Contoh Naskah Drama 11 Orang tentang Iri Dengki

Contoh Naskah Drama 11 Orang tentang Iri Dengki – dengan tambahan beberapa contoh naskah yang bisa dipelajari maka kita akan semakin mudah menemukan berbagai tema cerita drama yang paling cocok dan sesuai dengan yang dibutuhkan. 

Contoh Naskah Drama 11 Orang tentang Iri Dengki

Tentu, semakin banyak maka akan semakin sesuai jika dipilih dengan benar. Itulah sebabnya kita perlu melihat dan mempelajari naskah drama tentang iri dengki lebih dulu.
Secara khusus, situs contohcerita.com ini akan mengangkat semua tema cerita yang cukup bermanfaat dan menarik yaitu mengenai penyakit hati iri dan dengki yang berakhir dengan sesuatu yang buruk. 

Untuk alur dan ceritanya sendiri tidak perlu dibahas panjang lebar. Anda yang membutuhkan teks drama bisa langsung membacanya.

Sedikit tambahan informasi, drama ini bisa dimainkan untuk 11 orang pemain dengan kebanyakan pemain yang dikominasi oleh pria atau laki-laki. 

Alur kisahnya sendiri mengambil setting suasana zaman kerajaan atau zaman dahulu. Ceritanya menarik, dan pesan moralnya juga cukup bagus. 

Naskah ini sendiri dikembangkan dari sebuah cerita rakyat dari Aceh yaitu Cerita Rakyat Aceh Asal Usul Tari Guel. Jadi, kisah cerita didalamnya bukan kisah kehidupan sehari-hari di zaman modern ini.

Bagi yang suka dan ingin tahu seperti apa teks yang sudah dikembangkan tersebut silahkan langsung baca teks di bawah ini. 

Naskah Drama 11 Orang Pemain
Cerita Asal Usul Tari Guel

Para Tokoh dan Pemain
1) Sengede
2) Muria
3) Ayah Sengede dan Muria
4) Orang Kampung
5) Raja Serule
6) Raja Lingge
7) Pengawal
8) Cik Serule
9) Putri Sultan
10) Sultan
11) Prajurit

Tersebutlah dua bersaudara putra Sultan Johor, Malaysia. Mereka adalah Muria dan Sengede.Suatu hari, kakak beradik itu menggembala itik di tepi laut sambil bermain layang-layang. 

Muria : “Sengede…! (Teriak muria) Ayo segera kita berangkat mengembala itik. 
Sengede : “Iya Mur. (Sengede datang dengan membawa layang layang)”
Muria : “Loh… ngapain kamu membawa layang layang”

Sengede : “Buat bermain nanti seketika disana, emangnya kamu tidak bosan hanya mengembala itik saja.”
Muria : “ Betul juga ya kamu. Ya sudah kalau begitu aku mau mengambil layang layangku dulu” (sambil berlari untuk mengambil layangan)
Muria : “ayo segera kita berangkat.”(setiba disana mereka sangat senang dan menikmati bermain layang layang)

Tiba-tiba datang badai dahsyat sehingga benang layang-layang mereka pun putus. Sekuat tenaga mereka mengejar layang-layang tersebut, hingga lupa terhadap itik itiknya.

Muria : “Oh tidak layanganku putus” (sambil berlari dengan sekut tenaga untuk mengejarnya yang tidak lama kemudian disusul dengan layangan sengede yang terputus juga)

Sengede : “kamprret….! layanganku putus juga. (lalu berlari untuk mengejarnya sambil berkata) Mur….! tunggu aku, aku jangan ditinggal.(Muria dan Sengede mengejar layangan sampai terlupa dengan itiknya yang entah kemana)

Muria : “(berhenti karena kalelahan) “Sial tak ku dapati layanganku lagi.”
Sengede : “HOoh..”
Muria : “(kaget) Loh gede siapa yang nunggu itiknya.”

Sengede : “Gak tau, tadi masih disana. Dan saya tinggal untuk mengejar layanganku yang terputus juga.”(mereka berlari dan menghampiri itiknya dan setiba disana sengede berkata)

Sengede : “Aduh mur. Itiknya gak ada.”
Muria : “Aduh gawat nih,, kita bisa kena marah ayah. Ayo kita cari. (mereka mencari kesana kemari dan tak kunjung ditemukan. Dan akhirnya memutuskan untuk pulang)

Sengede : “Ayo mur, kita pulang” (ajak sngede)
Muria : “Lantas bagaimana dengan itiknya yang belum kita temukan”

Sengede : “Nanti kita jelaskan ke ayah tentang apa yang terjadi, kalau kita tetap kena marah Ayah itu sudah resiko kita karena lalai dengan tugas kita.” 

