Derita seorang murid paling bodoh
di kelas. Kalian mungkin ceritanya akan seperti ini, menyedihkan. Ini adalah
cerita tentang seorang temanku yang bernama Rohmat. Ia adalah murid paling
bodoh dan selalu menderita di kelas.
Iya, kalian mungkin tidak pernah
mengalami apa yang Rohmat alami di kelas. Rohmat, murid paling jujur di kelasku
lahir dengan banyak keterbatasan.
Pertama, ia anak miskin yang
kehidupan sehari-harinya selalu jadi bahan ejekan. Mulai dari makanan, cara
bicara bahkan sampai kecerdasannya. Dipanggil “tulalit” karena kebanyakan makan
tempe, itu cukup sering bahkan oleh pak guru sekalipun.
Dikatakan badannya bau, jarang
mandi, tidak punya sumur, menyedihkan deh nasib Rohmat itu. Entah kenapa,
Rohmat juga cukup tenang. Ia seolah tidak pernah tersinggung atas semua itu.
Tapi satu yang pasti, aktivitas
Rohmat di kelas menjadi tak begitu bernilai kecuali menjadi bahan tertawaan. Ia
lebih banyak diam, datang ke kelas mengambil tempat duduk di belakang sendiri.
Aku sebagai temannya sering
merasa gerah sih. Ya bayangkan saja, teman sekelas bisa tertawa sampai
terbahak-bahak kalau dia sedang dijadikan bahan tertawaan. Herannya, guru di
kelas kadang juga seolah tak peduli. Apa itu dibenarkan seperti itu, apa tidak
salah?
Aku bicara seperti ini karena
secara tidak sengaja aku pernah mendapati Rohmat menangis, atau tepatnya
meneteskan air mata di belakang kelas. Saat itu aku tanya dia, “kenapa Mat?”
“Ah, enggak…”, jawabnya. Saat itu
ia berdalih sedang sedih karena keluarganya. Padahal aku tahu ada kejadian yang
ternyata membuat hatinya sakit, mungkin merasa sangat terhina dan dilecehkan.
Tidak ada yang bisa aku lakukan
untuk membantu dia. Sahabatku yang malang, aku hanya bisa berharap tak ada lagi
kebiasaan menertawakan orang lain di kelas.