Wajahnya setengah menunduk,
menatap kosong. Tangan kirinya berada di bawah kepala seorang wanita yang
tengah berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sementara tangan kanannya
mendekap tubuh kecil itu.
Sesekali ia menyeka air mata yang
menetes sambil tak henti-hentinya berucap doa. Riana menatap nanar wajah
sahabat sejatinya yang kini terkulai lemas.
Yanti adalah sahabatnya sejak
kecil. Seseorang yang tak pernah absen dari hidup Riana sedetikpun.
Yanti ada seolah sebagai malaikat
pelindung. Riana merasakan hal itu sejak kecil ketika mereka pertama kali
bertemu.
Air mata Riana tak terbendung
lagi. Matanya memerah, hidungnya penuh dengan lendir. Bagaimana tidak, sebulan
yang lalu Yanti telah menunaikan kewajibannya sebagai seorang sahabat.
Secara diam-diam ia mendonorkan
ginjalnya pada Riana. Yanti memang malaikat pelindung. Ia tak pernah memikirkan
kehidupannya sendiri. Sebagian besar hidupnya untuk orang lain.
Itu sudah sejak dulu. Kakinya
yang pincang tak menyurutkan niatnya berbuat baik. Beberapa bulan lalu ia
mengetahui sahabatnya menderita sakit yang parah. Akhirnya ia memutuskan untuk
memberikan ginjal pada Riana.
Awalnya operasi berjalan dengan
mulus. Namun ternyata, sebulan kemudian tubuh Yanti ada yang tidak beres. Rupanya,
tubuh Yanti tak sekuat keinginannya untuk berguna bagi orang lain.
Kini, di pelukan sahabatnya
Riana, Yanti menunggu ajal menjemput berteman butiran air mata yang tak
henti-hentinya mengalir.