Cerita Sukses Pedagang Toko Kelontongan - Namanya adalah Ratmi dia adalah teman sekolah ku waktu SMA. Ratmi termasuk anak yang rajin dan pintar. Banyak guru yang suka padanya karena kepandaiannya. Selain itu Ratmi juga orangnya mudah bergaul suka menabung dan tidak sombong.
Dia tidak memilih – milih dalam berteman, siapapun orangnya mau kaya atau miskin, baik atau pun nakal semua menjadi temannya.
Ratmi tidaklah cantik, tapi hanya hitam manis, semanis madu. Tubuhnya langsing agak tinggi. Rambutnya ikal hitam kecoklatan, mukanya agak lonjong, alisnya hitam tebal.
Ada sedikit titik hitam di samping bibirnya, saat tersenyum gigi gingsulnya memperjelas bahwa Ratmi memang manis. Setidaknya itulah jika aku membayangkan Ratmi.
Saat berangkat dan pulang sekolah, Ratmi selalu jalan kaki. Pernah beberapa kali aku mengajaknya untuk pulang bersama. Aku menghentikan motor “ciitttt” bunyi rem motor, “ayo pulang sama aku” ajakku.
Sambil menundukan muka dia menjawab “ enggak lah, aku jalan kaki saja”. Aku tidak tahu apa alasannya kenapa setiap aku ajak pulang bersama Ratmi selalu menolak.
Suatu hari aku mengikuti Ratmi pulang, diam – diam aku mengikutinya dari belakang. Aku mencoba melangkah pelan – pelan agar tidak diketahui oleh Ratmi. Sudah berjalan kurang lebih tiga kilometer, aku belum melihat tanda – tanda Ratmi akan masuk kedalam salah satu rumah yang ada di depan ku.
Di bawah sinar matahari yang terik sempat terpikir dibenakku “Ratmi ko kuat ya, setiap hari seperti ini, belum lagi kalau hujan”.
Tapi aku terus mengikutinya,walaupun keringat bercucuran, kaki mulai terasa pegal dan nafas yang mulai terengah – engah. Ini semua aku lakukan untuk menjawab pertanyaanku selama ini “kenapa Ratmi selalu menolak saat aku ajak pulang bersama”.
Dari kejauhan aku melihat Ratmi berbelok menuju salah satu rumah diujung jalan, rumahnya sudah terlalu tua untuk berlindung, hanya berdindingkan gedek yang sudah berlubang – lubang dengan ukuran yang tidak terlalu besar yaitu 6 x 4 meter.
Terlihat seorang ibu yang sudah tua berdiri didepan pintu, memakai baju yang sudah lusuh. Dengan kulitnya yang sudah mulai keriput.
Lalu aku berhenti bersembunyi dibalik pohon besar untuk melihat Ratmi yang berjalan kearah ibu tua itu. Ratmi mencium tangan ibu tua itu, aku bertanya – tanya “apakah itu ibunya Ratmi?”.
Keesokan harinya, disekolah saat jam istirahat aku menemui Ratmi untuk membicarakan kejadian kemaren yang aku lihat.
“sebelumnya aku mau minta maaf” kataku, “tentang apa” jawab Ratmi dengan wajah agak kebingungan. “maaf, kemarin aku mengikuti kamu pulang secara diam – diam, aku melihat kamu mencium tangan ibu tua, apakah dia ibumu?” tanyaku.
Sambil menundukan kepala, dengan nada pelan Ratmi menjawab “iya, dia ibuku”. Lalu aku bertanya "apakah ini alasanmu, selalu menolak saat aku mengajakmu untuk pulang bersama”.
Dengan mata yang sedikit memerah dan terlihat setitik air dimatanya dia menjawab “iya benar, dia ibuku, aku malu dengan teman – teman, aku tidak ingin mereka tahu semua itu”.
Aku mencoba menenangkan dirinya dengan memeluk dan mengusap air mata yang membasahi pipinya. Aku mencoba memberikan nasehat kepada Ratmi. “sudah, sudah kamu tidak usah malu, Ratmi yang aku kenal bukanlah Ratmi yang seperti ini, Ratmi yang aku kenal orangnya ceria, murah senyum tegar dalam menghadapi masalah”.
Semenjak kejadian itu Ratmi mulai terbuka dan mau menerima ajakanku untuk mengantarnya pulang. Wajahnya tidak lagi ditundukkan saat aku mengajak untuk pulang bersama. Dari situlah kami mulai akrab.
Tapi tidak terasa hari kelulusan telah tiba. Hari yang sangat mendebarkan membuat semua jantung siswa berdegub kencang. Aku dan Ratmi terus berdoa sambil menunggu guru menempel daftar kelulusan di mading.
Setelah daftar kelulusan ditempel, semua siswa langsung menyerbu mading. Mereka mulai mencari namanya, ada yang berteriak “hore, horee aku lulus” ada yang sujud sukur.
Aku dan Ratmi terus mencari, sambil menunjuk kearah mading, mengurutkan satu demi satu nama yang ada. Tiba – tiba tangannya Ratmi berhenti, aku pun ikut berhenti, lalu aku baca.
Ternyata itu Ratmi dia lulus dengan nilai yang hampir sempurna. Ratmi berkata “alhmdulillah” , setelah itu, tidak jauh dibawah namanya Ratmi, aku menemukan namaku.
Lima tahun kemudian, setelah menyelesaikan study S1, aku berkunjung ke rumah Ratmi, aku bingung mencari, ditempat dulu rumahnya Ratmi sekarang berdiri bangunan kokoh berisi barang – barang dagangan seperti sembako, barang – barang pecah belah dan yang lainnya.
Aku mencoba masuk kedalam, aku kaget bukan main. Ternyata Ratmi sekarang menjadi orang sukses, dia menjadi distributor barang – barang sumbako dan yang lainnya.
Ternyata selama lima tahun ini dia merintis usaha kelontongan. Karena berkat kerajinan, keuletan dan keramahannya dia berhasil mengembangkan usahanya dan menjadi distributor utuk memenuhi kebutuhan toko – toko yang ada didaerahnya.
---oOo---