Hasil Buruh Cuci, Aku Bisa Beli Sepatu Sekolah dengan Keringat Sendiri

Kebanyakan anak-anak bilang, miskin itu menyusahkan dan sengsara. Bahkan sebagian teman berpikir bahwa orang miskin tidak bahagia. Tapi mereka salah. Buktinya, beli sepatu sekolah dengan keringat sendiri dari hasil buruh cuci memberikan kebahagiaan yang sangat besar bagiku.


Kalau teman-teman beranggapan bahwa orang miskin tidak bisa bahagia, itu salah. Justru, sebenarnya banyak sekali kebahagiaan yang bisa diraih dengan cara sederhana sekalipun.

Aku adalah siswa kelas 2 sekolah menengah atas. Keluargaku yang miskin membuat aku harus bekerja keras membantu biaya sekolah. Tapi untungnya aku memiliki bekal semangat, tekun dan tidak malas.

Keluarga yang mendidik aku untuk selalu bekerja keras dan berpikir positif membuat aku tak gentar dengan tantangan. Seperti ketika aku diminta membantu bibi mencuci baju dan menyetrika.

“Rina, musim panen sudah selesai. Kamu bantu bibi ya. Bantu nyuci sama nyetrika”, ucap bibi suatu sore ketika di rumahku. “Emoh ah, males…”, ucapku meledek bibi.

Seperti ibu-ibu lain, seperti juga ibuku. Bibi langsung saja mengomel macam-macan. Senang aku melihat bibi ngomel seperti itu. Aku hanya tersenyum kecil melihat bibi yang kemudian tak henti-hentinya menasehati dan menceramahiku.

Meski aku bilang seperti itu tapi aku tidak menolak permintaan bibi. Lagi pula di rumah memang sedang tidak terlau sibuk. “Lumayan sih, paling tidak kalau bantu bibi aku tidak perlu kepanasan di luar rumah”, pikirku saat itu.

Hari berikutnya, aku mulai rutin ke rumah bibi setiap sore. Eh, ternyata. Yang dikatakan bibi tidak benar. Aku tidak disuruh cuci baju, tapi hanya cuci piring dan setrika. Anak bibi banyak.

Keluarganya juga cukup mapan kalau dibanding dengan keluargaku. Makanya bibi cukup repot mengurus urusan rumah. apalagi di sawah dan dikebun keluarga bibi selalu sibuk.

Alhamdulillah, aku kalau di tempat bibi memang tidak pernah malas. Kalau capek sih memang iya. Tapi aku semangat. Apapun yang diperintahkan bibi aku bisa selesaikan dengan baik. Bibi juga selalu puas dengan pekerjaanku.

Cuma satu yang bibi enggak suka, aku kalau dibilangin atau dinasehati selalu saja bercanda. Bahkan sering bibi sampai bentak-bentak aku seperti anak sendiri. Tapi itulah aku dan bibi, semua mengalir apa adanya dan hangat.

Satu bulan membantu bibi, aku dikasih uang 300 ribu. Tidak banyak, tapi lebih dari cukup bagi seorang anak sma seperti aku. Uang dari bibi selalu aku gunakan untuk kebutuhan sekolah.

Ibu tidak minta. Ayah atau kakak juga tidak pernah bertanya masalah uang dari bibi. Tapi sering juga sih aku kasih ibu 100 ribu untuk beli cabe dan terasi. Dengan begitu, bapak akan lebih semangat kerja karena bapak sangat suka sambel terasi, lalapan dan ikan asin.

Bukan hanya uang yang aku dapatkan dari kemiskinan ini. Begitu banyak kebahagiaan. Bukan hanya sepatu untuk sekolah. Buku-buku tulis dan keperluan lain juga banyak yang aku beli sendiri, dari buruh cuci.

Kalian tahu tidak bagaimana rasanya bisa beli sesuatu yang kita butuhkan dengan uang hasil keringat sendiri? Kalian dibelikan handphone baru pasti senang. Tapi kesenangan itu tidak akan melebihi kesenangan yang aku rasakan.

Kalian mungkin bangga naik motor bagus ke sekolah. Tapi kalian tidak bisa mengalahkan kebangganku memakai sepatu dari keringat sendiri.

Enak, bahagia, dan bangga kok bisa seperti itu. Kalau tidak percaya kalian coba sendiri aja deh. Misalnya beli boneka dari tabungan sendiri. Atau beli baju dari hasil menabung uang jajan dari orang tua.

Yang membuat semua itu berharga adalah usahanya. Semakin sulit usahanya maka akan semakin membanggakan, percaya deh!

Back To Top