Cerita Pendek Tema Nasehat - Rusaknya Moral Anak, Salah Siapa?

Sebuah cerita pendek bertema nasehat ditulis memang bukan hanya bertujuan untuk sekedar hiburan dan bahan bacaan semata. Sebuah cerpen sering kali memuat ide-ide, gagasan dan pesan tersembunyi dari sang penulis. Tak jarang, seorang penulis cerpen juga menyelipkan pesan moral yang dalam untuk para pembaca.


Sebagai sebuah karya yang banyak diminati berbagai kalangan, cerita pendek memang cocok untuk memuat pesan-pesan, ajakan, nasehat atau bahkan kritik sekalipun. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk karya kali ini kita akan membaca sebuah karya yang berjudul “rusaknya moral anak, salah siapa?”.

Kalau dilihat sekilas dari judulnya, karya tersebut memiliki makna yang cukup dalam. Sepertinya ada pesan yang serius yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya. Bisa jadi, pengarang atau penulis cerpen ingin mengajak pembaca untuk merenungkan isu yang diangkat.

Berbicara mengenai anak sebagai generasi penerus tentu memang hal yang sangat penting. Wajar jika semua kalangan juga menaruh perhatian lebih pada perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Lalu, kira-kira pesan apa yang terdapat dalam cerita tersebut, mari kita simak langsung ceritanya di bawah ini.

Rusaknya Moral Anak, Salah Siapa?
Cerita Pendek Tema Nasehat

Bel sekolah berbunyi keras menandakan bahwa jam sekolah telah berakhir. Ini berarti setiap siswa bisa segera pulang dan beristirahat dirumahnya masing-masing. Namun berbeda dengan para siswa XII IPS 5.

Bukannya langsung pulang menuju rumahnya masing-masing, mereka justru berbondong-bondong menuju sebuah warung yang terletak dibelakang sekolah. Tak jarang mereka juga mengajak beberapa siswa dari keals lain untuk ikut nongkrong bersama mereka diwarung belakang sekolah.

Parahnya siswa kelas lain justru menuruti perintah mereka dan ikut nongkrong bersama di warung belakang sekolah. Diwarung itu tampak beberapa sedang asik bermain kartu.

Lalu beberapa siswa yang lain sedang asik bermain gitar sembari menghisap rok*ok mereka. Ada juga beberapa dari mereka yang asik berpacaran. Dan tanpa rasa malu mereka memadu kasih didepan orang banyak.

Seolah sudah terbiasa dan dianggap sebagai hal yang wajar, tidak ada satu pun pihak yang melerai mereka, baik pihak masyarakat maupun pihak sekolah.

“Lo kenapa ngga pulang bay?” Tanya Ihsan pada Bayu.
“Ngga ah males. Dirumah ngga enak, disuruh-suruh mulu. Enakan juga disini nongkrong.” Jawab Bayu.

“Emang lo ngga dimarahin pulang telat?”
“Yaelah tinggal jawab aja lagi ada kegiatan di sekolah. Beres.” Jawab Bayu singkat.

Lalu di hisapnya lagi rok*ok yang ada ditangganya. Sesaat asap itu seperti hilang ditelan oleh Bayu. Matanya terpejam meresapi nikmatnya asap itu. Lalu setelah beberapa detik asap itu dikeluarkan Bayu melalui mulutnya.

Benar-benar tindakan yang bodoh. Dan tindakan bodoh seperti ini dilakukan oleh seorang pelajar yang dianggap berpendidikan. Alangkah hancur moral bangsa ini.

“Naah lo sendiri ngapa ngga pulang?” Tanya Bayu pada Ihsan.
“Ya hampir sama kayak elo lah. Dirumah rasanya ngga enak.” Jawab Ihsan.
“Kok bisa gitu?”
“Maksud lo?”



“Ya kalo gue kan ngerasa dirumah ngga enak karena gue dikekang mulu. Ngga boleh ini lah ngga boleh itu lah. Disuruh ini lah disuruh itu lah. Nyebelin deh pokoknya.” Ujar Bayu panjang.

“Em… kalo gue sebenernya ngga disuruh-suruh si. Malah justru gue kayak ngga dipeduliin. Tapi gue ngerasa males aja dirumah. Nyampe rumah pasti bokap sama nyokap berantem.

Entar ujung-ujungnya gue yang jadi korban kena semprot keduanya. Palingan bentar lagi cerai tuh orang.” Ucap Ihsan santai sembari mengeluarkan asap dari mulutnya.

“Haha sedih banget si idup lo san.” Ujar Bayu.
“Haha iya ini. Gue aja suka ketawa sendiri kalo mikirin kisah hidup gue.” Ucap Ihsan.

Lalu mereka berdua tertawa lebar bersama. Bagi Ihsan maupun Bayu, keluarga bukanlah tempat untuk pulang. Keluarga justru tampak sebuah beban hidup.

Saat keluarga seharusya memudahkan mereka, kini justru keluarga membuat hidup semakin berat. Dan hasilnya, masing-masing dari mereka pun mencari tempat lain untuk bersandar. Bukan lagi pada keluarga mereka, tapi pada lingkungan bebas dan orang-orang yang mungkin senasib dengan mereka.

Saat sedang asik nongkrong bersama, tiba-tiba datang salah seorang siswa yang juga mengenakan seragam yang sama dengan mereka. Dengan menggunakan motornya dia tampak begitu terburu-buru. Seolah ada sesuatu yang sangat penting yang harus segera disampaikan.