Setiba di rumah, mereka dimarahi ayahnya. Mereka disuruh mencari itik itu, dan tak diizinkan kembali sebelum itik-itik yang hilang itu ditemukan kembali.

Muria dan Sengede : “Aku pulang..!” (dan di sambut dengan hangat oleh kedua orang tuanya)
Ayah : “itiknya dimana?”
Sengede : “itiknya hilang yah.”
Ayah : “Apa…! Bagaimana bisa terjadi…!”
Sengede : “eeee..“
Ayah : “Cepat kalian cari itiknya dan jangan pulang ssebelum itik itu di temukan.”
Muria dan Sengede: (Berjalan keluar dangan menyesali perbuatanya)

Berhari-hari bahkan berbulan-bulan mereka berjalan mencari itik, tapi tak membawa hasil hingga akhirnya mereka tiba di Kampung Serule. 

Sengede : “Aku lelah kita istirahat dulu disini” (mereka beristirahat di sebuah gubuk sembari membaringkan tubuhnya yang sangat kelelahan)

Muria : “Itik dimana kau..? berhari hari ku mencarimu”.
Segede: “Rasanya aku sudah tidak kuat lagi untuk berjalan lagi Mur, bagaimana bila kita baringakan tubuh kita dulu”.

Muria: ”Aku juga sangat lelah Segede, tapi itiknya belum juga diketemukan..?”.
Segede: ”Masalah Itik bisa kita cari lagi setelah kita beristirahat, dengan beristirahat pikiran dan tenaga kita lebih segar sehingga kita dapat lebih bersemangat mencari itik kembali” (Sambil duduk menyenderkan tubuhnya di tembok).

Muria: ”Ya sudahlah aku ikut saranmu saja”(Dan langsung berbaring tidur dengan tubuh yang sangat lelah) 

Keesokan harinya Mereka dibawa oleh orang kampung menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka malah diangkat anak oleh baginda raja.

Orang kampung : “kisana…kisana... bangun. Hari sudah siang”
Muria : “maaf pak? Kita numpang istirahat di sini karena kita kelelahan mencari itik kami.Berhari hari bahkan berbulan bulan belum juga di temukan.”

Sengede : “Dan kalau tidak di temukan kita belum bisa pulang”
Orang kampung : “(Sungguh malang sekali nasipmu nak) dalan hati. Kalau begitu kalian ikutlah. Ikutlah denganku ke istana serule untuk menghadap raja”

Muria dan Sengede : “baik pak” (secara bersamaan)
Orang kampung:”Tenang saja di kampung ini kalian aman”.
Muria dan Sengede : “Masih jauh kah istana srule..?”.
Orang kampung:”Tidak, ini adalah turunan terakhir dan kita sudah hampir sampai”.

(Setelah tiba di istana orang kampung menceritakan apa yang terjadi kepada muria dan sengede)

Baginda raja : “Hai anak muda. Siapakah namamu?”
Orang kampung : “Ini muria dan sebelahnya sengede baginda”
Baginda raja : “Kalau begitu tinggallah di sini bersama kami. Dan akan aku angkat kalian menjadi anakku”

Muria dan Sengede : “(Terkejut) Baik baginda”.
Baginda raja:”Jangan malu-malu ketika kalian tinggal di istana ini, karena mulai sekarang kalian adalah anakku, dan apa yang kalian perintahkan kepada para pelayan di istana ini itu sudah dalam persetujuanku”.

Muria dan Sengede:”Baik baginda”(Berbicara dengan penuh rasa hormat dan sambil menundukan kepala)
Baginda raja:”Pelayan...!(Ucap sang raja memanggil semua pelayan)”.

Pelayan:”Iya tuanku baginda raja hamba menghadap (Sambil mengangkat kedua tangan ke depan kepala tanda hormat dan sujud kepada raja”.

Baginda raja,”Muria dan Sungede adalah anakku, untuk itu aku meminta kepada semua pelayanku untuk menghormati dan melayani Muria dan sungede sebagaimana kalian melayani dan menghormati aku.

