Contoh Cerita Cerpen yang Singkat - Yang unik dan menarik ada dalam kisah cerpen singkat
berikut. Cerpen ini mengangkat sebuah kisah yang sangat menarik dimana antara
dua orang sahabat sebenarnya ada sebuah cinta yang tumbuh di hati. Persahabatan
memang bisa saja berakhir dalam sebuah kisah cinta namun nampaknya rasa cinta
yang tumbuh dalam persahabatan ini tampak sudah seumur persahabatan itu
sendiri.
Contoh cerpen singkat tersebut mengisahkan satu momen
penting yang mereka lalui bersama yaitu waktu dimana mereka menghabiskan malam
minggu berdua di sebuah taman di temani sang rembulan.
Kalau dilihat dari alurnya, karya ini cukup unik karena lebih banyak menggambarkan perasaan-perasaan yang berkecamuk dalam hati dua orang tersebut.
Kalau dilihat dari alurnya, karya ini cukup unik karena lebih banyak menggambarkan perasaan-perasaan yang berkecamuk dalam hati dua orang tersebut.
Sama dengan karya lain, cerpen berjudul “membelai angan” ini
juga menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami.
Cerpen ini bahasanya cukup ringan dan tidak menggunakan bahasa-bahasa yang tidak umum. Anda akan mendapatkan rasa yang berbeda ketika membaca karya tersebut.
Cerpen ini bahasanya cukup ringan dan tidak menggunakan bahasa-bahasa yang tidak umum. Anda akan mendapatkan rasa yang berbeda ketika membaca karya tersebut.
Lebih jauh, karya ini juga memiliki pesan atau amanat yang
bisa direnungkan. Tetapi, untuk amanat atau pesan moral ini tentu saja kita
harus menangkap isi ceritanya secara keseluruhan.
Kita harus menggali lebih jauh apa yang sebenarnya ingin penulis sampaikan. Dari pada penasaran lebih baik kita baca langsung karya berikut.
Kita harus menggali lebih jauh apa yang sebenarnya ingin penulis sampaikan. Dari pada penasaran lebih baik kita baca langsung karya berikut.
Membelai Angan
Cerpen Pendek Singkat Oleh Irma
“Andai saja aku seperti mereka, memiliki pasangan yang
saling mencintai, bahagia sekali ya rasanya”, tak sadar aku mengucapkan kalimat
itu begitu keras sehingga Mirna mendengarnya. Gadis yang sudah setengah jam
terakhir ini duduk disampingku tiba-tiba menolah dan menatap wajahku dalam.
Di matanya terlihat ada tanya tanya besar, tatapan itu pun
seolah menyeruak ke dalam hatiku untuk mencari jawaban. “Mungkin dia tidak
dengar, untung saja”, pikirku seolah tak mengetahui dia sedang menatapku.
“Kamu serius San?”, ucapnya tiba-tiba
“Apaa…apanya yang serius?”, jawabku gugup
“Itu tadi, kamu bilang apa, serius?”, tanya Mirna lagi.
“Apa sih, aku tidak bilang apa-apa”, jawabku mencoba
mengelak.
“Sandi, Sandi, kalimat kamu itu begitu keras, jelas
terdengar di telingaku ini, aku belum tuli?”, ucapnya sambil membuang pandangan
ke arah lain.
Aku hanya terdiam, aku tak tahu harus berkata apa. Aku
kembali melayangkan pandanganku ke beberapa remaja yang duduk santai di pojok
taman kota itu. Malam ini memang indah, cuacanya cerah, bahkan bulan pun
terlihat sempurna di angkasa.
Aku kembali terlarut dalam anganku yang melayang, sampai aku
tidak menyadari Mirna mengatakan sesuatu kepadaku.“San, terima kasih ya, malam
ini kamu sudah mau menemani aku disini”, ucapnya.
