Bangkit dari Keterpurukan Sekolah

Bangkit dari keterpurukan sekolah. Cerpen yang satu in sedikit berbeda dari beberapa cerpen lain karena cerpen ini merupakan salah satu cerpen singkat hasil permintaan dari beberapa rekan pengunjung setia website ini. 


Seperti jelas terlihat dari judul, cerpen bangkit dari keterpurukan sekolah ini menggambarkan perjuangan sukses seseorang dalam belajar di sekolah. Tentu saja cerita yang ada dapat memberikan kita nasehat berharga agar kita bisa lebih giat belajar lagi.

Kisah dalam cerita ini tidak begitu rumit dan tidak begitu panjang jadi bisa dikatakan merupakan cerpen pendek yang bisa habis sekali baca. 

Sedangkan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa kelas tinggi yang menuntut pemahaman mendalam melainkan hanya bahasa sehari-hari yang akrab di telinga kita. Bagi rekan yang ingin bangkit dari keterpurukan sekolah bisa belajar dari nasehat dalam cerpen terbaru tersebut. 

Mau ikutan menikmati cerpen ini, sabar dulu sebelumnya rekan bisa juga menikmati beberapa cerpen lain yaitu:

Cerpen lucu masih pengantin baru 
Cerita cinta berujung derita
Contoh cerpen naik sepeda bareng teman
Kisah nyata bangkit dari keterpurukan 
Bangkit dari keterpurukan cinta 
Bangkit dari keterpurukan hutang 
Bangkit dari keterpurukan ekonomi 
Bangkit dari keterpurukan usaha 
Bangkit dari keterpurukan menurut islam 
Cara bangkit dari keterpurukan
Tips bangkit dari keterpurukan

Beberapa kisah di atas juga bisa melengkapi serunya kisah dalam cerpen pelajar berikut ini. Maka dari itu jangan lupa juga untuk menyempatkan diri membaca kisah yang ada dalam koleksi cerpen di atas. Sekarang untuk memanfaatkan waktu dengan maksimal mari baca langsung kisahnya berikut!

Bangkit dari Keterpurukan Sekolah
Oleh Contohcerita.com

Menjadi seorang anak laki-laki pertama dan satu-satunya memberikan begitu banyak kasih sayang, selalu dimanja dan selalu mendapatkan semua yang diinginkan. Tapi itu tidak berlaku dalam urusan pendidikan. 

Aku harus dengan terpaksa menuruti kemauan orang tuaku bersekolah di tempat yang sebenarnya tidak aku inginkan. 

Sejak jauh hari sebelum aku lulus sekolah menengah pertama aku sudah berecana untuk melanjutkan belajar di sekolah kejuruan namun niat itu tidak di restui oleh kedua orang tuaku.

Apa yang salah dengan sekolah kejuruan, sebenarnya tidak ada tapi lebih pada rencana dan masa depan yang ingin disiapkan orang tuaku. 

Aku bercita-cita menjadi seorang pembalap, atau teknisi yang handal namun kedua orang tuaku menginginkan aku kelak menjadi seorang prajurit yang gagah berani. 

"Kami tidak ingin memiliki anak lelaki yang mati di arena balap tapi kami lebih ingin melihat dia gugur di medan pertempuran membela bangsa dan tanah airnya", perkataan itu selalu saja terngiang dalam ingatanku.

"Tapi ayah, aku tidak suka, aku sudah punya cita-cita lain" ucapnya seraya merengek

"Tidak anakku, untuk yang satu ini kami tidak akan memberikan izin, kelak kamu pasti memahami maksud ayah dan ibu" jawab ayah dengan penuh kelembutan.

Akhirnya aku masuk sekolah menengah atas dan rencananya nanti setelah lulus akan mendaftar tentara. 

Tapi ternyata menjalani sesuatu dengan setengah hati - tidak dari keinginan sendiri - lebih berat jika dibanding menjalani sesuatu yang kita sukai. 

Setengah semester telah berlalu namun hasil belajarku sama sekali tidak bisa dibanggakan. Aku mendapatkan peringkat kedua dari yang paling buruk, itu membuatku malu dan frustrasi sebenarnya.

"Lihat yah, aku memang tidak bakat sekolah disini" ucapku pada ayah dengan kesal
"Kata siapa, ini hasil belajarmu bagus-bagus" jawab ayah
"Mana yang bagus yah, aku peringkat akhir, sama sekali tak ada juara!" ucapku kesal

"Nak, baik itu tidak selamanya harus menjadi yang terbaik, yang terpenting adalah ini hasil dari jerih payah kamu, bukan hasil mencontek...!" jawab ayah lagi

Ayah dan ibu sepertinya berusaha keras menghiburku tapi itu sama sekali tidak berhasil. Di depan mereka aku sepertinya biasa namun sebenarnya aku menyimpan rasa kesal yang semakin dalam.

Kegiatan sehari-hari berjalan seperti biasa, masa libur sekolah telah usai dan saatnya untuk kembali ke rutinitas sekolah. 

Tapi, kali ini aku sudah tidak bisa mengontrol emosi, aku jadi malas dan sudah tidak mau lagi berusaha. Aku pasrah, aku tidak mau belajar, di kelas aku tidak memperhatikan penjelasan guru dan di rumah pun demikian. Jika mengerjakan tugas aku pun hanya asal-asalan.

