Kisah Petani Sayur dan Buah yang Sukses Go Internasional

Kisah Petani Sayur dan Buah yang Sukses Go Internasional – Suryono adalah seorang petani yang sangat beruntung dan layak berbangga hati. Pasalnya, bukan hanya bisa hadir di sebuah Konferensi Tingkat Tinggi PBB di Marakes, Maroko tetapi juga diberi kehormatan untuk berbicara di forum internasional tersebut. 

Foto: Suryono Berbicara di Forum Internasional PBB

Lalu, bagaimana bisa seorang petani tampil di acara internasional tersebut? Cerita perjalanan Suryono cukup panjang sebelum ia bisa dipercaya untuk berbicara mewakili Indonesia di kampanye perubahan iklim di Maroko tersebut. 

Kisah kesuksesan petani sayur ini dibahas detail pada sebuah acara yang bernama Kick Andy pada 3 Februari 2017 yang lalu. Seperti yang dipaparkan dalam acara tersebut, Suryono pernah berkesempatan untuk hadir dan bicara di forum internasional PBB yang dihadiri oleh 190 negara.

Pada acara itu ia berkesempatan untuk menyampaikan konsep bertani tanpa merusak alam. Ia menjadi orang desa yang cukup terhormat untuk berada di sana kala itu. Siapakah Suryono yang sebenarnya, apa yang ia lakukan hingga ia bisa sampai di tempat tersebut?

Suryono adalah seorang petani yang berasal dari desa. Ia berasal dari keluarga yang biasa saja. Orang tuanya adalah buruh perkebunan yang tidak memiliki biaya untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anaknya. 

Suryono kecil hanya sempat menikmati pendidikan sampai kelas 1 SMP, ijazah terakhirnya hanya ijazah sekolah dasar. Pria asal Pekan Baru tersebut tidak dapat bergantung pada pendidikan formal yang didapat.

Dengan latar pendidikan yang pas-pasan, pria yang lahir di Medan, Sumatra Utara tersebut akhirnya bekerja sebagai buruh perkebunan. Bahkan, kala usianya masih 17 tahun, di tahun 1991 ia pernah bekerja sebagai buruh dan hanya mendapatkan gaji sebesar Rp. 40.000 per bulan.

Nasib menjadi seorang buruh perkebunan tak membuatnya malas. Ia bekerja keras dan terus berjuang. Lalu, bagaimana nasib Suryono bisa berubah bahkan sampai bisa dipercaya menjadi pembicara di sebuah acara tingkat dunia?

Suryono cukup lama berjibaku menjadi buruh. Petani yang tinggal di dusun Suka Jaya Kabupaten Siak tersebut menghabiskan 7 tahun menjadi buruh petani sawit. Dengan modal lahan sawit seluas 2 Ha ia mulai mencoba menanam sayuran dan buah.

Pada tahun 2006 ia mulai melakukan sesuatu yang berbeda. Ia mulai beralih dari petani sawit menjadi petani hortikultura. Bagaimana ia mendapatkan ide seperti itu padahal di lingkungannya kebanyakan adalah perkebunan sawit?

Ketika awal sekali Suryono menanam sayur dan buah, mungkin yang ada di benaknya hanya coba-coba untuk berusaha menjadi lebih baik. Namun pada saat mencoba tersebut akhirnya hatinya tergugah dengan hasil yang didapat dari apa yang ia lakukan tersebut.

Menurut Suryono sendiri, daerah dimana ia tinggal adalah daerah industri dan perkebunan sedangkan sayuran dan buah didatangkan dari daerah lain. Ia berpikir tentu saja semua orang membutuhkan sayur dan buah dan tentnya harga di daerahnya itu lebih mahal. Itulah sebabnya Suryono akhirnya mencoba untuk tumpang sari, menanam sawit dengan sayur serta buah.

Saat itu, menurut Suryono, ia menanam sekitar 200 batang tanaman cabai. Ia bekerja sangat keras, ketika cabai sudah mulai panen ia pun jatuh sakit. Ia tidak dapat bekerja di luar tetapi 200 batang cabai yang ia tanam bisa mencukupi biaya hidupnya selama sakit.

Kejadian itu membuat Suryono memutuskan untuk meninggalkan sawit dan beralih ke hortikultura. Dengan lahan yang ada, ia pun akhirnya menanam berbagai jenis sayur mayor dan juga pepaya. 

Dari tahun 2006 tersebut ia mulai menjadi petani sayuran. Beberapa tahun ke depan ia kemudian bisa hidup dari sayuran. Pria yang aktif sebagai pengurus kelompok tani ini mengatakan, dari tahun 2006 sampai tahun 2013 ia masih menjual hasil sayur dan buah dari kebunnya melalui tengkulak. Baru setelah tahun 2013, atas saran dari sekretaris-nya di kelompok tani, ia mulai menjual hasil sayurnya langsung ke pasar.

Itulah secara singkat perjalanan Suryono dari buruh dan petani sawit yang berubah menjadi petani sayur. Tapi kisah perjalanan hidup tersebut belum menjawab bagaimana ia bisa tampil di acara KTT PBB, benar tidak?

Ya, ternyata, meski hanya berbekal pendidikan SD, Suryono ternyata memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Dalam bertani, ia menerapkan teknik dan cara yang tidak merusak lingkungan. 

Ia menerapkan system tumpang sari dengan berbagai jenis tanaman hingga bisa menjaga kesuburan tanah. Bukan hanya itu, sampah rumput yang biasanya banyak dibakar pun ia jadikan kompos untuk tambahan pupuk. 

Atas jerih payah dan cara bertani Suryono tersebut, ia bahkan pernah menerima penghargaan Adikarya Pangan Nusantara dan Petani terbaik Siak di bidang hortikultura. Suryono boleh berbangga hati, ia telah menjadi teladan bukan hanya di lingkungannya tetapi juga dunia ketika ia diminta untuk hadir di konferensi internasional PBB di Maroko.

Tahu bagaimana tanggapan Suryono ketika di minta ke Maroko? “Udahlah pak uang tiketnya kasihkan saya saja untuk nanam sayuran”, sebuah pemikiran sederhana yang cukup realistis. 

Meski begitu akhirnya Suryono tetap hadir dan bicara di konferensi tingkat tinggi PBB di Maroko tentang perubahan iklim. Benar-benar mengagumkan dan bisa menjadi inspirasi bukan? Semoga, kisah petani sukses ini bisa menjadi inspirasi yang bisa membuat kita terus semangat dalam berjuang.

Back To Top