Kasih Sayang Ibu yang Tidak Luntur

"Kasih Sayang Ibu Tidak Luntur" berikut ini memang bukan cerpen dalam bahasa Inggris tetapi cerpen dalam bahasa Indonesia. Meski begitu rencananya cerpen ini akan disediakan juga dalam versi Inggris untuk sarana belajar bagi pengunjung semua.

Kasih Sayang Ibu yang Tidak Luntur
Cerpen tentang Kasih Sayang Ibu yang Tidak Luntur
Karena mungkin agak sedikit lama untuk menyiapkan versi bahasa Inggris maka lebih baik kita nikmati saja yang ada.

Karya cerita pendek ini mengetengahkan tentang kasih sayang ibu kepada anaknya. Seperti kita tahu, seperti dalam pepatah. "Kasih orang tua itu sepanjang jalan, tak pernah putus".

Itu bukan hanya sekedar pepatah atau kata mutiara. Dalam kehidupan yang sebenarnya, orang tua memang akan mengorbankan apa saja untuk anaknya.

Kasih Sayang Ibu Tidak Luntur
Cerpen Terjemahan Bahasa Indonesia

Malam yang gelap dengan sedikit hujan dan angin yang meniup-niup tanpa etika, hingga menggoyangkan jendela dan pintuku.

Sementara itu aku baru pulang ke rumah setelah selama seharian melakukan kegiatan di sekolah.

Langsung saja ku baringkan tubuhku di atas ranjang tanpa mengganti bajuku, dan juga tanpa memncuci muka dan menggosok gigiku terlebih dahulu.

Tubuhku begitu lelah hingga tulangku tidak kuat rasanya mengangkat dan menopang kelelahan yang dialami oleh tubuhku.

Sekejap saja aku berbaring dengan terlentang aku lupa dan meninggalkan dunia nyataku. Masuklah aku ke dalam dunia mimpi. Yang menurut orang banyak ini adalah dunia awal dari keberhasilan.

Banyak orang yang kemudian bermimpi dan kemudian mimpi itu terwujud, hingga kejadian ini juga telah mempengaruhi banyak orang bahwa kita semua harus bermimpi.

Mimpi memang penting tetapi mimpi tanpa realisasi sama saja omong kosong, terlebih hanya beroda dan berdoa tanpa bekerja mewujudkan mimpi.

Doa memang penting tetapi doa tidak akan menjadi apa-apa dan tidak akan membuat mimpi menjadi kenyataan tanpa bertindak untuk mewujudkan mimpi tersebut.

Sementara malam yang semakin dingin karena angin yang kurang ajar itu berubah menjadi hangat. Yah... tubuhku berubah menjadi hangat.

Aku tidak tahu mengapa tubuhku menjadi hangat. Aku sangat bisa merasakan kehangatan ini tetapi aku enggan melihat apa sebenarnnya yang membuatku hangat.

Mata ini memang begitu berat untuk dibuka terlebih ketika di sepertiga malam yang biasanya digunakan umat muslim untuk bermunajat.

Akupun ingin bermunajat kepada tuhan hanya saja nafsuku untuk terus menutup mata dikala malam belum bisa terkalahkan oleh imanku.

Kehangatan ini begitu lembut dan masihku bertanya-tanya dalam benar, apakah gerangan yang membuat tubuhku hangat.

Padahal angin semakin malam semakin kurang ajar. Memang jendela selalu ku tutup ketika malam tetapi terkadang jendela yang tertutup saja belum bisa mengusir angin yang dingin ini.

Tetapi malam, seoalah angin malam telah tertawan oleh seorang pejuang pemberani yang disebut kehangatan. Dialah pemberani yang telah menjaga tubuhku dari dinginnya malam ini.

Pagi, sang fajar mulai memperlihatkan garis ufuknya mata ini baru bisa terbebas dari kutukan lem perekat karena dingin malam.

Baru sadar bahwa yang membuat hangat adalah selimut dari kain katun nan hangat yang pada malam hari yang dingin telah dikenakan ke tubuhku yang dingin.

Aku mulai beranjak dari kamar tidurku dan kemudian berjalan hendak masuk ke dalam kamar mandi. Sementara itu ibuku sudah dengan gigih bangun begitu pagi menyiapkan makan untukku dan ayahku.

Aku anak pertama di sini dan namaku adalah Rian, yang merupakan anak semata wayang tanpa satupun saudara kandung.

Dengan sedikit air mata menetes di wajah ibuku terus memotong bawang hendak menyiapkan makanan.

Dia tahan terus rasa perih melawan bawang tersebut meskipun bawang tersebut telah nampak tidak mau dipotong hingga keluarlah air mata dari ibuku.

"Riyan, bangunkan ayahmu, kopinya sudah siap..!", ungkap ibuku sedang mengiris bawang di dapur.
"Iya ibu, aku sedang mandi", ungkapku sedang menggosok rambut kepalaku.

