Cintai Aku Karena Allah Wahai Kekasih

Cintai aku karena Allah wahai kekasih - cerpen dengan inti kisah seperti ini sebenarnya sudah cukup banyak, jadi pengarang memilih untuk mengambil sisi cerita yang berbeda. Inti permasalahan atau topik yang diambil sebenarnya sama yaitu seperti terlihat pada judul. 


Sebuah syarat atau keinginan kuat dari seseorang untuk bisa diperlakukan seperti yang diharapkan. Maksud dari kalimat judul tersebut cukup dalam, contoh cerpen islami berjudul “cintai aku karena Allah” ini mengandung sebuah harapan besar untuk sebuah tali kasih yang tak pernah putus. 

Seolah, orang yang mengucapkan penggalan kalimat tersebut benar – benar ingin cinta yang dimiliki abadi dan dijamin oleh sang pemberi hidup.

Ada sisi romantis dalam cerpen islami tersebut, ada juga sisi ketegangan yang terpendam didalamnya. Cerpen yang begitu sederhana ini tampak sekali memiliki karakter kuat, bisa dilihat dari gaya unsur kebahasaan yang digunakan.

Ada kesan sederhana yang sangat kental, tidak terlalu banyak – atau mungkin tidak ada – gaya dramatisasi, berlebih-lebihan dalam menceritakan alur kisah tersebut. Pembaca seolah sengaja dibawa menyelam kedalam seolah semua memang sedang terjadi, benar terjadi dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Gaya sederhana seperti ini cukup jarang terlihat. Biasanya dalam karya fiksi banyak sekali drama yang terasa tidak proporsional, tidak begitu masuk akal. Bahkan jika dibandingkan dalam kehidupan yang sebenarnya mungkin sama sekali tidak ada.

Unsur fiksi yang benar – benar kental kadang menjadi puncak keindahan sebuah karya. Namun begitu tak jarang juga pembaca justru melihat dari sudut lain yang kurang begitu mendukung. Lalu benarkah karya cerpen ini bisa membuat pembaca terhibur, apakah kisah yang diceritakan cukup menarik, mari kita simak saja selengkapnya.

Cintai Aku Karena Allah
Contoh Cerpen Cinta Islami

Menusuk tulang, dingin di pagi yang tetutup kabut. Kehangatan sudah hilang diiringi dengan kurang hangatnya suasaana keluarga. Tiada yang bisa dilakukan selain menyecap kopi, duduk di depan layar televisi di cuaca dingin seperti ini. Jaket tebal menjadi hal yang wajib untuk dikenakan karena cuaca sangat dingin.

Sementara itu pikiranku tertuju dengan kekasih yang sampai saat ini belum aku temukan. Aku hanya ingin mencari seorang imam yang memang mencintai aku karena Allah. 

Aku tidak mau menjalani cinta yang di landasi dengan nafsu semata. Karena nafsu bisa menjerumuskan aku ke dalam neraka, untuk itu aku tidak bisa sembarangan mencari seorang kekasih.

Aku tidak mengharapkan sosok yang tampan, kaya, dan derajat tinggi. Yang aku butuhkan adalah dia yang beriman kepada Allah, dan bisa menuntunku kelak bila sudah berumah tangga. 

Bagiku harta bisa di cari, tetapi kesalihan itu tidak semua orang mempunyainya. Karena hidup di dunia ini bukan hanya untuk mengejar harta semata, aku sadar bahwa aku pun akan kembali kepadanya. Entah pagi ini, sore nanti, atau kapan, aku pasti akan kembali denganNYA.

Hari sudah siang, tetapi hujan belum juga reda. Sementara itu aku membuka jendela, dan ku lihat ribuan air yang turun dari langit dengan kompaknya. Air itu adalah berkah yang di turunkan tuhan untuk penduduk bumi. Maha besa tuhan yang telah menurunkan air yang berjumlah milyaran ini.

Sementara aka juga melihat burung gereja yang terus berjuang terbang di tengah lebatnya hujan. Angin yang begitu kencang tak jarang membawanya ke tempat yang bukan tujuannya. 

Begitu malang burung gereja itu. Andai dia sadar bahwa yang dia lakukan itu sangat berbahaya. Tetapi apa mau dikata dia punya tekat bulat untuk membelah kerubutan hujan tersebut.

Aku pun duduk kembali dan menutup jendela. Aku menutup jendela karena hujan semakin deras dan anginpun semakin kencang. 

Aku pun duduk di kursi sambil membaca buku. Tak lama kemudian ibuku duduk di sampingku. “Hujanya kok gak reda-reda ya”, ungkap ibuku sambil meletakan pundaknya di tembok.

Sementara itu aku menghentikan membacaku dan melihatnya. Aku berkata,”Ya gak papa buk, ini kan berkah buat kita juga”, ungkapku kepada ibuku dan kembali membolak-balik buku lagi. “Berkah bagaimana.?”, ungkap ibuku sambil melihtku. “Ya berkah buk, kan menguntugkan bagi petani buk”, ungkapku.

“Iya si, menguntungkan si menguntungkan, tetapi kalau hujan besar seperti ini apa ya menguntungkan”, ungkap ibuku. “Iya juga ya, malah justru menghancurkan tananman petani hehe”, ungkapku.

Aku pun duduk dengan menaikan kakiku ke atas agar terasa hangat. Aku juga membungkusnya dengan selimut yang tebal. Bagiku ini nikmat sekali, seolah cuaca yang buruk di luar tidak terasa lagi olehku. Belum lagi di tambah miuman kopi yang hanya tinggal sedikit ini. Tentu menambah kehangatan di ruangan ini.

