Setangkai Mawar Putih

Setangkai Mawar Putih (Cerpen Cinta Anak Kampus) - Aku masih duduk termenung di dalam kamarku. Tanganku masih menggenggam erat setangkai mawar putih yang diberikan oleh Billy. Terkadang aku mengutuk dan membenci diriku sendiri.


Aku menyalahkan diriku sendiri karena aku tak bisa jujur. Bahkan pada diriku sendiri. Billy adalah sosok pria yang begitu mencintaiku. Aku juga mencintainya, tapi, aku begitu takut.

Aku takut akan rasa sakit jika tiba-tiba dia pergi dari hidupku. Terlebih, kenangan masa lalu masih terus menghantuiku. Kenangan yang begitu menyakitkan. Cinta pertama yang berakhir tragis.

Sejak saat itu aku masih belum bisa percaya pada laki-laki. Termasuk Billy yang aku cintai. Bisa saja saat ini dia mencintaiku. Tapi, seiring berjalannya waktu dia pasti juga akan berubah, dan akan merasa bosan dengan diriku. Dan saat itulah aku akan kembali merasakan sakitnya mencintai. 

Entah sudah berapa kali Billy menyatakan cintanya padaku. Entah sudah berapa tangkai mawar putih yang dia berikan padaku. Tapi tetap saja, aku masih belum bisa percaya padanya.

Kenangan akan sakitnya mencintai membuatku takut untuk jujur pada diri sendiri. Dan bahkan juga membuatku takut untuk jatuh cinta lagi.

Billy adalah kakak tingkatku di kampus. Semua berawal ketika aku bertemu dengannya di perpustakaan. Saat itu aku sedang mencari buku sastra untuk tugas kuliah ku.

Entah takdir atau apa, saat aku hendak menarik buku yang aku inginkan, Billy juga menarik buku itu dari arah yang berbeda. Karena kaget, aku langsung saja mundur dan kepalaku menghantam rak buku yang ada dibelakangku.

Rendi yang mengetahui akan hal itu pun langsung menghampiriku. Dia meminta maaf karena sudah membuatku kaget. Dan setelah itu dia memberikan buku sastra itu padaku.

Itulah awal pertemuan kami. Saat itu tak banyak kata yang terucap dari mulut kami. Hanya ada pandangan dan senyum yang tampak tulus darinya. Dan beberapa kata maaf yang berkali-kali dia ucapkan.

Setelah pertemuan itu, entah kenapa Billy terus saja mengirimkan setangkai mawar putih padaku setiap hari sabtu. Aku juga tidak tau bagaimana dia bisa mendapatkan nomor handphone dan pin bbmku.

Yang jelas sejak saat itu Billy terus mengirimiku pesan dan juga mawar putih di setiap hari sabtu. Sesekali aku membalas pesannya jika aku tidak sibuk. Aku juga tak lupa mengucapkan terimakasih atas mawar putih yang dia berikan.

Kucoba terus merawat dan menjaga mawar putih itu, meski aku sadar, aku masih belum bisa membalas semua pemberiannya. Sebenarnya ingin sekali aku mengatakan padanya untuk berhenti mendekatiku.

Aku tidak ingin dia membuang-buang waktunya hanya untuk wanita sepertiku. Aku yakin dia pasti bisa mendapat kan wanita yang jauh lebih baik dariku. Dia adalah pria yang gagah dan juga tampan.

Punya dompet yang tebal dan juga memiliki mobil keren. Sudah pasti banyak wanita yang mau menjadi pacarnya.

Tapi yah, aku juga pasti akan cemburu ketika tau dia berpacaran dengan wanita lain. Dan aku juga masih belum bisa jujur dengan diriku sendiri. Aku memang bodoh. Tidak mau memiliki hanya karena takut kehilangan. Haha bodoh sekali.

“Teng deng.. teng teng deng deng teng.. Teng deng… teng teng deng deng teng.” tiba-tiba handphone ku berbunyi cukup keras. Membuyarkan lamunanku yang tidak jelas.

Menunjukan bahwa ada panggilan masuk. Kulihat layar handphoneku dan tertulis nama Annisa disana. Annisa adalah teman satu kampusku, dan sepertinya dia lah yang memberikan nomor handphone dan juga pin BBMku Billy.

Itu hanya hipotesaku saja. Tapi dari semua teman-temanku, hanya dia lah yang tau kedekatan hubunganku dengan Billy. Dan dia juga lah tempat terbaik untukku mencurahkan kegalauanku.

“Halo… ada apa nis?” ucapku yang sudah menjawab panggilan telpon dari Annsia.
“Aduhh… kok lo lama banget si ngangkat telpon gue?” Ucap Annisa dengan nada sedikit marah.

“Hehe.. iya iya maap nis. Lagi ngelamun tadi, emang ada apa sih?”

“Dasar gila.. kesambet ntar lo ngelamun mulu. Si Billy kecelakaan parah. Sekarang dia dirumah sakit. Mendingan lo buruan kesini geh.” Ucap Annisa menjelaskan.


Sontak aku pun langsung kaget mendengar info dari Annisa. Bagaimana bisa pria yang baru saja masuk ke dalam lamunanku kini sudah berada di rumah sakit.

