Kejadian memalukan saat pelajaran kimia pernah aku alami. Sengsaranya aku saat itu. Menjadi murid yang bodoh dan lemah otak (lemot) seolah menjadi kutukan tersendiri. Tak peduli sebesar apapun usaha, kesialan sepertinya memang teman yang khusus untuk anak sepertiku.
Enggak parah sih, tapi membekas di hati. Ya kamu bisa bayangkan saja lah bagaimana malunya. Pertama, aku diminta untuk menunjukkan hasil pekerjaan rumah (PR).
“Coba kamu, mana tugas kamu?”, tanya pak guru Kimia. “A… an..aanu.. pak…”, aku tak bisa berkata apa-apa selain menunduk malu. Semua anak melihat kepadaku.
Saat itu suasana sedikit tegang, sampai beberapa detik kemudian aku jadi bahan tertawaan. “Anu pak, aku tidak bisa…”, jawabku ketika ditanya kenapa aku tidak mengerjakan tugas itu.
“Itu kan soal yang paling mudah Airin…!”, ya soal itu memang sangat mudah. Buktinya, semua anak dikenal langsung bersorak dan tertawa riuh mengejek aku.
Memang kenapa kalau soalnya mudah? Memang salah ya kalau aku tidak bisa? Pusing aku kadang-kadang. Kata orang tuaku, kita sekolah supaya jadi lebih pintar dan bisa banyak hal. Tapi di sekolah aku sering merasa dipojokkan.
Menjadi anak bodoh itu seperti kutukan. Meski tidak semua pelajaran tapi aku merasakan hal itu. Buktinya, guru pelajaran Kimia tidak ada satu pun yang suka dengan aku. Ya, apa lagi alasannya kalau bukan karena aku bodoh di pelajaran ini.
Hal memalukan kedua adalah saat aku dipaksa untuk maju dan mengerjakan tugasku di depan kelas. Aku sudah memberanikan diri jujur, mengatakan bahwa aku tidak paham. Tapi aku harus ke depan, kebingungan, tak tahu yang harus dilakukan.
Kali ini aku tuh tidak ditertawakan. Tapi mungkin lebih parah, semua teman-temanku saling berbisik satu sama lain. parahnya tak ada yang membantu aku di depan.
Pak guru membiarkan aku mengeluarkan semua keringat dingin yang ada di tubuhku. Ia seolah memaksaku mengeluarkan isi otak. “Ya alloh, aku seperti ditelanjangi di depan kelas…!”, pikirku lirih sambil menahan tangis yang telah menetes di pipi.