
apalagi malam-malam mau nangkap ikan lele.
Belum selesai Udin dengan
lamunannya, Idin melemparkan gitarnya ke lantai, beranjak ke samping rumah.
“Din, serius loe…!”
Bola mata Udin kesana kemari
mengikuti Idin yang mondar - mandir di kolam samping rumah. Idin menghilang ke
belakang. Tak berapa lama, muncul dengan seutas tali rapia di genggaman dan
sebatang pohon singkong. Tangannya terampil mengikatkan rapia ke batang
singkong.
“Din, bantu cari umpan ngapa sih,
dari pada bengong!”
“Oh… ya ngobrol geh dari tadi…”
“Mau cari lele nih, bukan
ngobrol…!”
“Iya, iya… basing ya…!”
“Serah, yang penting dapat…”
Udin pun segera bangkit. Masuk ke
dalam rumah dan keluar membawa sapu. “Ngapain kamu malah bawa sapu segala si
Din, bikin esmosi aja kamu!” “Sabar cui, ini buat cari cicak!” “Ya ampun Din,
jangan cicat-lah, jijik tau!” Idin berdiri menghadap Udin sembari memegang
batang pohon singkong yang sudah ada talinya.
“Ya sudah…!” Udin segera
meletakkan sapu dan masuk ke rumah. “Ih, ngapain lagi sih tu anak…” Lima menit
kemudian Udin keluar membawa cangkul dan senter.
“Sini Din, pegang senter-nya!”
“Lah, pake cacing segala sih…!”
“Udah diam kamu, enggak lama kok,
di depan sini banyak cacing kalung…”
Udin mengangkat cangkulnya
tinggi-tinggi sampai beberapa kali. Ia kemudian duduk sambil menghancurkan
tanah yang sudah dicangkul. Dengan tangannya, Udin mencari beberapa cacing yang
paling besar. “Itu Din, besar itu…” “Hust… brisik!”
Setelah di rasa cukup, Udin
mengambil joran pancing darurat yang dibuat Idin. Ia segera mengikatkan
beberapa cacing di ujung tali.
“Nih, jangan dihabisin kalau
belum dapat dua!”
“Uh, enak aja, emang gue yang
makan tuh cacing. Suka-suka ikan-nya dong yang mau makan…”
Dengan ancang-ancang sedikit,
Idin lalu melemparkan cacing ke kolam dengan keras. Ikan lele di kolam langsung
menyambar pancing Idin. Dengan sigap Idin langsung mengangkat joran pancingnya
dengan kuat. Satu ekor ikan lele seukuran tangan jatuh terkapar di depat Udin.
“Sip, satu lagi Din, dua kalau
bisa….!”
“Diam ah, bawel loe kayak cewek…”
Idin kembali melemparkan pancing
ke kolam. Sama seperti yang pertama, ikan lele langsung menyambar. Diangkatnya
pancing dengan kuat. Kali ini ikannya lebih besar. Sayang, belum keluar kolam
ikan itu sudah terlepas.
“Uh, gimana sih Din, gede itu
tadi…”
“Iya, iya maaf. Habis grogi sih
dari tadi dilihatin terus. Udah tuh ikan yang satu di urusin dulu…”
“Udah, tinggal nunggu yang satu
lagi…”
“Ya sabar…”
Kembali, untuk yang ketiga
kalinya Idin melemparkan pancing ke kolam. Kali ini suara lemparan pancing
lebih pelan. Sempat di makan ikan tapi ketika ditarik tidak ada ikan-nya.
“Uh, cacing Din, cacing…”
“Cacing… boros amir Din… loe
makan ya!”
“Pale loe bau menyan… buruan…
becanda aja. Udah laper nih!”
“Iya… iya…”
Dengan susah payah, Idin dan Udin
akhirnya mendapatkan 3 ekor ikan lele yang cukup besar. Mereka kemudian
menghidupkan api di depan rumah. Membuat api unggun dan membakar ikan yang
didapat.
Udin dengan sigap membakar tiga
ekor ikan sekaligus diiringi lagu dangdut yang dinyanyikan Idin. Jam 12 malam,
bau ikan bakar menyebar di sekitar rumah Udin. Idin segera berhenti bernyanyi
dan langsung menghampiri ikan bakar.
“Udah Din…”
“Udah… Nih…”
“Wow, mantap… mancing di kolam
mantap he… he… he…”
“Muka mu Din, Din, kayak enggak
pernah makan ikan aja… padahal tiap hari yang ngabisin isi kolam ya cuma kamu”
“Au ah elap…”
Dengan pelan Idin menikmati ikan
bakar yang masih mengeluarkan asap, panas. Udin dengan santai juga tak kalah
momen, menikmati tangkapan segar di malam hari yang dingin. “Din… Idin…!”,
teriak Udin. “Apaan sih…?”, jawab Idin.
“Kamu tadi katanya lapar, pakai
nasi sana di dalam… mumpung belum abis tuh ikan”
“Ogah ah, kan masih ada satu yang
belum dimakan…”
“Enak aja… itu kan bagianku…”
“Wee… enak aja, siapa yang mancing?”
“Siapa yang bakar?”
Udin dan Idin langsung berebut
satu ekor ikan bakar yang tersisa. Seperti anak kecil, akhirnya mereka
menghabiskan ikan tersebut bersama-sama sambil bercanda. Suasana malam yang
semakin larut tak membuat mereka mengantuk. Selesai menyantap tiga ikan bakar,
mereka kemudian saling curhat, tentang pacar.
--- Tamat ---