Sudah Cukup Mencintaimu

Sudah Cukup Mencintaimu. Sebuah Contoh Cerpen Cinta Sedih - Dingin malam aku duduk dengan sebuah cangkir kopi. Se-seruput kopi melegakan dahagaku di malam ini. Semakin bertambah malam bukan semakin bertambah dingin tetapi bertambah hangat karena efek secangkir kopi ini. Aku menyenderkan pundak ku ke kursi dan duduk sambil melihat gemerlap bintang.


Seperti ada batasan luasnya langit tetapi aku tidak tahu bila aku berada di atas tempat yang tinggi, mungkin aku tak jua menemukan batasan tersebut. 

Kelip sebuah bintang saling mengelompok dan ada juga yang memilih menyendiri di bagian ujung. Alam pikiranku berkata andai aku bisa menggapai bintang pasti sudah aku gapai.

Di satu lain hatiku sedih ketika gerombolan bintang berkelap-kelip berusaha menghibur diriku. Kekasihku sudah pergi meninggalkanku dan tidak akan mungkin kembali. Dia sudah menemukan kebahagiaan lain yang tentunya kebahagiaan yang belum pernah dia dapat ketika dia sedang denganku.

Dengan hati yang kuat aku terus menggores kenangan yang ada hingga aku benar-benar melupakanmu. 

Tidak mudah memang tapi apapun akan aku lakukan untuk membuang kenangan ini. Biarkan waktu yang akan berlahan-lahan menggores namamu di dalam hatiku hingga ada nama lain yang mengisi hatiku.

Malam semakin larut dengan sedikit perasaan galau aku masuk ke rumah dan bersiap untuk tidur. Aku bejalan menuju ke kamar mandi dan mencuci tangan serta kakiku. 

Setelah itu aku pergi ke kamar dan tidur. Sejenak aku berfikir semoga hari esok aku sudah bisa melupakan nama yang telah menyakitiku.

Aku tertidur dan tidak bisa melihat serta merasakan keadaan sekitar. Alam pikiran sudah melayang dan tidak tahu aku dimana. 

Aku berada di lorong bebatuan yang begitu sempit dan pengap. Tidak ada cahaya sama sekali di lorong tersebut. Dengan sambil meraba-raba aku terus berjalan dan berteriak,”Tolong, apakah ada orang di sini..?”.

Aku berjalan terus dengan perlahan-lahan dan hingga nafas terengah-engah. Aku sudah cukup jauh berjalan tetapi aku tidak juga menemukan ujung lorong. 

Aku berhenti sejenak dengan sisa tenaga yang aku miliki. Sejenak aku mengambil nafas dan kemudian berjalan lagi. berbeda dengan lorong yang baru aku lewati lorong yang kini aku lewati sedikit berakhir. Aku begitu panik karena tidak sedikitpun bisa melihat ari yang membasahai kakiku.

Dengan sedikit keberanian aku terus berjalan meski aku takut akan ada ular atau hewan membahayakan lainya. 

Aku terus berjalan dan begitu terasa sekali dingin karena air ini. Aku terus bejalan dengan begitu kedinginan, padahal hanya kaki yang terkena air. Hingga ku sampai di ujung trowongan yang buntu.

Aku menemukan sebuah ujung terowongan yang aku telusuri dengan begitu jauh. Ternyata trowongan itu buntu dan membuatku bersedih hati. Dengan lantangnya aku berkata,”Tolong..!”, hingga berulang kali. Tetapi tidak ada juga jawaban.

Aku terbangun dari tidurku dan ternyata hujan turun dengan begitu deras mengguyur. Aku tahu mengapa kakiku terasa begitu dingin sekali, karena kakiku terkena air hujan yang berasal dari genting yang bocor. Aku pindah tidur dari kamarku ke halaman depan. Aku tidur lagi dengan begitu lelapnya dan tentunya lebih tenang.

Aku terbangun ketika subuh menjelang, aku duduk di atas kursi. Setelah itu aku pergi ke kamar mandi dan hendak mengambil air wudhu. 

Ketika hendak mengambil wudhu aku teringat kembali dengan kekasihku. Tetapi aku berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran tersebut, karena aku sudah tidak lagi mecintainya.