Pelayan: ”Baik tuan baginda raja”.
Baginda raja: ”Baik kembalilah bekerja”.(Dan semua pelayan pergi untuk meneruskan pekerjaan mereka. 

Muria dan Sengede diangkat menjadi pangeran di istana raja serule. Rakyat Serule hidup makmur, aman, dan sentosa, Hal ini dikarenakan oleh kesaktian kedua anak tersebut. Kemakmuran rakyat Serule itu membuat Raja Linge iri dan gusar, sehingga mengancam akan membunuh kedua anak tersebut.. Dan berita makmurnya rakyat serole karena muria dan sengede sampai juga di telinga raja lingge.

Raja Linge : “Akan ku bunuh kedua anak tersebut” (sambil mengatur siasat untuk membunuh muria dan sengede)

Pengawal raja:”Bagaiman kalau kita bunuh secara halus pangeran Muria itu tuan”.
Raja Linge:”Secara halus bagaimana maksudmu pengawalku..? (Sambil melihat dengan tatapan yang sangat tajam).

Pengawal raja:”Kita bunuh pangeran Muria dengan racun yang diambil dari bisa ular kobra yang sangat mematikan. Dan racun tersebut kita balurkan ke makanan Pangeran Muria”.
Raja Linge:”Lantas siapa yang akan membalurkan racun itu ke makanan pangeran Muria..?”.

Pengawal raja,”Tenang tuan biarkan hamba menyuruh orang untuk diam-diam menyelinap dan memasukan racun mematikan ini ke makanan pangera Muria”.
Raja Linge:”Kerjakanlah dengan baik rencanamu itu, dan bila kau berhasil kau akan mendapatkan hadiah yang besar dariku”.

Pengawal raja,”Beribu-ribu termakasih tuan baginda (Sambil memberikan sembah)”. (Pengawal raja dan orang suruhan dari pengawal tersebut melancarkan aksinya dan mereka berhasil memasukan racun ke dalam makanan pangeran Muria).

Malang bagi Muria, ia berhasil dibunuh dan dimakamkan di tepi Sungai Samarkilang, Aceh Tenggara.Suatu hari, raja-raja kecil berkumpul di istana Sultan Aceh di Kutaraja. Untuk mempersembahkan cap usur, semacam upeti kepada Sultan Aceh. Saat itu, Cik Serule datang bersama Sangede. Saat itu, Raja Linge juga ikut hadir. 

Sengede : “Aku duduk dulu di sana sambil menunggu ayah (Hendak berdiri dan memandang Cik serule)”.

Cik serule : “Oh ya, kalau begitu aku kesana dulu” (berjalan meninggalkan sengede yang sedang duduk, sementara Sengede juga ikut berjalan dan meninggalkan tempat tersebut dan berpindah ketempat yang ditujunya untuk menunggu ayahnya. Tidak ada yang bisa dilakukan lagi oleh Sengede selain menyiapkan sebuah alat lukis lengkap)

Sambil menunggu ayah angkatnya, Sangede menggambar seekor gajah putih. Ternyata lukisan Sangede ini menarik perhatian Putri Sultan yang kemudian meminta Sultan mencarikan seekor gajah putih seperti yang digambar oleh Sangede.

Putri sultan : “sedang apa kau?”
Sengede : “Mengambar gajah putih” (dan di perlihatkan lukisan sengede ke putri sultan)
Putri sultan : (meninggalkan sengede dan menghampiri sultan) “Sultan aku menginginkan gajah putih seperti yang ada di lukisan sengede”

Sultan : “Hay prajurit pangilah sengede untuk menghadapku”
Prajurit : “Siap ..! sultan” (dan tibalah sengede di hadapan sultan)
Sengede : “Ada apa sultan sekiranya memanggil hamba kemari”

Sultan : “Putriku menginginkan seokor gajah putih seperti yang ada di lukisanmu. Jadi aku ingin kamu menceritakan dimana kamu pernah melihat gajah putih itu”

Sangede kemudian menceritakan bahwa gajah putih itu berada di daerah Gayo, Maka, saat itu juga Sultan memerintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap gajah putih tersebut guna dipersembahkan kepada Sultan. 

Sultan : “Raja serule dan raja linge aku iginkan kalian menangkap gajah putih tersebut untuk di persembahkan kepadaku”.

