Kalau anda masih ragu tentang
kekuatan cinta sejati yang begitu besar, maka anda wajib mengikuti kisah luar
biasa berikut. Seorang kekasih tidak kehilangan cinta sejati yang ia miliki
meski aral menghadang.
Bunari, adalah sosok kakek yang
tak kehilangan cinta pada pasangan hidupnya yang telah lama meninggal. Senja
itu, ia mengingat kembali bagaimana perjalanan hidup yang pernah ia lalui
bersama sang istri.
Matanya nanar, memerah. Nafasnya
begitu berat seolah tak rela sosok yang telah setia menemani hidupnya meninggal
lebih dulu. Ia duduk di kursi bambu depan rumah. matanya sesekali menembus
cakrawala.
Kedua kakinya ia dekap erat
sambil sesekali terpejam. “Kapan waktuku tiba”, gumamnya dalam hati. “Aku sudah
tidak sabar berjumpa dirimu di surga. Apakah kamu masih setia menantiku
disana”.
Kenangan pahit terbersit di benak
pak tua itu. Sebuah adegan pertengkaran hebat antara dirinya dan Minah sang
istri.
“Maafkan aku, maafkan aku, aku
benar-benar khilaf…!
“Begitu mudahnya kau minta maaf
sedang hatiku sudah hancur, dasar wanita jalang”
“Tapi…aku tidak mau dicerai.
Tolong jangan ceraikan aku!”
Perlahan, air mata Bunari menetes
mengingat masa kelam itu. Ya, Minah pernah sekali memalingkan hati pada lelaki
lain. kala itu ia menyalahkan Bunari karena kurang memperhatikan perasaannya.
Bunari menelan ludah getir.
Setahun setelah kejadian itu, anak pertama mereka meninggal karena kecelakaan. Dua
tahun berlalu, si bungsu sakit keras dan harus berakhir di pemakaman.
Bunari dan Minah akhirnya harus
tinggal dengan satu anak. Sampai akhirnya anak mereka menikah dan mereka pun
punya cucu.
Semua pengalaman pahit, getir
hidup yang berasal dari kebodohan sang istri di telan sempurna. Bunari ikhlas
menjadikannya menjadi bagian dari hidup. Entah mengapa pada akhirnya hatinya
bisa terbuka.
Tapi semua itu sudah jauh. Kini
ia sebatang kara. Sang istri telah meninggal sementara anaknya telah memiliki
keluarga sendiri dan tidak bisa menemaninya.