Tak cukup jelas mendengar perkataan Mirna aku pun kaget,
“apa Mir, kamu bilang apa?”, tanyaku padanya. “Sandi, kamu melamun ya?”, tanya
Mirna lagi. Sesaat kemudian aku melihat ke arah Mirna, untuk beberapa detik
tatapan mata kami saling beradu.
Entah apa, saat seperti itu begitu jarang aku temui, meski
aku sudah lama berteman dengan Mirna. Tiba-tiba aku gugup, tatapan lembut Mirna
seolah masuk dalam hatiku dan mengorek apa yang ada didalamnya. Secara spontan
aku membuang pandanganku, ia pun mengalihkan pandangannya.
Tampak ku lihat Mirna menatap jauh ke depan, entah apa yang
ia pikirkan. “Mir, kadang aku iri melihat mereka”, ucapku padanya.
“Jangan San, kamu jangan cari pacar, nanti siapa yang
menemaniku?”, ucap Mirna dengan suara yang berat.
Ku alihkan pandangan ke arah dia, masih ku lihat dia menatap
jauh dengan tatapan kosong. Terlihat ada gejolak yang sedang ia rasakan dalam
dadanya.
Entahlah, aku tidak bisa menebak secara pasti apa yang sedang ada dalam pikiran Mirna karena aku sendiri sedang berbalut dengan angan yang tak menentu.
Entahlah, aku tidak bisa menebak secara pasti apa yang sedang ada dalam pikiran Mirna karena aku sendiri sedang berbalut dengan angan yang tak menentu.
Beberapa pasang remaja berlalu, beberapa diantaranya melampar
senyum kepada kami, seolah iri dengan kami yang santai menghabiskan malam
minggu berdua di temani temaran bulan.
“Ah, apa sebenarnya yang terjadi, saat tidak ada Mirna aku selalu mencarinya tetapi ketika ada dia aku selalu saja berangan tentang wanita lain”, tiba-tiba perasaan itu kembali muncul, gelisah.
“Ah, apa sebenarnya yang terjadi, saat tidak ada Mirna aku selalu mencarinya tetapi ketika ada dia aku selalu saja berangan tentang wanita lain”, tiba-tiba perasaan itu kembali muncul, gelisah.
“Sandi, kita sudah lama kenal, kita sudah lama berteman,
lalu apakah sebenarnya arti dari semua ini”, pertanyaan Mirna tiba-tiba
membuyarkan anganku. “Apa maksudmu”, jawabku sambil menatap Mirna dalam.
“Di malam-malam seperti ini anganku selalu melayang, selalu
saja pertanyaan-pertanyaan itu muncul dibenakku”, ucap Mirna lirih. Aku masih
tidak bisa menangkap maksud perkataan Mirna. Beberapa saat kemudian ia kembali
berkata lirih, “apa arti diriku bagimu Sandi?”, ucapnya.
“Pertanyaan macam apa ini?”, pikirku dalam hati. Sungguh
sebuah pertanyaan yang tak pernah terucap sebelumnya. Karena pertanyaan itu aku
tak berani menatap mata Mirna ketika ia menatapku dengan penuh teduh.
Malam itu aku akhirnya sadar, ada perasaan yang saling
bertalian diantara aku dan Mirna. Sebuah perasaan yang entah apa arti dan
maknanya. Aku sendiri bingung, perasaan aneh ini selalu ada ketika aku berpikir
mengenai jodoh, pasangan dan pernikahan.
Sungguh, jujur aku tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa
aku terikat dengannya. Tapi untuk mengatakan dengan jelas aku tidak ada
keberanian, tak ada nyali sedikitku.
Lagi dan lagi, aku menghabiskan waktu bersama Mirna hanya
dengan diam, sibuk mengurai perasaan yang ada dalam hati kami masing-masing. Hingga
akhirnya, Mirna menyentuh tanganku dengan lembut.
Tak ada kata terucap, hanya semilir angin yang meniup di
sela-sela dingin. Seolah tak ingin kehilangan hangatnya jemari Mirna aku
meletakkan tangan kiriku di atas tangannya, tanpa kata.
--- Tamat ---