Ketika Keterbatasan Membelenggu Langkah, Aku Hanya Bisa Mengikuti Liarnya Mimpi

Siapa bilang orang miskin tidak boleh bermimpi. Siapa bilang orang miskin tidak bisa bermimpi sampai bulan. Kalau anda memandang dari seberang jalan, mungkin anda akan tertawa. Di sisi lain bersama kami, mungkin anda akan rela memberikan segalanya untuk membantu kami.


Ketika tak ada satupun yang peduli, kami terus berjuang. Pertama mengisi perut. Meski kadang tanah pun kami sumpalkan. Selain perut kami juga punya urusan lain. Sama seperti orang kaya.

Kami juga ingin membangun bangsa. Kami juga ingin membantu sesama. Bukan hanya dengan retorika. Kami ingin memberi. Karena kami juga biasa hidup seperti itu.

Di tempat kami ini orang bisa masak sayuran tanpa harus beli. Bisa buat sayur santan meski tidak punya kelapa. Bahkan bisa makan meski tidak punya uang satu peserpun.

Hanya, kami memang punya batasan. Ada belenggu yang lebih kuat dari keserakahan. Kami tidak bisa membangunkan rumah untuk orang lain. Meski setiap saat kami gotong royong bergantian membangun gubuk mereka yang membutuhkan.

Kami memang tak punya uang untuk sekolah anak-anak kami. Tapi kami saling mendidik. Saling menasehati generasi penerus kami. Di sini kami saling peduli. Meski keterbatasan membelenggu langkah.

Tidak untuk generasi ini. Untuk anak-anak kami, kami bermimpi. Angan dan pikiran kami liar. Bahkan kalian tidak akan bisa mengejar. Meski kami tak berpendidikan, kami yakin hidup kami tidak kalah dengan kalian.

Back To Top