Berbagai karya cerpen yang diterbitkan disini kebanyakan merupakan cerpen pendek seperti yang segera akan kita baca kali ini. Cerpen berikut berjudul "perhiasan paling berharga". Cukup singkat dan hanya terdiri sekitar 800 kata, kurang lebih satu lembar setengah kertas polio.
Cerpen kali ini dapat dikatakan masuk dalam kategori cerpen cinta dan juga cerpen keluarga. Yang pasti kisah yang diberikan cukup menarik dan yang terpenting ada nasehat dan pesan moral yang bisa direnungkan dan kita pelajari.
"Perhiasan Paling Berharga" menunjukkan sebuah nasehat bahwa kita sebagai manusia tidak boleh sombong dan lupa diri hanya harta yang kita miliki, apalagi hanya perhiasan. Sesungguhnya, dalam sebuah keluarga, cinta kasih adalah hal yang paling berharga untuk dijaga.
Pada contoh cerpen perhiasan berikut kita bisa melihat kesombongan seorang wanita yang begitu membanggakan perhiasan bahkan mendewakan perhiasan. Kesalahan yang ia lakukan tersebut harus ditebus dengan harga yang sangat mahal yaitu perginya seorang suami untuk selamanya.
Jadi, meski harta atau perhiasan apapun memang cukup penting tetapi kita sebaiknya tidak boleh lupa bahwa harta tidak dibawa mati. Akan lebih baik jika kita lebih peduli pada keluarga dan orang-orang terkasih. Dari pada penasaran lebih baik kita baca langsung cerpen yang pendek tersebut!
"Perhiasan Paling Berharga" menunjukkan sebuah nasehat bahwa kita sebagai manusia tidak boleh sombong dan lupa diri hanya harta yang kita miliki, apalagi hanya perhiasan. Sesungguhnya, dalam sebuah keluarga, cinta kasih adalah hal yang paling berharga untuk dijaga.
Pada contoh cerpen perhiasan berikut kita bisa melihat kesombongan seorang wanita yang begitu membanggakan perhiasan bahkan mendewakan perhiasan. Kesalahan yang ia lakukan tersebut harus ditebus dengan harga yang sangat mahal yaitu perginya seorang suami untuk selamanya.
Jadi, meski harta atau perhiasan apapun memang cukup penting tetapi kita sebaiknya tidak boleh lupa bahwa harta tidak dibawa mati. Akan lebih baik jika kita lebih peduli pada keluarga dan orang-orang terkasih. Dari pada penasaran lebih baik kita baca langsung cerpen yang pendek tersebut!
Perhiasan Paling Berharga
Cerpen oleh Irma
Warna-warni indah seperti
pelangi, berukir dan berbentuk laksana lambang cinta. Se-kotak perhiasan itu
selalu Rani jaga sepanjang waktu, ada cincin, gelang, liontin bahkan kalung,
semuanya terbuat dari emas murni.
Yang paling ia sayang adalah sebuah cincin bertuliskan inisial namanya yang diberikan oleh, kekasih yang sekarang telah menjadi suaminya, Iwan.
Yang paling ia sayang adalah sebuah cincin bertuliskan inisial namanya yang diberikan oleh, kekasih yang sekarang telah menjadi suaminya, Iwan.
Iwan sendiri adalah seorang
tentara angkatan laut yang mendedikasikan hidupnya untuk negara, sedangkan Rani
sendiri adalah seorang ibu rumah tangga yang senantiasa berdoa untuk
keselematan suaminya yang sedang bertugas.
Ia begitu membanggakan dan
menyayangi Iwan tetapi akhir-akhir ini ia sudah sedikit berubah. Kurang kasih
sayang, perhatian mungkin hingga akhirnya ia terlalu asyik bergaul dengan
ibu-ibu yang terlalu bergaya dengan kemewahan.
Lebih banyak tinggal berdua
dengan anaknya yang masih kecil, Rani lebih asyik menghabiskan waktu untuk
bergaya, semakin hari tingkah Rani semakin menjadi-jadi, ia harus selalu tampil
wah dan ingin selalu menjadi nomor satu.
“Yah, besok belikan aku cincin
ya, yang itu sudah mulai jelek!”, ucap Rani ketika sang suami pulang. Karena
ingin membahagiakan istri, Iwan pun mengabulkan permintaan istrinya tersebut.
Bukan hanya satu, bahkan ia membelikan perhiasan lain.
Bukan bersyukur atas apa yang di
dapat Rani justru semakin lupa akan kewajibannya sebagai istri. Ia sekarang
lebih mengutamakan perhiasan dari pada mengurus rumah tangga. Sungguh suatu hal
yang sangat menyedihkan, apalagi ketika melihat Iwan berjibaku dengan maut
menjalankan tugas.
“Bergaul dengan tukang arang akan
hitam, bergaul dengan tukang parfum akan ikut wangi”, mungkin pepatah itu cocok
untuk keadaan Rani sekarang ini. Ya, karena bergaul dengan ibu-ibu komplek yang
kurang baik akhirnya Rani terpengaruh dan meniru kelakuan mereka.
“Yah, kapan Ayah pulang, aku
belikan oleh-oleh ya, perhiasan!”, ucapnya suatu malam di ujung telpon. “Kemarin
kan kamu sudah beli perhiasan, sayang?”, ucap suaminya. “Ya kemarin kan kurang
Yah, pokoknya belikan yang baru!”, jawab Rani mengancam.