Raja serule dan Raja linge:”Ampun beribu ampun tuan sultan, untuk apakah sultan menginginkan gajah putih itu..?”.

Sultan,”Putriku menginginkannya setelah dia melihat lukisan dari pangeran Sangede, dan menurut keterangan dari pangeran Sangede gajah putih yang indah itu berada di tanah Gayo, untuk itu pergilah kalian dan bawakan gajah putih itu untukku”.
Raja serule dan Raja linge : "baik sultan”

Pagi harinya, Sangede dan Raja Serule pergi ke Samarkilang seperti perintah dalam mimpi Sangede. 

Sangede : “ayah aku mendapatkan petunjuk kalau kita harus pergi ke Samarkilang”
Raja:”Ada apa gerangan anakku kita pergi kesana, dan apa yang telah terjadi..?”.

Sangede:”Entahlah ayahku, mimpi menyuruhku untuk segera pergi ke Samarkilang, mungkin saja gajah itu ada di sana, tetapi aku pun tidak bisa memastikan entah kejadian apa dan kemungkinan apa yang akan terjadi hamba juga belum tahu ayahku, untuk itu ada baiknya kita langsung saja ke sana untuk mencari tahu tentang perintah mimpiku itu”.
Raja serule : “Baiklah kalau begitu”

Mereka segera berangkat ke semarkilang dan setelah tiba disana mereka segera mencari gajah putih itu, Benar juga, mereka berdua menemukan gajah putih itu sedang berkubang di pinggiran sungai.Sangede dan Raja Serule Muyang Kaya kemudian dengan hati-hati mengenakan tali di tubuh gajah. Tetapi saat akan dihela, gajah putih itu lari sekuat tenaga. Setelah berhasil mengejarnya mereka akhirnya berinisiatif untuk bernyanyi untuk menarik perhatian gajah putih. Sambil bernyanyi, Sangede meliuk-liukkan tubuhnya. 

Raja serule : “apa yang kamu lakukan, mengapa kamu bernyayi dan menari. Bukannya menangkap gajah itu!”

Sengede : “Untuk menarik perhatian gajah ini.”
Raja Serule:”Apa kau yakin dengan cara bernyanyi dan menari bisa membuat gajah putih itu menurut kepadamu..?”.

Sengede:”Aku yakin gajah itu pasti menyukai tarian dan nyanyianku, dan aku juga yakin tarian dan nyanyianku juga bisa membuat gajah itu menurut kepadaku”.

Raja Serule,”Lakukanlah apa yang menurutmu benar dan jangan kecewakan aku, tangap gajah itu dan jangan sampai lolos”.
Sengede,”Baik serahkanlah kepadaku tuan”.

Dan benar saja gajah putih mau bangkit dan menuruti perintahnya. Lalu Raja Serule ikut-ikutan menari bersama Sangede di depan gajah putih. Di luar dugaan, gajah putih itu tertarik juga oleh gerakan meraka. Sangede terus menari sambil berjalan agar gajah itu mengikuti langkahnya. 

Sangede dan raja Serule:”Sultan, gajah putih sudah ada di depan istana sultan dan kami sudah berhasil membawannya kemari”.

Sultan: ”Putriku..?!, ini gajah putih yang kau inginkan, keluarlah dari kamarmu (Tak lama kemudian putri sultan berlari dan menghampiri ayahnya yang memanggilnya tersebut dan bersma-sama melihat gajah yang indah itu).

Akhirnya, gajah itu pun mengikuti Sangede yang terus menari hingga ke istana. Tarian itu disebutnya tarian Guel hingga sekarang.

---Tamat---

Dengan adanya tambahan satu lagi maka contoh naskah drama untuk 11 orang yang ada di situs ini jadi semakin banyak. Dengan begitu maka anda bisa lebih leluasa mencari teks naskah yang benar-benar sesuai. 

Itu saja kali ini, bagi yang membutuhkan naskah di atas silahkan download dari link yang disediakan. Selain naskah tersebut anda juga bisa mencari dan mempelajari beberapa naskah lain yang sudah disiapkan. 

Beberapa naskah yang sudah disiapkan untuk anda antara lain sudah dibuatkan daftar di bagian bawah. Mudah-mudahan semua pembahasan dan contoh-contoh yang ada bisa berkenan bagi rekan pelajar semua.

Back To Top