Mendengar ucapan Annisa aku pun langsung meminta alamat rumah sakit tempat Billy dirawat dan segera bergegas menuju kesana. Selama dalam perjalanan, aku terus merasa panik.

Pikiranku tak henti-hentinya menerawang dan menebak kondisi Billy saat ini. Entah kenapa, aku benar-benar merasa takut. Aku takut dia mengalami kondisi yang parah dan berakhir dengan kematian.

Terlebih, ucapan Annisa yang menyuruhku untuk cepat-cepat datang kesini semakin membuatku merasa takut. Oh Tuhan… semoga saja tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada Billy. Tolong selamatkanlah dia Tuhan, aku belum siap kehilangan sosok pria seperti dia. Jujur aku sangat mencintainya Tuhan. 

Sekitar 30 menit aku mengendarai mobil, akhirnya aku sampai juga di rumah sakit tempat Billy di rawat. Selama perjalanan aku tak henti-hentinya mendo’akan kebaikan untuknya. Aku benar-benar cemas, semoga saja Billy masih bisa tertolong dan selamat.

Setelah memarkirkan kendaraanku, aku langsung masuk ke rumah sakit dan menuju keruangan ICU tempat Billy di rawat. Nampak di depan ruangan ICU Annisa dan beberapa teman Billy sedang berdiri.

Mereka semua tampak begitu cemas. Anehnya, kenapa orang tua Billy tidak datang. Aku tidak menemukan sosok orang tua Billy di antara mereka. Tapi segera kutepis pikiran aneh itu.

Sesampainya  disana aku langsung disuruh masuk ke dalam ruangan oleh Annisa dan teman-teman Billy yang lain. Begitu masuk ke dalam ruangan, tampak Billy sudah terbaring lemas diatas kasur rumah sakit. Ada beberapa perban luka ditubuhnya, dan sepertinya kondisinya memang parah.

“Vera…” Ucap Billy yang sudah menyadari kedatanganku. Suara nya terdengar begitu pelan.

“Iya Bill, aku disini bill.” Ucapku sambil menggenggam tangan Billy. Mataku mulai berkaca-kaca melihat kondisi Billy dari dekat.

“Maafin aku ya.. aku belum bisa bahagiain kamu. Dan mungkin setelah ini aku ngga bisa ngasih kamu mawar putih lagi. Aku ngga bisa ngucapin selamat pagi lagi. Ngga bisa merhatiin kamu lagi. Dan juga ngga bisa ngejaga kamu dari jauh lagi. Maafin aku ya..”


“Jangan.. jangan ngomog gitu Bil.. kamu harus kuat.. kamu ngga boleh pergi.” Ucapku pelan. Tanganku kini menggenggam tangannya lebih erat. Mataku terasa begitu panas. Seperti sudah tidak tahan menahan air yang akan keluar dari pelupuk mata.

“Tau ngga, kenapa aku suka ngasih kamu mawar? Karena aku pengen kamu tumbuh kaya mawar. Tampak indah di pandang dari jauh. Dan memiliki duri saat di pandang dari dekat. Aku pengen kamu jadi kayak mawar, indah dan kuat. Punya duri yang bisa digunain buat ngelindungi diri kamu sendiri. Karena aku tau, cepat atau lambat aku akan pergi, dan ngga bisa ngejagain kamu lagi. Aku cinta kamu ver” Ucapnya pelan.

Kini air mataku sudah jatuh begitu deras. Aku sudah tidak sanggup lagi membendung air mataku.

“Jangan ngomong gitu Bill, kamu ngga boleh pergi.. aku juga cinta sama kamu.. dan aku masih butuh kamu..” Ucapku yang masih berlinang air mata.

“Kalo kamu juga cinta sama aku, kamu mau kan jadi pacarku.” Ucap Billy pelan. Kini suaranya terdengar begitu tulus. Tatapannya begitu teduh. Menyejukkan dan mengghangatkan hatiku.

“Iya bill. Aku mau, aku cinta banget sama kamu. Jadi kamu jangan pergi ya.” Ucapku menggenggam erat tangan Billy. Tapi tiba-tiba, suasana yang begitu haru dan romantis langsung berubah.

Annisa dan teman-teman Billy yang lain tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Mereka menyoraki dan mengucapkan selamat pada kami. Aku masih belum sadar apa yang sebenarnya terjadi. Sampai akhirnya Billy memelukku erat.

Aku tau ternyata Billy tidak pernah kecelakaan. Semua hanya sandiwara belaka. Billy meminta maaf karena sudah menipuku. Dia mengatakan apa adanya kalau sebenarnya dia hanya sakit demam biasa, dan perban yang ada ditubuhnya hanyalah akal-akalan teman-temannya saja.

Kecelakaannya memang sandiwara, tapi cintanya sama sekali bukan sandiwara. Itu lah yang dikatakan Billy. Yah, aku memang merasa dongkol karena sudah ditipu seperti ini.

Tapi, kurasa semua itu tidak masalah . Karena berkat sandiwara ini, aku jadi bisa jujur pada diriku sendiri dan juga pada Billy. Dan aku juga berjanji, akan merawat mawar putih dari Billy dengan sepenuh hati.

---oOo---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top