Terjerat Emosi dan Kecewa

Terjerat Emosi dan Kecewa, G0lok Melayang ke Tangan dan Punggung – Broto keluar dari rumah dan langsung menuju garasi. Ia mengeluarkan motor miliknya dan langsung menaikinya. Sesaat sebelum menghidupkan motor, ia merogoh kantong celana jean yang dikenakan.

Terjerat Emosi dan Kecewa, Golok Melayang ke Tangan dan Punggung

Ia mengeluarkan sebuah smartphone android, memandangnya sejenak dan langsung memasukkannya lagi. Terlihat wajahnya begitu sumringah dan penuh semangat. 

Kuda besi segera dihidupkan dan langsung di pacu menuju pusat kota. Hari itu, ia bermaksud membeli sebuah casing ponsel untuk handphone yang baru saja ia beli. 

Broto begitu bersemangat menunggangi kuda besi yang tak seberapa itu. Maklum, setelah sekian lama menanti, diumurnya yang sudah menginjak 27 tahun, Broto berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sebuah ponsel android selayaknya yang dimiliki banyak teman lainnya. 

Udara terik tak ia hiraukan. Keringat yang mengalir dikening dan pipinya tak menyurutkan langkahnya menuju toko aksesoris handphone. 

Setelah berkendara sekitar 20 menit, ia berhenti disebuah pusat perbelanjaan di kota itu. Ia segera menuju tempat parkir dan langsung masuk. 

Tak perlu menoleh kanan kiri, kakinya lancar membawanya ke salah satu toko aksesoris yang cukup lengkap. Ia segera duduk di kursi dan langsung mengutarakan maksudnya. 

“Mbak… ada casing untuk handphone ini tidak. Saya mau beli?”

“Bisa saya lihat dulu mas handphone-nya?”

“Ini, casing handphone ini…”

“Waduh mas… kebetulan sekali lagi kosong mas…”

Mendengar perkataan si penjaga toko, raut muka Broto seketika itu berubah kecut. Ia tampak sangat kecewa.

Apa yang sudah ia bayangkan sedari kemarin sirna sudah. Harapan untuk menenteng ponsel baru dengan casing super pun sirna. 

“Njrit… bisa dikongekin lagi gua nih…!” gumam Broto agak kesal. “Mbak… kalau saya pesan bagaimana, bisa kan?”, tanya Broto setelah itu.

“Em… bisa sih mas. Tapi agak lama. Agak susah nyari casing untuk HP mas…”, jawab si penjaga toko dengan ragu-ragu. 

“Ya sudah, saya pesan saja deh mbak. Berapa saya harus bayar?”, tanya Broto lagi. “Berapa ya… seratus ribu mas…” jawab sang penjaga.

Tanpa pikir panjang, Broto segera mengambil dompet dan mengeluarkan uang pecahan seratus ribu. Ia pun langsung memberikannya kepada sang penjaga tadi. 

“Kapan saya bisa ngambil kira-kira mbak...?” tanya Broto penasaran. “Dua atau tiga hari lagi mas…” jawab si penjaga toko. 

Untuk Broto yang baru saja punya handphone android, dua atau tiga hari itu waktu yang sangat lama. Ia tidak mungkin bisa tenang menunggu selama itu.

“Enggak bisa lebih cepat apa mbak?” Broto mencoba meminta pesanannya agar dipercepat. “Tidak bisa mas… itu paling cepat!”

Mau tidak mau, Broto harus menelan pil pahit, kembali ke rumah dengan handphone masing sama seperti sebelumnya. Ia pun akhirnya undur diri dan mengatakan akan kembali lagi dalam tiga hari ke depan.

Hari pertama berlalu, ia sudah sangat gelisah menunggu waktu yang ditentukan. Seharian, Broto hanya bermain dengan handphone-nya dan menghayal mendapatkan casing yang keren. 

Hari kedua, Broto semakin tak sabar. Pagi buta ia sudah bergumul dengan ponsel tersebut. Siang hari, di saat matahari sedang membayar bumi dengan teriknya, Broto semakin tak karuan. Ia pun akhirnya tak dapat mengendalikan diri. 

Ia menyiapkan kuda besi, memacunya kencang menuju toko aksesoris kemarin. Sampai di lokasi, ia langsung menanyakan kepada penjaga toko. 

“Maaf mas, casing-nya belum dapat…”
“Masa belum dapat sih, katanya dua atau tiga hari!”

