Contoh Cerpen Horor Pendek, "Kepala Menggantung di Sudut Kelambu" - sudah sejak jam 15.30 yang lalu aliran listrik di sekitar rumah Tarno padam. Gerimis masih terus menggericik seolah tak mengizinkan satu anak manusia pun keluar dari rumah.
Adalah Tarno yang sedikit memaksa. Ia menggunakan jaket tebal. Terpaksa karena mantel hujan miliknya sedang dipinjam oleh teman kakaknya, berlari kecil ke belakang rumah untuk menyelamatkan kayu bakar yang ia bawa dari kebun.
Air mengalir, menembus jaket berwarna coklat tanah yang ia kenakan. Setelah memastikan semuanya, Tarno segera kembali ke dalam rumah. Mengunci pintu rapat-rapat dan segera ke dapur.
Tarno yang hidup sebatangkara berteman api kecil sambil memeluk kedua lututnya yang mengigil. Sesekali terlihat kilat menyambar, guntur menggelegar memecah keheningan sore, cerpen horor pendek.
Rintik hujan terus membasuh bumi. Hari mulai gelap. Tarno mulai menyalakan dimar, api kecil yang dibuat dalam bekas kaleng minuman yang diisi minyak tanah dan diberi sumbu bunga alang-alang.
Tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain merenung. Suasana seperti itu tak mungkin bisa ia gunakan untuk mengais hidup. Tarno segera menuju bilik kecil dibagian depan rumahnya yang sederhana.
Ia segera merebahkan tubuhnya di ranjang sempit miliknya. Matanya menerawang, jauh menembus atap. Sesekali ia membalikkan badan ke kanan dan ke kiri. Gerak tubuhnya terlihat gusar menanti listrik yang tak juga menyala.
Jam berlalu hanya dengan suara hewan malam. Mata Tarno masih terbelalak, sedikit letih. Tanpa disadari, tangannya mulai rutin mengeplak nyamuk yang mengigit. Gigitan demi gigitan mulai meninggalkan panas, gatal.
Sembari mengambil sarung, Tarno pun bangkit dan terusik. Ia segera merentangkan selambu yang dipasang diranjang tempat tidurnya. Tarno tak pernah memakai obat nyamuk. Ia mengandalkan kelambu putih kusam itu untuk melindunginya dari gigitan nyamuk.
Seperti sudah bosan dengan rutinitas menggelar kelambu kamar, Tarno segera membantingkan badan. Sekuat tenaga ia memejamkan matanya yang mulai merah.
Tiga jam berlalu, "ah, belum hidup juga nih lampu", setengah sadar ia sempat menggerutu karena menyadari lampu yang tak kunjung hidup.
Saat itu matanya sudah mulai lelah, ia sudah mulai mengantuk meski pijar lampu listrik masih menghalanginya terlelap.
Senyap. Tiba-tiba ia kembali setengah tersadar. Ia segera mengamati keadaan dengan telinga yang terbuka, takut kalau ada maling.
Tak ada suara apapun yang mencurigakan. Tapi perasaannya tak enak. Bulu roma-nya pun merinding. Tengkuknya mulai terasa tebal.
"Ah, apa ini... kok seperti sedang ada orang yang mengamati aku?"
Tanpa beranjak dari tempatnya semula, ia meraih senter yang selalu siap sedia terselip diantara kasur. Dalam hitungan detik tangannya langsung menghidupkan senter dan beranjak bangun.
Bagian pintu kamar yang menjadi tujuan pertama, "tak ada apa-apa". Ia pun kemudian bangkit dan segera memeriksa rumah. "Ah, pasti hanya perasaanku saja..."
Tak mendapati apapun, ia berniat kembali ke kamar dan melanjutkan tidurnya. Kakinya melangkah menuju kamarnya yang tak memiliki daun pintu. Masih dengan cahaya temaran dari lampu ublik ia menuju ke pembaringan.
Ia sedang berniat menggunakan sarung yang dikenakan untuk kemul ketika ia menyadari seperti ada sesuatu di pojok kelambu. "Astagfirullah...!"
Tarno berteriak kaget dan segera melompat ke luar kamar. Tampak sekilas dari pandangannya, sebuah kepala yang terpotong menggantung tepat di pojok kelambu.
Kepala berwarna hitam, rambut yang tergerai panjang, mata yang melotot. Bau anyir darah menyeringai menyeruak ke dalam hidup Tarno, contoh cerpen horor pendek.
Ia tak bisa menahan rasa takutnya. Dengan kaki seribu ia berjuang meloloskan diri dari hantu tak pasti yang ia lihat. Langkahnya cepat, mendobrak menabrak pintu depan rumahnya dan kabur di kegelapan malam.
---oOo---