Saat maut di depan mata, tak ada lagi yang bisa kita lakukan
selain menangis sembari berharap masih ada celah dari pintu taubat. Yah,
setidaknya itu lah yang aku rasakan beberapa hari yang lalu. Saat nyawaku
hampir benar-benar melayang.
Dan saat itu juga, segala dosa yang selama ini telah ku
perbuat, melintas begitu saja melewati pikiranku. Berjalan seperti roll film
yang di mainkan oleh otakku sendiri. Tiap kali bayangan akan dosa itu datang,
hatiku selalu terasa sakit. Lidahku seperti mati rasa, tubuhku begitu dingin
dan aku sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.
Kejadiannya bermula beberapa hari yang lalu saat aku sedang
bersilaturahmi di rummah temanku. Malam itu aku datang kerumahnya dengan
membawa kebahagiaan. Rumahnya adalah tempat terbaik bagi kami semua untuk
berpesta.
Minuman keras dan wanita adalah hal wajib yang harus selalu
ada. Dan tak ketinggalan, terkadang beberapa temanku juga membawa ganja untuk
menambah nikmat suasana malam.
Malam itu aku sama sekali tidak memikirkan apa-apa. Yang aku
tau hanya lah aku harus bersenang-senang, dan tak ada lagi yang perlu ku
pikirkan. Malam itu kami tertawa lepas. Bebas dan tanpa batas.
Tak ada lagi atmosfer atau pun gravitasi yang menahan kami.
Kami semua seperti terbang. Mengabang menuju langit ke tujuh. Menuju sebuah
tempat di luar angkasa sana. Tempat yang bebas dari segala keserakahan.
Tak ada ketamakan, tak ada kemunafikan, dan yang ada hanya
lah kenikmatan. Tempat itu saat itu ku sebut dengan nama syurga dunia.
Tapi sayang sejuta sayang. Aku memang sangat menikmati pesta
di rumah teman ku itu. Aku bisa benar-benar bahagia saat itu. Tapi,
kebahagiaan ku hanya lah sesaat. Karena memang kebahagiaan ku itu kuperoleh
dengan cara yang tidak semestinya. Tubuhku memang menerima kebahagiaan itu.
tapi, hati kecilku selalu menolaknya.
Saat kami semua sedang asyik berpesta. Tiba-tiba sekawanan
polisi datang. Siap membekuk dan mengamankan semua orang yang sedang berpesta.
Aku kalut, panik, dan takut. Di tanganku sudah ada ganja yang baru saja ku
bakar.
Jika aku tertangkap, sudahlah pasti aku akan masuk ke dalam
penjara. Akhirnya aku memutuskan untuk kabur lewat pintu belakang. Memang sudah
ada beberapa polisi di sana. Tapi, jumlah teman-temanku lebih banyak sehingga
aku berhasil lolos.
Dengan menggunakan mobilku, aku bersama kedua teman wanitaku
berhasil lolos. Kami tertawa gembira sembari menghisap beberapa linting ganja.
Beberapa teman yang tadi membantu menghajar polisi kabur ke arah yang lain.
Saat sedang di landa bahagia, tiba-tiba duka datang melanda.
Mobil ku oleng dan kehilangan arah. Aku juga tidak tau bagaimana itu bisa
terjadi. Tapi yang jelas, mobilku itu menabrak mobil di depanku.
Membuat mobil itu oleng dan menabrak mobil yang lain. Dan
sialnya, ada sebuah truk yang datang menghampiri tabrakan beruntun ini. cukup
keras. Dan setelah itu aku tidak tau lagi apa yang terjadi.
Yang aku tau, aku sedang sekarat. Nafasku
tersenggal-senggal. Dan saat-saat aku sekarat ini lah. Aku ingat semuanya. Aku
ingat semua dosa-dosa kecil yang telah ku perbuat. Saat aku bermain wanita, saat
aku menghisap ganja, dan juga saat aku menghisap ganja sembari bermain wanita.
Semua bayangan itu melintas begitu saja. Begitu lekat dalam
bayangan dan juga benakku. Membuat hatiku terasa begitu sakit. Membuat tubuhku
begitu takut. Dan juga memberikan sejuta penyesalan yang amat menyedihkan.
Sesuatu yang dulu begitu aku sukai, seketika itu menjadi
sangat ku benci. Sesuatu yang dulu sangat menyenangkan, seketika itu terasa
begitu memuakkan.
Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi. Aku masuk rumah
sakit dan tak sadarkan diri selama beberapa hari. Begitu aku sadar, yang aku
rasakan hanya lah ketakutan. Aku seperti di kejar dosa. Hidupku sama sekali tak
pernah tenang. Dan saat itu lah aku
merasa diriku benar-benar menyedihkan.
Saat aku sedang terpuruk dalam ketakutan, aku langsung
teringat akan masjid. Sebuah tempat yang dulu saat aku masih anak-anak cukup
sering kusinggahi. Aku sadar ada sesuatu yang telah hilang dari dalam hidupku.
Aku juga sadar dimana sesuatu yang hilang itu dapat ku
temukan kembali. Dengan hati yang begitu tulus, akhirnya aku melangkah menuju
masjid. Alhamdulillah, ada banyak sekali cahaya yang kutemukan di sana. Segala
macam ketakutanku sirna begitu saja.
Tumpah bersama deraian air mata yang amat menyiksa. Sekarang
aku sadar, Tuhan masih menyayangiku dengan memberiku kejadian semacam itu. dan
aku bersyukur karena aku masih memiliki kesempatan untuk bertaubat. Menuju
rumah-Nya dan menjemput rahmat-Nya.
---oOo---