Tahu Kah Kau, Aku Cemburu Melihatmu dengan Sahabatku – “Kapan kita kemana?”, ucap Rita tiba-tiba membuyarkan lamunanku. “Kamu itu, lebai. Pertanyaan mu itu loh, nggilani…!” jawabku sedikit sewot.
“Ih… ditanya benar-benar kok sewot. Lagian, kamu dari tadi melamun terus, pasti ngelamunin Sugie ya! Udahlah, enggak usah dipikirin terus, enggak hilang enggak! Lagian siapa yang doyan sama cowokmu itu!”
Sekali lagi, Rita membuatku meradang, “eh, awas kamu bilang seperti itu sekali lagi ya!” teriakku.
“Lagian… Udah ah…”, kita ngapain nih hari ini. Suntuk kalau cuma nongkrong di rumah aja.” Ucap Rita kemudian. Aku setuju sih dengan pendapatnya. Kalau harus di rumah terus pasti boring banget.
“Entahlah… enggak ada ide nih Rit…”, jawabku singkat. “Kalau ide sih aku ada, tapi yang enggak ada tuh supir-nya”, jawab Rita lagi. “Emang ke mana, ngapain? “ tanyaku penasaran dengan ide Rita.
“Jalan – jalan aja, ini kan weekend, alun-alun pasti ramai.” Jawab Rita. “Oh, benar… pasti banyak yang perform kalau akhir pekan seperti ini.” Jawabku antusias, “ya sudah kita come on…!” lanjutku.
Baru mau berdiri, tiba-tiba di depan kami sudah berdiri Sugie dengan senyum polosnya. “Weh… gue datang udah mau pada pergi aja nih…!” ucap Sugie.
Tanpa di komando, Rita segera bernyanyi, menceritakan rencana kami untuk hang out menikmati sore di akhir pekan ini. Aku hanya tersenyum melihat Rita sangat bersemangat menceritakannya pada Sugie, kekasihku.
“Benar. Seru itu, pasti banyak seniman yang unjuk kebolehan, bahkan sampai malam…” jawab Sugie dengan riangnya tanpa peduli dengan aku yang dari tadi hanya senyam-senyum. “Ya sudah, yuk kita berangkat saja, naik mobilku!” ajak Sugie.
Baru setelah itu ia meraih tanganku, mengandengku ke dalam mobil. Aku hanya mangut, nurut bak kerbau yang dicucuk hidungnya.
Sampai di lokasi, makan adalah hal pertama yang kami lakukan. Segera, kami mencari spot paling nyaman untuk menyantap hidangan sembari menikmati suasana sore yang siang.
Tanpa di minta, Rita langsung membuat pesanan. “Gie, makan apa kamu… Ini aja ya, makanan ini enak banget, kamu pasti suka… ya… ya … ya…!” sebelum mendapatkan jawaban, ia langsung memesan makanan yang ia suka dan makanan lain untuk Sugie.
Aku, sahabat terbaikku Rita bahkan tak menanyakan makanan apa yang ingin aku santap saat itu.
Aku, sahabat terbaikku Rita bahkan tak menanyakan makanan apa yang ingin aku santap saat itu.
Tiba-tiba perasaanku sedikit aneh. Melihat keceriaan Rita dengan Sugie seperti ada yang mengganjal hatiku.
“Ah… enggak asyik benar sih kalau jalan bertiga seperti ini. Yang satu pacar sedangkan yang satu sahabat terbaik. Cape deh!” gumamku.
Belum selesai aku ngedumel sendiri, tiba – tiba tangan Rita mendarat di bahu Sugie. Muka Rita hanya berjarak sejengkal dengan muka sugi – kami memang duduk berjejer dengan posisi Sugie di tengah.
“Ust…” aku berniat menegur sahabatku itu, atau paling tidak menyindirnya. Tapi. Niatku ku urungkan ketika Sugie memegang lengan Rita dan menunjukkan sebuah pertunjukan dibagian tengah alun-alun.
Aku hanya terdiam, getir. “Gerah juga kalau begitu terus… aku yang pacarnya tapi doi lebih sibuk dengan orang lain” Aku menghela nafas panjang.
Dua makhluk itu benar-benar tak mempedulikan keberadaanku disana. Sungguh hari yang buruk. “Duhai Sugie, kekasihku.
Apakah kau tidak tahu, aku cemburu melihatmu dengan Rita, sahabatku”, aku segera menunduk dan menoleh ke arah lain – takut kalau mataku merah dan air mataku menetes.
Apakah kau tidak tahu, aku cemburu melihatmu dengan Rita, sahabatku”, aku segera menunduk dan menoleh ke arah lain – takut kalau mataku merah dan air mataku menetes.
---oOo---