Cinta Lima Hari, Kisah Cinta Monyet Zaman Sekolah

Ada yang pernah punya cerita cinta lima hari tidak, habis itu langsung putus? Iya, hal seperti itu pernah terjadi dulu, kala masa-masa indah jaman SMA atau zaman sekolah dulu. Unik, lucu tapi juga aneh kalau di pikir-pikir lagi.


Ceritanya gini, dulu pas jaman sekolah aku adalah salah satu yang cukup terkenal. Aku adalah sekretaris osis sekaligus merangkap menjadi ketua gerakan pramuka. Kala itu, selain kegiatan sekolah aku selalu sibuk dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

Rapat sana sini, latihan ini itu, pokoknya sibuk deh. Apalagi sering ada kegiatan-kegiatan di luar sekolah. Seperti waktu itu, saat istirahat dan sedang santai tiba-tiba aku dipanggil oleh sobatku, Andi.

“Ton, kita dipanggil kepsek, sekarang”
“Waduh, emang ada apa Ndi, lagi asyik nih”
“Penting katanya, yuk buruan…!”

Aku dan Andi langsung menuju ruang kepala sekolah. Setibanya di sana, kami langsung dipersilahkan duduk dan diberikan surat tugas. “Apaan ini pak?”, tanyaku tak sabar ingin tahu.

“Ada undangan penataran. Kalian bapak tugaskan mewakili sekolah kita untuk mengikuti penataran tersebut”, jawab bapak wakasek.

Beliau kemudian menjelaskan lebih rinci tentang kegiatan tersebut. Singkat cerita, aku, Andi dan tiga orang teman lain berangkat ke kota propinsi untuk mengikuti pelatihan dan penataran tersebut selama lima hari.

Sama dengan pelatihan dan penataran lain, kami peserta diberi materi seputar tema penataran. Tidak ada yang unik, kecuali satu hal, cinta.

Dasar mata lelaki, hari pertama penataran aku sudah mengincar satu cewek cantik dari sekolah lain yang cukup jauh. Anaknya keren, asyik dan manis. Mukanya lonjong, berkulit putih dan rambutnya panjang. Pokoknya mantap deh.

Aku tak mau kehilangan momen. Di sela waktu penataran aku mencoba mendekati dia. Tidak banyak waktu, kecuali ketika acara santai saat makan siang atau makan malam.

Hari kedua aku sudah berkenalan dengan dia. Namanya Bertha, keren bukan? Di hari ketiga aku mulai mendengar kabar dari teman-teman lain, ada juga yang suka dengan cewek itu. “Waduh, bisa gagal nih acara”, pikirku.

Tapi untung, salah satu teman bisa menebak bahwa aku juga suka dengan gadis dari ujun propinsi kami itu. “Hayo, jangan – jangan kamu suka ya sama dia, waduh siapa duluan nih yang mau nembak tuh cewek…!”

“Sehari di tembak dua cowok juga enggak apa-apa, benar enggak”, ucapku. Tampaknya kami memang sepakat. Ada persaingan tapi tidak ada permusuhan. Asyiknya, ternyata Andi juga suka sama dia.

Agak sedikit kacau sih jadinya. Setelah mengetahui aku berseberangan dengan teman sendiri aku pun berniat mundur. Ya sudahlah tidak apa-apa, yang penting bisa kenalan.

Nah, kebetulan nih, di hari ketiga, saat jam makan malam aku dan Anton agak telat datang ke meja makan. Begitu kami masuk ke ruang makan, aku lihat Bertha duduk berdua, masih ada dua bangku kosong tersisa.

Aku dan Anton, tanpa dikomando langsung mengambil tempat duduk itu. Awalnya sedikit kaku, tapi lama-lama cair, kami makan sambil mengobrol apa adanya. Bahkan sesekali bercanda seperti sahabat yang sudah kenal lama.

Hari ketiga, dua hari lagi kami berpisah dan tidak akan pernah bisa bertemu lagi. Entah kenapa, tiba-tiba aku dapat momen saat Anton terlihat serius ngobrol dengan teman Bertha.

Nekat, aku mencoba mengatakan suka. “Dua hari lagi kita pulang, aku enggak mau mendam uneg-uneg, aku…”, belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba Bertha bangkit dari tempat duduknya sambil menggebrak meja.

“Apa… jadi maksud kamu, kamu suka sama aku…!” ucapnya sedikit keras, “sama, aku juga suka sama kamu….” Lanjutnya sambil ngeloyor pergi begitu saja meninggalkan aku yang melongo.

Gila enggak, sempat ada beberapa orang yang menoleh ke kami. Melihat dia pergi aku langsung mencoba menyusulnya untuk memperjelas apa yang ia katakan.

“Jadi…” tanyaku setelah bisa menyusulnya di lorong. “Iya, iya, kita pacaran…”, jawabnya sembari mempercepat langkahnya menuju ruangan istirahat.

Sampai disana, aku tidak bisa mengikuti dia lagi. “Yes”, pikirku.

Hari ketiga aku nembak dia, hari ke empat di pelatihan itu status kami pacaran. Dan tahu tidak, di hari kelima kita sudah harus pulang ke kandang masing-masing, berpisah.

Kejadian itu sangat unik dan layak untuk dikenang tapi tidak untuk dirasakan. Pasalnya, aku dan Bertha hanya pacaran satu hari.

Di hari kelima kami berpisah hanya melalui kertas. Ia menolak bertemu denganku dan hanya memberikan buku catatan kecil selama mengikuti pelatihan penataran tersebut.

Isinya, dibagian akhir, ada nama kami berdua yang ditulis dengan tinta emas. Tak lupa ia menuliskan alamat lengkap sekolah dan tempat tinggalnya. Tapi, dibagian akhir sendiri ada gambar daun waru yang sobek, tanda cinta yang terpisah.

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top