Haripun sudah semakin siang, dan hujann berlahan berhenti. Aku pun membuka jendela dan kulihat pemandangan semuanya serba basah. Dari ranting pohon, daun pohon,  hingga tanah tempat berpijak. Semuanya basah karena hujan yang barus saja berhenti.

Usai membuka jendela aku pun membuka pintu karena hujan sudah benar-benar reda. Luara biasa pemandangan berubah seketika menjadi basah. Aku melihat terasku yang biasanya sangat nyaman untuk duduk, tetapi kini basah karena hujan.

Aku pun membalikan kursinya agar kursi tersebut segera kering dan bisa digunakan untuk duduk kembali. Aku juga menyenderkan meja dengan cara memiringkanya, agar air yang ada di atasnya bisa jatuh. Sehingga meja pun bisa cepat kering.

Aku pun pergi ke warung untuk membeli keperluan dapur. Dengan berjalan kaki aku melewati jalan yang basah ini. Tidak perlu waktu lama untuk bisa sampai di warung. Hanya sekitar 5 menit aku sudah bisa sampai di warung.

“Bu beli sayuran”, ungkapku berdiri di depan warung tersebut. sang penjual menengok kepadaku dan berkata,”Sayur apa Linda”, ungkap ibu penjaga warung tersebut. Aku pun masuk dan memilih sayuran yang ada di waung tersebut. Setelah lama memilah milih aku pun mmebeli sayuran bayam dan brokoli.

Piihankupun jatuh kepada sayur bayam dan brokoli aku pun meminta penjual untuk membungkuskannya. Sementara itu aku mengambil uang di dalam dompet. 

Sang penjual memberikan sayur tersebut sementara aku memberikan uang. “Terimakasih ya”, ungkapku kepada penjaga warung tersebut dan kemudian pergi. Dengan tersenyum lebar dia pun menjawab,”Sama-sama”.

Aku pulang setelah mendapatkan sayuran dari warung tersebut. Aku berjalan kaki lagi dengan penuh kesabaran dan ketenangan. Lagi-lagi aku melewati jalan yang basah ini. Aku perlu hati-hati agar aku tidak terpeleset karenanya.

Di perjalanan aku bertemu dengan sesorang pemuda tampan. Dengan senyum yang lebar dia mendekatiku.”Maaf mbak, rumah bapak Ridwan sebelah mana..?”, ungkap pemuda tersebut dengan sopannya. Dengan tersenyum aku menjawab,”Itu  ayah saya”. 

Pemuda tersebut terkaget dan berkata,”Oh ayah mbak, bisa tolong antarkan aku ke sana”. Dengan tangan terbuka aku mengucapkan,”Mari saya antar”, berjalan menuju pulang.

Aku berjalan di depan sementara pemuda tersebut mengikutiku di belakang. Aku melihat pemuda tersebut berulang kali hampir terpleset. Aku pun mengalihkan pandanganku kebelakang,”Hati-hati mas”, ungkapku dan smabil berjalan. Sementara itu pemuda tersebut tersenyum dan berkata,”Iya”, sambil jalan lagi.

Kami melangkah lagi dan pemuda tersebut bertanya namaku. “Mbak namanya siapa.?”, ungkapnya sambil tersenyum. Aku pun tersenyum dan menjawab,”Namaku Linda mas, mas namanya siapa”, ungkapku. “Saya Bagas”, ungkap pemuda tersebut sambil terus berjalan.

Tak lama kemudian aku sampai di rumah dan kemudian masuk. “Duduk saja dulu di sini mas, entar saya panggilkan orang tua saya”, ungkapku di ruangan tamu. Dengan tersenyum pemuda tersebut menjawab,”Oh iya”.

Aku berjalan ke belakang dan memanggil ayahku. “Ayah..!, ada yang nyariin”, memanggilnya sambil terus berjaalan ke arah belakang.  Tak lama kemudaian ayah menjawab,”Iya nak”. “Ada yang nyariin yah”, ungkapku di hadapan ayah.

“Siapa”, ungkap ayah. “Sudah di temuin aja dulu”, ungkapku sambil mendorong ayahku. “Iya iya”, ungkap ayahku.

Ayahkupun berjalan ke depan menemui pemuda tersebut. Dengan riang dia menyambut pemuda tersebut. Sementara itu Ibu pun tampak akrab dengan pemuda tersebut. Tak lama kemudian Ibu pun berjalan ke belakang setelah bersalaman dengan pemuda tersebut.

Dengan penuh rasa penasaran aku menghentikan langkah ibu, smbil berkata,”Itu siapa si bu”, ungkapku. 

Dengan tersenyum dan mata terfokus kepadaku ibuku berkata,”Itu anak dari teman ayah kamu, dan dulu waktu kamu masih bayi, kami sepakat untuk menjodohkan kalian berdua”. Aku pun kaget dan berkata,”Apa.?”.  Memotong pembiacaraanku “Iya, sudah tenag saja anaknya baik dan sholeh”.

Aku pun sedikit kaget tetapi bila melihat pria tersebut aku pun sedikit berkenan menjadi pasangannya. Walaupun aku baru mengenalnya. 

Tetapi aku yakin dia adalah orang yang baik, dan itu bisa dilihat dari cara bicaranya. Aku harap pemuda tersebutpun mencintai aku karena Allah, bukan karena perjodohan, kecantikanku atau yang lain!
     
--- oOo ---

Tag : Cerpen, Cinta, Religi
Back To Top