Tak lama aku selesai dari mandiku dan kemudian masuk ke dalam kamar setelah membuka pintu,"Ayah kopinya sudah siap", sapaku dengan ucapan datar.

"Iya entar ayah ke sana", ungkapnya sambil terus melihat koran yang dia pegang dengan kedua tangannya.

Sementara itu aku berjalan ke kamar dan mengganti baju, dan kemudian beranjak ke meja makan. Di meja makan nampak di situ sudah siap segala makanan favoritku.

Disinilah aku merasa terharu bahwa memang pekerjaan seorang ibu begitu berat. Karena ketika malam datangpun dia mengawasiku dan memastikanku tidak terjadi apa-apa denganku.

Sementara itu ibuku juga yang telah meletakan selimut di tubuhku untuk melawan dingin malam yang jahat itu.

Dan dikala pagi hari ibu harus bangun lebih awal dari kami untuk menyiapkan makanan untuk kami. Memang begitu besar tugas dan tanggung jawab seorang ibu.

Aku duduk di ruangan makan bersama dengan ibu dan ayahku, aku mulai mengambil nasi dan menaruhnya di pirng menggunakan sendok khusus nasi.

Sementara itu sang ayah sedang melihatku sambil tersenyum. Aku mengambil lauk dan sayur dan kemudian melahapnya.

Sementara itu ayah dan ibu juga telah mengambil nasi dan sayur dan kemudian melahapnya.

"Ibu aku hendak mengikuti kegiatan kampus hari ini di luar kota, tetapi", berhenti berbicara karena tidak mempunyai biaya dan malu hendak meminta.

"Tetapi apa", sahut ibu sambil terus mengunyah makanan yang baru saja dia masukan kemulutnya menggunakan sendok.

"Tetapi..", masih terhenti untuk berbicara karena dibebani rasa canggung untuk meminta uang kepada orang tua.

Memang usia sedewasa aku begitu malu untuk meminta uang tetapi apalah daya uang gaji dariku bekerja belum keluar maka dengan terpaksa aku beranikan diri untuk meminta kepada orang tua.

"Tetapi apa Riyan", kali ini ayah yang menyaut, yang juga sambil mengunyah makanan sambil menatapku.

"Aku tidak memiliki biaya, bosku belum memberikan hak gaji kepadaku bulan ini sehingga akupun bingung", ungkapku terasa bertambah beban canggung di hati dan fikiranku.

"Kebetulan bapak juga belum gajian Riyan, bapak gajian nanti pada tanggal 26, dan sekarang baru tanggal 20", ungkap ayahku merasa bersalah.

"Tenang riyan, kebetulan ibu mempunyai sisa tabungan dari uang yang diberikan ayah pada bulan kemarin, dan kalau hanya untuk biaya kamu mengikuti kegiatan di luar kota sangat cukup", ungkap ibuku dengan wajah yang begitu tulus.

"Yang benar ibu, pasti Riyan ganti ibu", ungkapku merasa begitu berterimakasih dengan ibu.

"Sudah Riyan tidak perlu diganti, ibu ikhlas kok bantu kamu, lagian kaya sama siapa saja perlu diganti", ungkap sang ibu berhenti mengunyah.

Hingga akhirnya ibu berjalan masuk ke kamar sepertinya hendak mengambil sisa tabungan yang dimaksud.

Aku dan ayah terus melanjutkan acara sarapan pagiku dengan ditemani kebahagiaan yang tiada duanya di bumi ini.

Ibu kembali dari kamarnya dan kemudian memberikan uang untuk digunakan sebagai biayaku mengikuti kegiatan di luar kota.

Ketulusan kasih sayang ibu memang tidak memandang waktu, di usiaku yang sudah dewasa ini ibu juga selalu ada untuk membantuku.

Memang benar banyak orang bilang bahwa kasih ibu sepanjang masa, mungkin kebaikanku dengan ibu selama masa dan sisi hidupku belum bisa menggantikan jasa ibu.

Karena ibuku yang berani mempertaruhkan nyawannya untuk melahirkanku, dan itu adalah perbuatan yang sangat mulia menurutku.

Setelah melahirkan akupun dibesarkannya, dirawatnya, hingga diberikan pendidikan menjadi manusia yang lebih beradab mengenal pengetahuan dan juga mengenal agama.

Tiada yang sanggup menandingi ketulusan cinta kasihmu ibu, karena cinta kasihmu adalah sepanjang masa dan tidak mudah lekang oleh waktu. (Apw)

---oOo---

Bagaimana, bagus juga bukan? Ya, tidak membosankan karena karya ini masuk kategori singkat dan pendek.

Bagi rekan semua yang ingin menikmati cerita ini dalam bahasa Inggris bisa mendownload versi terjemahannya melalui tautan yang disediakan.

Tag : Cerpen, Ibu, Keluarga
Back To Top