Anggap saja ini cerpen tentang kegelisahan pelajaran yang akan lulus sekolah sma namun tak punya biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Riuh suasana kelas tak membuatku
bergetar. Aku tetap sibuk dengan beberapa angan yang membumbung.
Jam kosong, murid
lain sibuk sendiri. Rifta dan Dina ngerumpi di pojok kelas. Andi dan geng
sedang asyik membicarakan motor hasil oprekan sendiri. Anggun, seperti biasa,
Anggun membaca buku. Berjuang membuat kaca mata minus miliknya lebih tebal.
Aku sibuk dengan anganku. “Eh,
Rud, kamu mau daftar di mana. Mo ambil jurusan apa kamu?”, terdengar suara
percakapan itu di belakangku. Sebagia pikiran anak-anak memang sedang tercurah
untuk memilih dan menentukan perguruan tinggi mana yang akan dipilih untuk
kuliah.
Tidak seperti mereka. Aku diam,
tak ada rencana. Hanya gelisah, “setelah lulus, aku tidak mungkin seperti
mereka. Lalu apa yang harus aku lakukan?”
Getir hati ini mengingat
keterbatasan yang dimiliki keluargaku. Aku tidak mungkin kuliah. Untuk sekolah
saja bayarannya sampai sekarang belum lunas. Bagaimana mungkin ke perguruan
tinggi.
“Apakah masa depanku hanya sampai
di sini saja!”, hatiku menjerit mendengarkan berbagai rencana yang dimiliki
teman-teman lain. Hanya kekhawatiran dan rasa takut yang bisa ku dekap. Aku tak
berani mendekap mimpi, takut jatuh. Atau mungkin takut gila kalau tak tercapai.
“Mike, kok kamu malah melamun,
kamu mau daftar dimana?”
“Entahlah, yang penting lulus
dulu aja…”
“Eh, tidak boleh begitu. Nanti
telat. Kenapa enggak ikut bidimisi aja?”
“Ha, apaan. Ah, murid seperti aku
apa bisa mendapatkan bidik misi. Boro-boro juara kelas, tidak tinggal kelas aja
sudah untung, otak pas-pasan begini…!”
Kholifah tiba-tiba setengah
berteriak, “kamu ini aneh Mike, kamu terlalu pesimis dan berpikir negatif. Sebaiknya
kamu buang pikiran seperti itu. Yang penting itu usaha dulu, hasilnya baru kita
serahkan pada Alloh”
Kholifah adalah satu-satunya
teman yang terlihat peduli dengan murid seperti aku. Bahkan kadang ia sempat
menawarkan sepatu bekas, atau tumpangan berangkat sekolah agar aku lebih cepat
sampai.
Untuk beberapa kasus, aku sering
menuruti nasehat dan ide yang diberikan. Tapi yang ini sangat berat. “Kalaupun
aku diterima bidikmisi, aku tetap tidak punya biaya tambahan Lif, kamu tahu
sendiri keluargaku”, ucapku padanya.
“Susah Mike kalau orang sudah
negatif melulu, enggak akan ada jalan”, ucapnya, “kalau mau, bahkan
mengeringkan lautan saja manusia mampu, apalagi hanya bertahan untuk makan.
Semua tergantung kemauan dan perjuangan”, lanjutnya.