Waktu yang Pendek, Cerpen Bertema Religi (Ramadhan)

Kalau dilihat dari judulnya, cerpen bertema ramadhan ini adalah sebuah cerpen religi yang memberikan nasehat mengenai waktu. Cerpen berikut menceritakan kehidupan tiga orang gadis yang selalu saja sibuk dengan kehidupan duniawi. Kira-kira apakah ceritanya menarik dan cukup menghibur kita?

Waktu yang Pendek, Cerpen Bertema Religi (Ramadhan)

Jelas sekali, pada akhirnya mereka menyadari bahwa waktu mereka hidup di dunia ini sebenarnya tidaklah lama. 

Sangat rugi jika ternyata waktu yang pendek tersebut hanya digunakan untuk mengejar harta dan kehidupan yang fana. Anda setuju dengan hal itu, mungkinkah kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang ada?

Pesan moral dan nasehat yang ada di dalam cerita pendek bertema religi ini tentu saja sangat baik untuk kita renungkan. 

Tentu saja, sebagai manusia tentu kita diciptakan di dunia ini bukan untuk menumpuk harta benda melainkan untuk hal yang lebih dari itu.

Pada dasarnya manusia di dunia untuk beribadah dan melakukan kebaikan untuk mendapatkan berkah dan kehidupan yang baik di dunia maupun setelah mati. Untuk renungan, cerpen religi ramadhan ini sangat baik, dari pada rugi mari kita baca langsung.

Waktu yang Pendek
Cerpen Oleh Irma

“Dua puluh empat jam dalam satu hari itu terlalu singkat, kenapa tidak dibuat 48 jam saja satu harinya”, ucap Tria kesal karena pekerjaannya belum selesai tapi malam sudah begitu larut.

“Itu tidak merubah apapun bodoh, hanya bilangan waktunya saja yang berubah”, jawab Devi menimpali.

Tria dan Devi adalah dua orang sahabat yang tak kurang-kurang dalam mengelola waktu setiap harinya. Demi menjalankan semua rutinitasnya dengan sempurna mereka rela bangun sangat pagi dan tidur larut malam.

Apapun pekerjaan yang mereka lakukan memang memiliki hasil yang sempurna, namun semakin hari beban pekerjaan dan rutinitas mereka kian menumpuk. 

“Kalian berdua ini sudah seperti robot saja, tidak pernah istirahat”, ucap Mala suatu hari ketiga melihat dua sahabatnya tampak berlomba dengan waktu.

“Orang sibuk ya seperti ini”, jawab Tria dengan bangga. “Apa kesibukan itu benar-benar membuat kamu bahagia, sebenarnya apa yang kalian cari dari kesibukan kalian itu?”, ucap Mala lagi.

Keduanya pun terdiam, seolah tersadar dari lamunan mereka pun saling pandang. Melihat kedua sahabatnya terdiam, 

Mala pun memeluk keduanya sambil berkata “hidup itu singkat, waktu kita pendek, apa benar pekerjaan adalah satu-satunya yang kita butuhkan, tidak bukan?”, ucap Mala sembari tersenyum.

“Ah, kamu ini bukannya membantu kita, malah membuat konsentrasi kita buyar saja”, ucap Devi serasa melanjutkan pekerjaannya. 

“Ya, aku memang tidak membantu kalian, kalau masalah bantu-membantu itu soal gampang tetapi masalahnya apakah kalian rela hidup kalian hanya seperti ini setiap hari?”, jawab Mala sembari mulai membantu kedua sahabatnya tersebut.

Kali ini Tria tidak mengikuti Devi yang sibuk melanjutkan pekerjaannya. Apa yang Mala katakan seolah telah membuatnya ragu akan tujuan yang ia cari selama ini. “Aku baru sadar bahwa manusia memang memiliki waktu yang pendek”, gumam Tria pelan.

“Benar kawan, kita tidak akan bisa memuaskan diri kita dengan uang, tidak pula dengan status, justru kita yang akan diperbudak dan lupa arti hidup yang sesungguhnya”, ucap Mala.

“Halah, kalian ini bicara apa sih, sudah buruan bantu aku, pekerjaanku masih banyak nih”, ucap Devi sewot karena pekerjaannya masih menumpuk. Ketiganya pun kembali melanjutkan pekerjaan dengan membisu.

Tria, Devi dan Mala adalah tiga orang gadis muda yang mandiri. Tria memiliki bisnis ayam goreng, Devi membuka kantin di salah satu areal kampus ternama sedangkan Mala adalah seorang pekerja paruh waktu.

Ketiganya memulai usaha dengan susah payah, bahkan dulu mereka sempat putus asa karena tidak memiliki pekerjaan apapun untuk dibanggakan. 

Setiap kali ada teman yang datang mereka hanya bisa iri melihat seragam mereka. Melihat kebanyakan temannya yang begitu bangga dengan kesibukannya, Tria dan Devi pun menjadi terpengaruh dengan pola pikir mereka.

Berbeda dengan Tria dan Devi, Mala memilih mandiri dan lebih mengutamakan nilai hidup yang sesungguhnya. Dari tiga sahabat tersebut hanya Mala yang paling dekat dengan Tuhan.

“Sekarang aku sudah memiliki penghasilan yang cukup, aku bisa makan, beli baju bagus bahkan liburan. Sekarang waktunya untuk menjalani hidup yang lebih bermakna”, ucap Mala suatu sore ketika mereka bertiga berkumpul.

“Apa maksud kamu Mala”, tanya Devi penasaran
“Iya, kamu ini bicaranya aneh”, lanjut Tria

“Aku ingin memanfaatkan umurku dengan lebih bijak, aku ingin lebih dekat dengan Alloh, berkeluarga dan membesarkan putra putri yang berakhlak”, jawab Mala serius

Tria dan Devi pun terdiam, mereka sadar bahwa usia mereka sekarang sudah tidak muda lagi. Benar kata Mala, sudah waktunya mereka menempuh hidup yang lebih bermakna. “Kita diciptakan bukan untuk menjadi robot pencetak uang bukan”, ucap Mala

“Kamu benar Mala, buktinya selama ini kesibukan aku tidak memberikan apapun selain uang”, jawab Tria. “Benar, cukup materi tapi tidak cukup puas”, lanjut Devi

“Kepuasan hanya lahir dari kebahagiaan dan kedamaian. Karena itu kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu kita yang hanya sebentar”, lanjut Mala

“Lebih baik menikah dulu dari pada keburu mati, benar tidak”, jawab Devi sambil tertawa

Mereka bertiga pun tertawa, hari itu satu pencerahan datang di hati masing-masing. Mala akhirnya semakin mantap untuk menjalani hidup yang lebih bermakna, ia banyak berburu kepuasan dan kebahagiaan dengan membantu sesama. 

Hidup Mala pun sekarang begitu bermakna dan bahagia, dikelilingi orang-orang yang sayang dan menghormati dirinya bak seorang guru besar.

Melihat sahabatnya yang hidupnya semakin berkualitas, Tria dan Devi pun tidak mau kalah. Ia sekarang lebih banyak mengatur waktu untuk bisa lebih sering dekat dengan orang lain ketimbang terus berburu harta dan kesibukan. Mereka kini yakin bahwa waktu yang mereka miliki memang tak lama.

--- Tamat ---

Back To Top