Mencari “kisah sedih anak tiri”, ada nih judulnya “Istri dari Ayahku”. Kisah kali ini akan membuat rekan semua menangis. Tentu saja, apalagi jika kita bisa mengikuti dan menghayati alurnya.
Lebih dalam, mengangkat hal-hal yang terlihat kecil di mata orang lain tapi ternyata besar untuk orang yang mengalaminya. Kisah berikut akan membuat kita menahan diri untuk mencerca atau mencela dengan mudah.
Perasaan seorang anak kadang sangat mudah dilihat tapi tidak dengan perasaan yang dilakukan oleh remaja putri pada cerita ini. Ia memendam rasa, menenggelamkan kesedihannya sendiri.
1) Ratapan anak tiri
2) Dendam anak tiri
3) Kisah sedih anak tiri
4) Anak tiri berhati mulia
5) Dendam seorang anak tiri
6) Derita anak tiri
Tak terukur, bagaimana ia berjuang dengan perasaan yang kacau. Rasa bimbang, kasihan, kepedihan bahkan rasa kecewa, semua dikemasnya dalam hati. Tak ada yang tahu.
Jangan sampai hal-hal seperti ini terjadi pada kita semua. Terlalu perih, apalagi jika dilalui oleh anak manusia yang masih “bau kencur”. Apa sebenarnya yang terjadi, mari kita simak bersama.
Istri dari Ayahku
Kisah Sedih Anak Tiri oleh Irma
Kehilangan seorang ibu ternyata bencana bagiku. Bukan bencana bagi lahir tetapi perasaan yang terkoyak dan selalu teraniaya.
Bagaimana tidak, aku – anak gadis baru gede yang berlimpah kasih sayang – harus hidup dengan seorang wanita ganas. Ia menjadi “sosok ibu” yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.
Kalian pasti tidak akan percaya. Di luar, aku adalah seorang remaja yang sempurna, tanpa cacat. Aku pergi ke sekolah di antar sopir. Tak ada luka gores bahkan setebal rambut sekalipun.
Bibir selalu senyum. Tubuhku pun ideal, cantik tak seperti remaja yang stress. Tahukah kalian, di balik itu semua batinku hancur. Aku menangis sesering aku melempar senyum pada kalian.
Aku berduka sesering rasa bahagia yang kalian nikmati. Itulah aku, hidup dengan ibu tiri yang tak pernah menganggap aku ada.
“Tarti…!”, dulu aku selalu bangga ketika namaku di sebut. Kini tidak. Amarahku membara, seketika nyaliku ciut ketika kata itu terdengar sampai telinga.
Itu adalah ibuku, ibu yang mengubah semuanya. Dalam dua puluh empat jam, puluhan kali namaku disebut dengan intonasi yang menjijikkan.
Hal menyakitkan pertama bagiku adalah ketika aku akan ziarah ke makam ibu. Waktu itu, aku sedang kangen dengan ibu, jadi aku datang ke makam ibu.
Aku ingat benar, kala itu tanpa bilang dengan Nensi, ibu tiriku, aku berangkat ke kuburan. Sepulang dari makam, rupanya ia sudah tahu.
Bukannya menenangkan aku yang sedang sedih karena rindu dengan ibu, ia justru berkata yang menyakitkan.
Bukannya menenangkan aku yang sedang sedih karena rindu dengan ibu, ia justru berkata yang menyakitkan.
“Mau sehari tiga kali kamu datang ke makam, ibumu tidak akan hidup lagi. Dia sudah jadi bangkai, membusuk tinggal tulang”, ibu macam apa itu yang berkata demikian.
“Anj---rit nih nenek lampir…!”, waktu itu aku hanya bisa menangis. Aku langsung masuk kamar dan mengunci pintu.
Belum selesai ia menyinggung perasaan, ia mulai mengadu domba aku dengan ayah. “Loh… dimana Tilah… biasanya belajar di depan tv kalau ayah pulang?”, aku mendengar suara ayah sayup-sayup.
Aku ingin berlari dan langsung mengadukan perbuatan istrinya, tapi… “Ah… anak gadismu itu memang terlalu manja mas, kerjaannya setiap hari ya seperti itu, di kamar!”, ku dengar suara Nensi lantang.
Itu hanya satu contoh saja bagaimana ibu itu memperlakukan aku. Ya, mungkin memang sudah takdir. Nasib sedih anak tiri yang dapat ibu tiri kejam.
Padahal, kata orang, kata orang nih ya, tidak semua ibu tiri itu kejam. Tapi mungkin jatah ibu tiri baik di dunia ini sudah habis. Buktinya, ibu tiri Tono sahabatku pun tidak jauh beda dengan si nenek sihir Nensi.
Itu ceritaku kalau di rumah. Kalau di sekolah, aku tetap menyembunyikan lukaku. Itu karena pesan almarhum.
Sebelum meninggal ibu berpesan agar aku tidak cengeng dan gampang menyerah. Bahkan ibu juga menitipkan ayah agar aku jaga, “jaga ayahmu ya nak… seperti ibu menjaganya”.
Sebelum meninggal ibu berpesan agar aku tidak cengeng dan gampang menyerah. Bahkan ibu juga menitipkan ayah agar aku jaga, “jaga ayahmu ya nak… seperti ibu menjaganya”.
Sampai aku lulus sekolah, bahkan sampai lulus perguruan tinggi, aku menyimpan perih itu, luka yang selalu menganga atas perlakuan tak manusiawi.
“Aku yakin, semua ini pasti akan berakhir…” tekadku dalam hati terus aku pupuk sampai akhirnya Tuhan mengirimkan malaikat untuk menyelamatkan hidupku yang hampir hancur.
Dialah, suami yang menjadi ayah dari kedua anakku sekarang.
“Aku yakin, semua ini pasti akan berakhir…” tekadku dalam hati terus aku pupuk sampai akhirnya Tuhan mengirimkan malaikat untuk menyelamatkan hidupku yang hampir hancur.
Dialah, suami yang menjadi ayah dari kedua anakku sekarang.
---oOo---
Untung saja ending cerita ini bahagia, kalau tidak pasti bisa habis nih satu kotak tisu. Menurut rekan semua bagaimana, cukup menarik bukan kisah di atas?
Tapi ingat ya, kisah tentang anak tiri tersebut hanya fiksi dan bukan nyata. Itu hanyalah imajinasi dari penulis saja. Kalau ada kesamaan peristiwa, nama atau apapun itu hanya kebetulan semata.
Tidak ada niat kami untuk menyinggung siapapun. Kami hanya berharap bahwa kisah-kisah seperti ini bisa menjadi inspirasi kita bersama.
Semoga, kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari apa yang diceritakan tersebut. Sampai disini saja, silahkan dilanjutkan ke beberapa kisah lain yang sudah disiapkan dibagian akhir. Salam hangat dari kami!