Cerpen Sedih tentang Masa Lalu Cinta - Matahari sayup-sayup menunjukan sinar nya di ufuk timur.
Memberikan kehangatan bagi mahluk di bumi. Aku pun terbangun dari tidur ku dan
merasa begitu bersemangat hari ini.
Hari ini adalah hari pertama aku masuk kuliah. Satu hal yang
aku bayangkan sebelum aku masuk kuliah adalah sosok pangeran tampan yang sama
seperti di film-film atau di dongeng-dongeng.
Semoga saja di hari pertama ku ini aku bisa mendapatkan
seorang pangeran tampan. Jujur saja aku sedikit merasa lelah dengan status
jomblo ini. Selain itu aku juga merasa masih belum bisa lepas dari
bayang-bayang seorang pria bajingan yang begitu aku benci, juga begitu aku
cintai.
Ingin sekali rasanya aku membunuhnya setiap kali aku ingat
orang itu. Dia lah pria bajingan yang
sudah membuat aku jatuh cinta bahkan tergila-gila, tapi kemudian dia hancurkan
semuanya dengan cara yang begitu menjijikkan. Dia berselingkuh dengan temanku
sendiri.
Perselingkuhan itu tertutup rapat selama 7 bulan lebih.
Ah sudah lah aku tidak mau flashback terlalu jauh tentang pria bajingan itu.
Meskipun ku akui aku masih belum bisa move on dan bahkan kadang aku masih
sering mengingat bayangannya.
Ku percepat langkahku menuju ruang kelas kuliah.
Rintik-rintik air hujan perlahan mulai turun membasahi bumi. Kulihat beberapa
mahasiswa lain juga sudah mulai berlarian menuju ruang kelas.
Aku cukup mengenal sedikit dari mereka saat pagelaran ospek
kemarin. Tapi banyak juga mahasiswa yang sama sekali belum ku kenal. Begitu
masuk ke dalam kelas, aku langsung memilih tempat duduk yang berada di sudut
dan berada di barisan paling belakang.
Yah, dengan begini tidak akan ada banyak orang yang
memperhatikanku. Ku taruh tas ku dan segera aku duduk di bangku itu. Ku lepas
ikat rambutku dan segera ku urai rambutku yang basah karena gerimis. Terasa
menjengkelkan ketika gerimis membasahi rambutku.
Setelah itu aku mulai bisa duduk tenang di bangku ku. Ku
lihat masih belum banyak mahasiswa yang masuk ke dalam ruang kelas. Aku merasa
beruntung sehingga aku bisa bebas memilih tempat duduk.
Aku juga bersyukur bisa duduk di dekat jendela. Aku pun
menoleh ke samping. Mataku menerawang jauh menembus jendela. Nampak hujan hari
ini begitu deras.
Langit terlihat gelap karena ditutupi awan. Suara gemricik
air hujan yang jatuh pun terdengat begitu keras. Seperti music rock yang sedang
menghibur penonton seantero studio.
“Hey.. kamu kuliah disini juga?” Ucap seorang pria yang
tiba-tiba mengagetkanku. Aku menoleh ke samping dan ku lihat wajahnya. Oh sial!
Apa aku tidak salah lihat. Apa bayangannya bisa masuk sejauh ini ke dalam
pikiranku.
Sampai-sampai ini terlihat seperti nyata. Oh Tuhan… jika
memang ini mimpi tolong segera bangunkan aku dari mimpi ini.
“Kok diem aja si? Aku duduk sini ya.” Ucapnya lagi. Dan
tanpa menunggu jawaban dari ku dia pun langsung duduk di sampingku.
Ku kucek-kucek mataku lalu ku tatap lagi wajahnya. Ku
sipitkan kedua mataku dan ku coba untuk mempertajam pandanganku. Yah.. aku
memang tidak salah, ini memang dirinya. Tapi.. kenapa dia duduk disini. Sialan!
Apa dia mau menghancurkan hidupku lagi. Dasar tidak tau diri.
“Kamu apa kabar?” ucapnya yang kini sudah lurus menatap ke
depan. Aku pun berusaha sekuat tenaga untuk tidak menoleh ke arahnya. Aku
benar-benar merasa jijik dengan wajah tampannya itu. Tapi tidak bisa ku
pungkiri, hatiku masih sedikit bergetar ketika duduk disampingnya.
“Baik.” Jawabku singkat. Aku pun berusaha agar tidak menoleh
ke arahnya.
“Aku baru tau lo kalo kamu kuliah disini juga.” Ucapnya
lagi. Yah meskipun aku tidak melihatnya, aku bisa merasakan kalau dia masih
belum menoleh ke arahku.
“Bodo.” Jawabku ketus. Entah kenapa aku benar-benar ingin
segera melangkahkan kakiku keluar kelas. Atmosfer di kelas ini benar-benar
sudah berubah sejak kedatangannya.
“Kamu masih belum maafin aku?” Ucapnya lagi. Kini aku bisa
merasakan tatapannya. Yah, sepertinya dia memang sedang menatap lekat ke
arahku. Aku hanya terdiam mendengar ucapannya.
Meskipun aku juga sebenarnya ingin menatap wajah tampannya
itu, aku berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Aku tetap memalingkan wajahku
kearah jendela.
Mataku masih fokus lekat menatap kea rah tetesan air yang
jatuh dari langit.
“Kamu masih suka hujan?” Ucapnya lagi. Aku pun langsung
menoleh kearahnya dan menatap lekat wajah tampannya. Aku hanya terdiam tidak
menanggapi pertanyaannya.
Ku tatap lekat wajahnya itu. Dia memang masih tampan seperti
dulu, hanya saja kali ini dia terlihat sedikit lebih dewasa. Oh Tuhan… kenapa
Engkau anugerahkan wajah setampan ini kepada seorang bajingan? Bukankah lebih
baik wajah tampannya itu kau berikan kepada seorang ustad atau seorang guru?
“Aku masih suka hujan lo. Kadang kalo ngeliat hujan aku
keinget sama kamu.” Ucapnya lagi sembari tersenyum. Ada lesung pipi diwajahnya
ketika dia tersenyum. Hatiku berdesir ketika mendengar ucapannya.
Memang tidak bisa ku pingkiri aku masih memiliki rasa
untuknya. Meskipun begitu, aku tidak akan pernah membiarkan rasa untuknya ini
tumbuh. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mengubur rasa ini dalam-dalam.
Aku benar-benar merasa takut. Takut akan semua yang telah
terjadi. Seusatu yang begitu kelam dan menyakitkan. Sebuah kisah masa lalu yang
sampai kapanpun tak akan pernah ku lupakan.
---oOo---