“Woy temen-temen.  Anak STM bikin ulah lagi. Dia mau ngeroyok anak SMA kita.” Ucapnya tanpa turun dari motor.
“Serius lo?! Terus dimana dia sekarang?” Ucap Bayu.
“Lagi dilapangan merdeka.  Kita mesti cepet-cepet kesana. Kalo telat dikit aja pasti dia udah babak belur dikroyok.”

“Oke, yaudah gue ngasih tau yang lain dulu sekalian siap-siap.”
“Oke. Bawa sajam ya buat jaga-jaga.”



“Siap!!!” Ucap Bayu semangat. Lalu Bayu pun segera menyampaikan informasi ini pada siswa-siswa yang lain. Mereka tampak begitu antusias dengan berita ini. Para siswa yang sedang asik bermain kartu segera membanting kartu mereka dan beranjak menuju motor mereka masing-masing.

Anak-anak yang sedang asik bermain gitar pun begitu. Tak ubah halnya dengan para siswa yang sedang asik berpacaran, mereka pun ikut antusias dengan berita ini. Semangat untuk membela teman seperjuangan mereka begitu tinggi.

Terlebih dendam pada anak STM yang tak kunjung berakhir juga membuat mereka semakin murka.

Dengan berbondong-bondong mereka berangkat menuju lapangan. Masing-masing dari siswa sudah membekali dirinya dengan senjata masing-masing. Ada yang membawa sabuk gasper besi. Ada yang membawa pisau tajam. Dan bahkan ada juga yang sudah menyiapkan sebuah bom molotof rakitan sendiri.

Sesampainya di lapangan, mereka langsun terkejut melihat teman mereka sedang dipukuli. Teman mereka tampak tak berdaya menghadapi para siswa sekolah lain. Meskipun sudah berusaha melawan, tetap saja dia tidak bisa. Jumlah siswa STM terlalu banyak untuk dihadapinya sendiri.

“Wooooy!!! Lo apain temen gue?!!! Ba**sat!!!” ucap Bayu keras.
“Wooy Anj**g!! Sini lo maju kalo berani!!!” Ucap salah satu siswa STM.
“Ba**sat lo!! Serang!!!” Ucap Ikhsan sembari melemparkan sebuah bom molotof.

Bom itu lalu meledak dan melemparkan beberapa paku kecil. Dan tak sedikit berhasil melumpuhkan beberapa siswa STM yang jumlahnya begitu banyak. Tak hanya itu, setelah Ihsan melemparkan bom molotofnya, teman-teman yang lain juga ikut melemparkan bom molotof rakitan mereka sendiri.

Setelah dirasa jumlah sudah imbang, siswa-siswa SMA itu maju menyerang anak STM. Merasa sudah dilukai, anak-anak STM itu juga ikut maju. Alhasil lapangan pun jadi tempat perang antara para pelajar.

Warga sekitar sudah ada yang mencoba melerai pertikaian itu, tapi bukannya berhasil melerai, mereka malah justru terkena lemparan batu dari para pelajar. Tentu ini membuat mereka geram dan akhirnya melaporkan peristiwa ini kepihak kepolisian.

Sekitar lima menit bentrok berlangsung, sebuah mobil polisi datang dengan membunyikan sirinenya. Alhasil ini membuat para siswa ketakutan dan segera berlari tunggang langgang tak tentu arah.

Seperti lebah yang baru saja dirusak sarangnya, siswa-siswa itu terus berlari menyebar kesegala arah. Beberapa siswa yang sudah terluka dibagian kepala dan kaki tidak bisa kabur lagi.

Terpaksa mereka harus pasrah ditangkap oleh para polisi. Dan beberapa lainnya dengan sigap berhasil kabur dengan motornya masing-masing. Termasuk Ihsan dan juga Bayu. Tapi kondisi Ihsan cukup memprihatinkan.

Kepalanya mengeluarkan darah karena terkena lemparan batu dari anak STM. Awalnya batu itu mengarah ke kepala Bayu, tapi Ihsan segera mendorong Bayu dan kepalanya pun tak bisa mengelak dari lemparan Bayu itu.

Bayu yang masih dalam kondisi sehat tampak panik dengan kondisi Ihsan. Dia tidak memilih membawa kerumah sakit. Melainkan ke sebuah klinik kecil di dekat rumah Bayu.

Ihsan mengerdip-ngerdipkan matanya. Berusaha membuka mata dan melihat sekeliling. Di sampingnya nampak kedua orang tua Ihsan sedang menangis tersedu-sedu. Melihat anaknya terkapar lemas dengan luka perban dikepalanya.

“Mah.. pah.. kenapa nangis?”

“Maafin papa ya nak.. gara-gara papa kamu jadi begini.”
“Iya nak. Maafin mamah juga yah. Gara-gara mamah juga kamu jadi begini.”

“mamah sadar selama ini mamah kurang perhatian sama kamu. Mungkin kalo mamah perhatian sama kamu, kamu ngga bakal jadi begini.”
“Iya mah pah. Ngga papa, yang penting sekarang mamah sama papa harus akur jangan berantem lagi.” Ucap Ihsan sembari tersenyum. Kedua orang tuanya hanya mengangguk menandakan setuju.


Dari balik pintu nampak Bayu tersenyum senang melihat keluarga Bayu kembali utuh. Dalam hati kecilnya ia juga berharap keluarganya juga akan bisa memberikan perhatian padanya. Sehingga keluarganya bisa jadi tempat yang tepat untuk pulang dan bersandar.

---oOo---

Back To Top