Cinta adalah hal paling menyenangkan yang pernah kurasakan,
tapi mencintanya, adalah hal yang tak pernah ingin ku rasakan. Ya, aku sama
sekali tak pernah ingin mencintainya. Dan kurasa dia juga tak pernah ingin
mencintaiku atau mungkin dia memang sama sekali tak pernah mencintaiku.
Dia adalah sahabatku sendiri. Sahabat yang mungkin telah tau
segala hal tentangku. Sahabat yang bisa di bilang sudah sangat mengenalku lebih
dari siapapun.
Aku berada pada situasi yang sangat-sangat membingungkan
kali ini. terjebak pada sebuah situasi dalam zona yang tak pernah ku inginkan.
Mencintai ternyata tak selamanya indah. Dan di cintai ternyata sama sekali
bukan lah hal yang mudah.
Aku telah jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Dan kurasa,
cinta ini adalah salah satu hal yang paling salah dalam hidupku. Aku merasa
bersalah karena telah mencintainya. Dan aku juga merasa sangat bersalah karena
telah terus menyimpan cinta ini.
“Ooey!! Ngelamun mulu lo. Ayo balik, mau balik kagak lo.”
Ucap Rian sembari menepuk pundakku. Membuyarkan lamunanku yang mengambang jauh.
Membuatku menatap kearahnya, dan juga membuat rasaku padanya kembali terasa
semakin menyiksa.
“Ah… eh.. iya iya balik kok.” Jawabku lemas.
“Lemes amat neng? Belom makan batu ya jadi nya ngga kuat
hahaha” Ucapnya sembari tertawa lebar.
Aku hanya bisa memasang wajah kecut padanya. Yah, karena
memang hanya itu yang bisa aku lakukan.
Rian adalah sahabat terbaikku sejak kecil. Dia adalah
satu-satunya orang yang bisa membuatku merasa aman, merasa tenang saat dilanda
kegelisahan, dan dia juga lah orang yang mampu membuat hatiku bertekuk lutut
dihadapannya.
“Ye… bengong lagi.;. ayok buruan balik.” Ucapnya lagi. Kali
ini dia menarik tanganku memakasaku untuk bejalan bersamanya. Ini adalah salah
satu watak dari Rian yang.. hm.. menjengkelkan.
Dia terlalu sering memaksaku. Membuatku jadi melakukan apa
yang tak pernah ingin ku lakukan. Dan terakhir, dia memaksaku untuk
mencintainya. Meski dia tak pernah mengucapkannya, tapi tingkah lakunya telah
menjelaskan semuanya.
Dia lah orang yang selalu ada dan mengisi hari-hari ku
selama ini. saat gundah dan gelisah datang menyerangku, dial ah satu-satu nya
obat yang mampu menenangkanku. Saat aku terjatuh dan kehilangan arah, dial ah
orang yang menariku bangkit lalu membawa ku kembali pada arah yang benar.
Dia lah segalanya. Dia tampak begitu hebat dengan segala
pesonanya. Dan di mataku, dial ah pria terbaik yang pernah ku temui.
Sesampainya di parkiran, aku langsung langsung naik ke atas
motornya. Rumah kami memang berdekatan. Aku dan dia sejak SD selalu masuk ke
dalam sekolah yang sama.
Bahkan sampai sekarang saat kami sudah masuk SMA, kami juga
kembali masuk ke sekolah yang sama. Bahkan kali ini kami kembali harus belajar
di kelas yang sama.
“Kok lo diem mulu si Nin? Lagi galau ya?” Tanya nya saat
kami sudah berjalan pulang dengan menggunakan motornya.
“Iya, lagi galau. Galau banget palah!” Itu lah jawaban yang
tak ku ucapkan.
“Ya elah, cerita dong Nin, kalo emang lo lagi galau ya
certita dong. Galaunya kenapa terus siapa yang bikin galau, bukannya palah diem
gitu.” Ucapnya lagi.
“Elo yang udah bikin galau bego! Galau karena gue suka sama
elo!” lagi-lagi, itu lah jawaban yang tak pernah aku ucapkan.
“Yeeee malah diem lagi. Yaudahlah!” Ucapnya dengan nada
jengkel. Entah kenapa hatiku terasa sakit saat ini. aku tau aku salah karena
telah mencintai orang yang tak seharusnya kucintai.
Tapi, kenapa harus sesakit ini? Bukankah cinta seharusnya
memberikan kemudahan? Bukanya cinta Seharusnya membuat segala sesuatunya
menjadi ringan? Tapi kenapa yang aku
rasakan palah begini?
Aku merasa begitu sakit saat aku ingat kalau aku
mencintainya. Aku juga merasa begitu sulit untuk bisa menatap wajahnya sepertia
biasanya lagi. Dan lagi,langkahku terasa jadi lebih berat saat aku bersamanya.
---oOo---