“Ya saya kan bilang paling cepat mas… besok saja kesini lagi” 
“Benar ya, besok. Awas kalau belum dapat juga”

Untuk kali kedua, Broto memendam kecewa tidak mendapatkan aksesoris yang diinginkan. Ia mencoba mengendalikan diri, menahan detak jantungnya yang sangat kencang. Wajahnya sedikit memerah. Tanpa basa-basi, ia segera berlalu.

Keesokan paginya, nafsunya untuk memakaikan baju pada handphone android miliknya tak terbendung lagi. Jam empat pagi, ia sudah gelisah. Apalagi setelah semalam ia mendapatkan ejekan lagi dari teman-temannya. 

Sebelum mengangkat badan dari tempat tidur, ia sudah lebih dulu bercengkrama dengan ponsel milinya.

Dasar Broto, pemuda pemalas yang ingin tampil keren dan kekinian. Emosinya selalu tidak stabil. Apalagi ketika dompetnya sudah terkuras.

Hanya sesekali saja ia bekerja. Itupun kerja serampangan, kerja hanya untuk bersenang-senang dan hura-hura.

Pagi-pagi, teman-temannya sudah datang, nongkrong gitaran dan senang-senang. Meski hanya hura-hura tapi mereka tergolong dari keluarga berada, beda dengan Broto yang pas-pasan. 

“To, mana casing keren baru kamu. Kasih lihat dong?”, tanya salah satu dari mereka. “Babi-lah…” jawab Broto sewot. 

“Malah nyolot. Kenapa To?”, tanya yang lain. “Ya itu, udah pesan casing dari kemarin, mahal, enggak dapat-dapat lagi. Kunyut memang itu…!” jawab Broto.

“Bahasamu To… belum kamu bayar mungkin!”, ucap yang lain. “Udah kes! Seratus ribu gua udah melayang tapi casing enggak dapat” ucap Broto kesal.

“Napa enggak kamu kasih pelajaran aja tuh yang punya conter!”, timpal salah satu temannya. “Benar To, belum tahu dia siapa Broto!” ucap yang lain memanasi hati Broto.

Broto yang memang sedang emosi dan kesal dari kemarin meng-iya-kan usulan teman-temannya, “Iya, lihat aja nanti!”

Siang menjelang sore, tepat jam dua, Broto menenteng tas hitam yang sedikit besar – mirip tas laptop. Ia kemudian memasukkan handphone android miliknya serta sebuah g0lok yang cukup besar.

Ia menuju garasi dan tancap gas ke toko aksesoris tempatnya memesan casing. Sampai disana, tanpa senyum-senyum lagi ia langsung menanyakan casing yang dipesan. 

Sama dengan yang kemarin, sang penjaga juga mengatakan “belum ada”. Lebih parah lagi, penjaga tersebut justru mempersilahkan Broto untuk mengambil uangnya lagi jika mau.

Mendapatkan perlakuan itu, Broto hilang kendali. 

Emosinya memuncak. Darah memenuhi ubun-ubunnya. Sekelebat, ia mendur ke belakang dan meraih tas di pundaknya. 

Sebelum ada yang menyadari apa yang akan dilakukan Broto, ia sudah berteriak-teriak memanggil nama pemilik counter handphone tersebut. Sekali, ia mengayunkan senjata itu ke arah penjaga toko. 

Sang penjaga sontak berlari. Broto langsung masuk ke dalam toko untuk mencari pemiliknya. Di dalam ia menemukan sang pemilik toko.

Seorang karyawan lain yang lebih senior mencoba menenangkannya. Tanpa menghiraukan, ia langsung mengayunkan bilah yang ia pegang. 

Karyawan itu mencoba menghalangi Broto. Broto yang sudah sangat emosi sama sekali tak peduli. Ayunan g0lok akhirnya mendarat di tangan karyawan tersebut.

Tak berselang lama, Broto menggila dengan mengayunkan benda ditangannya ke punggung karyawan itu yang mulai kocar-kacir. 

Mendengar ada suara heboh, akhirnya beberapa petugas keamanan gedung pun turun tangan dan membekuk Broto. Broto segera diamankan sementara sang korban segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Dasar Broto, emosi dan kecewa karena tidak mendapatkan pesanan yang diminta, ia sampai nekad menggunakan g0lok. Benar-benar tak patut dicontoh!

---oOo---

Tag : Cerpen, Teknologi
Back To Top