Hari demi hari berjalan begitu lama dan akhirnya masa ujian kenaikan kelas pun tiba. Aku menghadapi ujian semester tanpa beban, aku sudah tak peduli lagi apa aku naik kelas atau tidak. 

Hasilnya aku naik kelas dengan nilai yang seluruhnya serba minim. Kali ini aku tidak berusaha berdebat dengan orang tuaku, mereka pun tidak memberikan nasehat apapun.

Suatu malam, aku tidak sengaja terbangun dari tidurku, aku lihat ruang keluarga masih terang dan sayup ku dengar suara anak kecil bermain.

"Di rumah ini tidak ada anak kecil, siapa itu" pikirku. Aku pun penasaran dan langsung menuju ke ruang tengah tersebut. Belum sampai di ruang tengah langkahku terhenti. Tepat di depanku terpampang layar video rekaman seorang anak laki-laki usia dua tahunan.

"Wajah anak itu tidak asing bagiku", ucapku dalam hati. Aku pun semakin penasaran dan ternyata seiring video rekaman itu terus berputar aku sadar bahwa anak tersebut adalah aku sendiri saat masih kecil. Aku hanya bisa tertegun, rupanya ayah dan ibu begitu menyayangiku.

Aku tidak melanjutkan langkahku, aku kembali ke kamar dengan pikiran yang mulai gelisah. Ada perasaan berkecamuk dalam diriku. Sudah sampai sangat larut akhirnya aku tertidur.

Ke esokan paginya aku bangun sedikit lebih siang, tak ada alarm dan ibu yang membangunkanku. Setelah bangun ternyata jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Aku langsung ke ruang TV untuk menonton film kesukaan. 

Ternyata disana ada ayah dan ibu, dan ketika aku datang mereka langsung memberikan remote kepadaku. Aku memindah canel tv, tak ada yang bagus dan akhirnya aku membiarkannya hanya dengan diam.

"gak ada yang bagus ya, padahal waktunya santai setelah berjuang..." ucap ayah
"Iya yah, gimana kalau kita liburan saja, itung-itung merayakan kesuksesan anak kita yang sudah menganjak tingkat dua..." jawab ibu

"memang ayah dan ibu tidak marah sama aku, nilaiku kan sangat amat buruk" ucapku memotong pembicaraan mereka

"tentu saja tidak nak, kamu telah berjuang, sama seperti kami jadi semua ada harganya..." ucap ibu

Saat itu tiba-tiba di layar tv ada berita mengejutkan. Disana diberitakan ada anak cacat tanpa tangan namun ia sangat pandai melukis. 

Di berita itu disebutkan bahwa karya anak itu sudah banyak yang terjual dengan harga jutaan rupiah. Aku hanya melirik saja mendengar berita itu tapi ada kalimat terakhir yang membuat aku terenyuh yaitu "untuk sukses orang tidak harus pandai di semua bidang atau menjadi yang nomor satu, Alloh telah memberikan kelebihan pada masing-masing orang yang tidak dimiliki orang lain, masalahnya adalah bagaimana memupuk kelebihan tersebut"

"sama seperti kamu nak, ayah ingin kamu menjadi tentara karena ayah tahu kamu punya bakat dan kamu mampu, nilai di sekolah bukan ukuran kemampuan kamu tersebut" ucap ayah sambil tersenyum pada ibu

"benar sekali ya, anak kita memiliki badan dan kekuatan yang tidak dimiliki orang lain, lihat postur tubuhnya, tinggi, sehat, kuat, cekatan dan yang terpenting memiliki welas asih kepada sesama" balas ibu panjang lebar.

Tidak bisa berkata apa-apa aku hanya diam meski sebenarnya aku mengakui apa yang mereka ucapkan. Hari itu akhirnya aku menghabiskan waktu dengan bermain game, dan di tengah-tengah keasyikan itu tiba-tiba timbul penyesalan dan kesadaran akan apa yang sedang aku alami. 

Ternyata selama ini aku terpuruk karena memaksakan keinginanku sendiri. Aku tidak pernah melihat niat tulus dari orang tuaku.

Entah dari mana ilham tersebut, aku sadar dan tiba-tiba bertekad untuk bisa bangkit dari keterpurukan di sekolah. Aku akan berusaha dengan sebaik mungkin dan tidak akan memikirkan hasilnya. Seperti kata ayah, "yang terpenting adalah usaha kita, hasil nomor sekian".

Akhirnya, di bangku kelas 2 sma aku rajin dan giat belajar, benar saja, dengan usahaku aku mendapatkan peringkat dua langsung. Sebuah keajaiban dan ayah benar membuktikan apa yang dikatakan.

"Sekarang kamu tahu bahwa kamu memiliki kemampuan itu bukan?" ucap ayah
Aku tersenyum dan langsung memeluk ayah. 
"Terima kasih ayah, sekarang aku tahu semuanya benar", ucapku lirih.

Akhirnya aku bisa membuktikan kepada orang tuaku bahwa aku memang memiliki kemampuan seperti apa yang mereka yakini. Sekarang langkahku pasti, tak ada lagi keraguan, aku harus menjadi sukses seperti yang mereka harapkan.

---Tamat---

Demikianlah tadi kisah yang berjudul "Bangkit dari Keterpurukan Sekolah". Semoga cerpen pengalaman pelajar di atas bisa menjadi sumber motivasi dan semangat bagi kita semua. Jangan lupa untuk menyempatkan diri membaca cerita lain di bagian akhir. Itu saja, semoga berkenan!

Back To Top