Hiruk pikuk pemilihan kepala daerah akhir akhir ini telah menjadi pemberitaan di berbagai media yang ada. Dari mulai media elektronik sampai media sosial dijadikan sebagai pembentuk opini publik dalam kaitannya dengan pemilihan umum.
Kurangnya sifat selektif dikalangan masyarakat dapat dijadikan sasaran empuk dalam kontestasi politik yang sangat kejam.
Media media sosial dan elektronik banyak memberitakan profil profil maupun kelakuan para elit politik yang tidak manusiawi dan mendidik.
Pemberitaan dijadikan media para elit politik untuk melenggangkan dirinya kepada bangku kekuasaan yang pada nyatanya belum berarti apa apa.
Pemilihan umum seharusnya bisa menjadi ajang pendidikan politik kepada semua lapisan masyarakat, termasuk kaum muda sebagai pemilih pemula.
Pemilih pemula identik dengan masa mengambang yang jika dipengaruhi secara intensif bukan tidak mungkin akan mendatangkan kekuasaan yang lenggang.
Kaum muda yang identik dengan pubertas akan politik terkadang terkecoh dengan pemberitaan yang ada di media.
Kurang selektif dalam memilih informasi yang masuk dari berbagai media dapat membuat perasaan dan pemikiran akan politik cepat berubah. Pemberitaan mengenai Ahok misalnya, pada umumnya media memberitakan Ahok sebagai penista agama.
Jika pemberitaan itu dilakukan terus menerus maka kredibilitas dan elektabilitas Ahok juga akan menurun, itu akan dapat memenangkan lawan politiknya.
Jika terus dibiarkan maka akan mempengaruhi insting pemilih terutama pemilih pemula yang sangat rentan intervensi media. Perlu analisis politik yang jitu dalam memilih para kontestan yang akan bertarung dalam pemilihan umum pada umumnya. (Gunarto)
Tag :
Pemerintahan,
Politik