Rupanya, Rani benar-benar tak mau
kalah dengan wanita lain. Ia ingin memamerkan perhiasan yang ia miliki ke
ibu-ibu ketika acara arisan. “Pasti dengan perhiasan baru ibu-ibu itu akan
memuji aku”, kesombongan benar-benar telah mengisi hati Rani.
Benar saja, satu minggu kemudian
ketika sang suami pulang, belum sempat masuk rumah ia sudah menanyakan
perhiasan yang diminta. Untungnya, Iwan mampu memberikan apa yang istrinya
inginkan. “Mana perhiasan aku Yah?” ucap Rani tak sabar kala itu. “Ini….” Jawab
Iwan singkat.
Rani langsung mengambil perhiasan
yang dibelikan tanpa menyapa lebih jauh suaminya yang baru pulang dinas. Sungguh,
ada perasaan kecewa yang Iwan rasakan kala itu. “Kenapa istriku jadi seperti
ini?”, pikirnya.
Tak ada lagi kemesraan, tak ada
lagi canda tawa, Rani hanya sibuk dengan perhiasan yang ia miliki. Bahkan
ketika suaminya sedang di rumah pun ia sama sekali tak menunjukkan perhatian.
Iwan akhirnya mulai sadar dengan tingkah Rani yang sudah berubah, Iwan mencoba memperingatkan Rani namun Rani tidak peduli. “Apa salahnya sih Yah, wanita kan memang identik dengan perhiasan”, jawabnya kala itu.
Iwan akhirnya mulai sadar dengan tingkah Rani yang sudah berubah, Iwan mencoba memperingatkan Rani namun Rani tidak peduli. “Apa salahnya sih Yah, wanita kan memang identik dengan perhiasan”, jawabnya kala itu.
Sebagai suami, Iwan sama sekali
tidak keberatan dengan apa yang Rani inginkan, namun Iwan tidak ingin jika
perhiasan menjadi penyebab kesombongan dan keangkuhan Rani.
Karena tak mampu berbuat banyak untuk menasehati istrinya akhirnya sebelum Iwan berangkat dinas ia menyempatkan diri menulis sepucuk surat untuk sang istri.
Karena tak mampu berbuat banyak untuk menasehati istrinya akhirnya sebelum Iwan berangkat dinas ia menyempatkan diri menulis sepucuk surat untuk sang istri.
Dear Rani istriku,
Maaf karena pagi ini aku berangkat tak sempat berpamitan denganmu,
bukan aku tak peduli tapi aku hanya tak ingin mengganggu kebahagiaan yang
sedang kamu rasakan. Meski perut lapar, melihatmu tersenyum membuat hatiku
penuh dengan kegembiraan. Selama denganku, aku belum pernah melihatmu sebahagia
ini, aku bersyukur ada perhiasan itu.
Rani yang kusayang,
Kali ini aku bukan dinas seperti biasa, tapi ada misi kemanusiaan di
daerah konflik, mungkin satu atau dua bulan aku tidak bisa pulang. Sekali lagi
aku minta maaf karena tidak bisa memberitahukannya langsung padamu. Oh iya, aku
sudah menyiapkan sedikit uang untukmu, dilaci, kamu bisa menggunakannya untuk
keperluan apapun selama aku belum pulang…
Jika kamu suka, pulang nanti aku akan membelikanmu satu perhiasan lagi,
yang istimewa yang belum ada dan dimiliki oleh orang lain di sekitar rumah
kita. Semoga perhiasan itu akan menjadi perhiasan paling berharga dalam
hidupmu. Sudah dulu ya, salam sayang dari suami-mu…
Ttd
Iwan
Sore hari, Rani baru menemukan
surat itu, ia membacanya dengan perasaan yang aneh. Senang, ya Rani memang
sedang karena akan diberikan sebuah perhiasan lagi. “Ayah…”, namun dalam hati
ada perasaan tidak menentu, tiba-tiba ada rasa khawatir menyelimuti hatinya.
Dua bulan berlalu, Rani hanya
menerima kabar melalui sambungan telepon. Rani akhirnya lupa betapa suaminya
sedang bertaruh nyawa. Sampai tiba suatu sore yang meruntuhkan semua
kebahagiaan dan kesombongan Rani.
“Selamat sore, apa benar saya
sedang berbicara dengan Nyonya Iwan?”
“Iya benar, ada apa ini….?”
“Begini Nyonya, sebelumnya kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya, kedatangan kami kemari untuk memberikan kabar
duka….”
“Kabar duka, kabar duka apa,
suami saya tidak apa-apa kan?”
“Iya Nyonya, ini berkaitan dengan
suami anda Kapten Iwan, dengan berat hati harus kami sampaikan bahwa Kapten
Iwan telah gugur dalam menjalankan tugas….”
Petir menyambar di kepala Rani, seluruh pandangannya tiba-tiba gelap, seketika itu juga Rani langsung jatuh tersungkur.
Beberapa saat kemudian saat ia sadar ia hanya bisa tersimpuh dan menangis. Nasi telah menjadi bubur, kini Iwan suaminya akan pulang dalam peti mati.
Beberapa saat kemudian saat ia sadar ia hanya bisa tersimpuh dan menangis. Nasi telah menjadi bubur, kini Iwan suaminya akan pulang dalam peti mati.
--- Tamat ---