Aku berdiri tegak dan menghadap ke kiblat, tetapi bayangan itu muncul lagi ketika aku hendak takbir. Aku tidak jadi takbir dan isitigfar untuk sejenak hingga pikiran tenang. Aku berniat lagi dengan kesungguhan hati setelah itu takbir.

Gerakan demi gerakan dalam sholat aku lakukan meski tidak sempurna karena pikiranku terus tertuju kepada kekasihku. 

Aku memohon ampun kepada tuhan usai sholat karena tidak bisa berkonsentrasinya ketika sholat. Aku mengucap istigfar sebanyak mungkin dan hingga tidak terhitung.

Usai berdoa aku keluar dari ruanan sholat aku keluar dan duduk di kamar dan membersihkan kasur yang terkena hujan. 

Tetapi bayangan kekasihku masih juga muncul padahal aku sudah menanamkan kebencian terhadapnya. Aku tidak tahu mengapa bayangan tersebut bisa muncul kembali.

Aku tidak memperdulikannya dan terus merapihkan kasur yang terkena air. Aku memasukan spreinya ke dalam ember. Sementara kasurnya aku bawa ke luar dan untuk ku jemur ketika matahari sudah menampakan sinarnya.

Aku duduk sejenak dan melihat foto yang terpajang di lemari kamarku. Aku mengambil foto tersebut dan merobknya lalu membuangnya ke kotak sampah. 

Aku duduk sejenak untuk menghilangkan kegalauanku ini. Tetapi semakin ku berusaha untuk melupakannya justru bayangannya malah semakin melekat di pikiranku.

aku berdiri dan melihat ke jendela dan ternyata matahari sudah mulai menampakan sinarnya. Aku mengangkat kasur yang terkena air hujan tersebut dan menjemurnya di luar. Mula-mula aku menggelar sebuah tikar dan meletakan kasur di atas tikar tersebut.

“Ru, kamu ngompol apa..?”, ungkap temanku sedang marathon pagi dan melihatku sedang menjemur kasur yang basah.

“Ya enggak lah”, ungkapku dengan begitu tegasnya.
“Itu siapa yang ngompol..?”, ungkap temanku.
“Ini bukan basah karena ngompol, tapi basah karena terkena hujan tadi malam”, ungkapku.
“O kirain kamu ngompol”, ungkap temanku.
“Enak saja”, ungkap temanku.

“Marathon yuk”, ungkap temanku.
“Iya duluan saja, lagi males marathon”.
“Duluan ya”.
“Iya”.

Dengan nafas yang begitu keras dia terus berlari dan menuruni turunan yang tidak terlalu terjal. Sementara itu aku duduk di depan dan menikmati suasana pagi ini dan untuk melebur kenangan paitku bersamanya. 

Aku harap sunrice di pagi ini bisa mengurangi kegalauanku di pagi ini karena memikirkannya. Aku juga berharap aku tidak larut dengan rasa cinta yang mendalam ini selamanya.

Matahari semakin tinggi dan sudah meunjukan sinarnya. Aku lihat cuaca hari ini begitu  cerah sehingga aku yakin dalam sehari kasurku pasti kering. 

Sementara itu orang semakin banyak berlalu lalang di depan jalan rumahku. Mereka berbondong-bondong akan segera pergi bekerja.

 Aku masuk dan pergi ke ruangan makan dan menghampiri ibuku yang sedang menyiapkan makanan. “Masak apa ma..?”, ungkapku berjalan dan kemudian menarik kursi. 

“Sayur bayam dan ikan goreng”, ungkap mamaku. Aku yang sedang duduk di kursi ruangan makan berkata,”Ma kamarku bocor ma, semaleman aku tidur di kamar tamu”.

“Iya entar au suruh ayah untuk benerin genting kamu yang rusak”, sambil merapihkan telapak meja. Dengan tersenyum aku berkata,”Makasih ma”. 

Ibuku duduk dan tak lama ayah datang dan duduk bersama kami. Aku dan keluargaku memulai sarapan yang begitu nikmat ini.

--- oOo ---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top