Cerpen Maulid Nabi Muhammad
berikut mengambil tema khusus yaitu tema rela berkorban untuk kepentingan agama.
Cerpen ini sedikit berbeda dengan kebanyakan cerpen religi lain karena bahasa yang digunakan tidak terlalu kental dengan bahasa-bahasa islami.
Namun demikian, didalamnya
terdapat pesan yang sangat jelas mengenai topik yang berkaitan dengan
peringatan Maulid nabi tersebut. Dalam kisahnya ada tema dimana sebaiknya
seorang muslim memang bisa menempatkan keyakinannya dengan sebaik-baiknya.
Kalau dilihat dari segi cerita, cerpen
ini cukup menarik karena menggambarkan kejadian dan pengalaman yang begitu
penting bagi beberapa pemuda dalam membantu mempersiapkan acara peringatan hari
besar agama yang akan segera dilaksanakan.
Pertama kalinya terlibat menjadi
panitia dalam acara tersebut, beberapa pemuda dan pemudi pada akhirnya
mendapatkan hikmah dari apa yang dilakukan. Didalamnya juga digambarkan
bagaimana mereka meramu susunan acara yang singkat, padat jelas dan bermakna.
Karya ini pun bisa menjadi
tambahan referensi dan bahan bacaan bagi anda yang mencari puisi islami tentang Maulid nabi atau pun hadist tentang Maulid nabi muhammad saw. Lalu bagaimana kisah selengkapnya, dari pada penasaran lebih baik kita baca saja langsung
cerita tersebut.
Hikmah Perayaan Ini
Cerpen
Maulid Nabi Muhammad SAW
Di beranda depan rumah, Amir,
Ma’ruf , Maemun dan Alif tampak duduk santai sore itu. Selepas dari madjid tadi
mereka menyempatkan diri untuk duduk santai sekedar menghabiskan secangkir teh.
Amir masih memegang Alquran kecil
di tangan kanannya, Ma’ruf yang memakai
sarung dan baju lengan panjang sibuk memainkan kopiah, sementara Maemun dan Alif
tampak berbincang kecil. “Ini adalah pengalaman pertamaku jadi panitia maulid
nabi”, ucap Mae, “bagaimana menurutmu?”, lanjutnya kepada Alif.
Sejenak Alif terdiam, “mungkin
tidak akan begitu menyenangkan bagiku, agak berat?”, ucap Alif.
“Maksud kamu apa Lif?”, ucap Amir
menimpali.
“Iya, kamu tidak suka ya menjadi
panitia?”, ujar Ma’ruf.
“Bukan begitu, tapi kalian kan
tahu, aku harus membantu orang tua di rumah, selain itu pasti akan memakan
banyak pengorbanan untuk aku…”
“Astaghfirulloh Lif, sadar,
seharusnya kamu senang karena dipercaya mampu menjalankan tugas ini…” ucap Mae.
“Iya Lif, ini kan kewajiban kita
juga sebagai muslim”, lanjut Amir.
Ada keraguan yang begitu besar
dalam hati Alif, ia tahu bahwa menjadi panitia itu berarti akan banyak
berkorban, sementara ia sendiri tidak punya apa-apa yang bisa dikorbankan.
Mereka pun terdiam, sibuk dengan
angan dan bayangan masing-masing. Tidak bisa dipungkiri, biasanya mereka sering
mendengar berita buruk tentang panitia pada acara-acara seperti itu.
Yang mereka dengar tidak ada senangnya, justru sebaliknya mereka akan sangat letih bahkan sering harus berkorban uang.
Yang mereka dengar tidak ada senangnya, justru sebaliknya mereka akan sangat letih bahkan sering harus berkorban uang.
Esok harinya, mereka berkumpul di
kediaman pak kyai, mereka mohon bimbingan bagaimana dalam menyiapkan acara
perayaan maulid nabi tersebut.
“Tenang, acara maulid tidak akan rumit, semua sudah jelas, tinggal kalian mempersiapkannya saja”, ucap pak Kyai memberikan arahan.
“Tenang, acara maulid tidak akan rumit, semua sudah jelas, tinggal kalian mempersiapkannya saja”, ucap pak Kyai memberikan arahan.
Melihat Alif yang sepertinya
tidak bersemangat pak Kyai pun bertanya, “ada apa nak Alif, sepertinya kamu
tidak begitu bersemangat?”, tanya pak Kyai.
“Enggak pak… enggak ada apa-apa?”,
jawabnya.
“Pak, bagaimana jika kami tidak
bisa menjalankan acara ini dengan baik?”, tanya Amir tiba-tiba
“Serahkan hasilnya pada Alloh SWT
Nak, yang terpenting adalah kalian berusaha memberikan yang terbaik…”, jelas
pak Kyai
Semakin hari, semakin dekat acara
tersebut mereka pun semakin sibuk. Menyiapkan berbagai peralatan, menyiapkan
acara, susunan acara, akomodasi, konsumsi dan berbagai hal lain. Mereka juga
harus menyusun proposal untuk mencari beberapa donatur yang bisa membantu
membiayai kegiatan itu.
Ada banyak sekali kesibukan, sedikit
demi sedikit kantong Amir dan teman-temannya pun ikut terkuras. Bukan untuk
apa-apa tetapi untuk transport membeli bensin dan beberapa keperluan kecil. Mereka
pun harus menahan letih menyiapkan semua acara yang akan dilaksanakan.
“Capek juga ya…?”, ucap Amir.
“Benar sekali, ternyata seperti
ini ya…?”, timpal Mae.
“Ini baru sekedar untuk
peringatan, bagaimana dengan zaman Rosululloh dimana umat muslim punya
kewajiban mempertahankan agama ya?”, lanjut Ma’ruf .
“Benar sekali, sungguh besar
pengorbanan mereka dulu…”, ucap Maemun
Teman-temannya sibuk berbincang
sambil menghabiskan lelah sementara Alif hanya terdiam lesu.
“Kamu kenapa Lif… kamu sakit?”
“Enggak…letih aja…”
“Ya sudah kamu istirahat dulu
saja, sisa persiapan hari ini sudah tinggal sedikit, bisa kita selesaikan kok…”
“Iya Lif, kamu kalau mau
istirahat di rumah tidak apa-apa…”
Tanpa banyak bicara Alif pun
langsung beranjak pulang ke rumah. teman-teman mereka Amir, Ma’ruf dan Maemun melepasnya dengan pandangan
bertanya-tanya.
“Sebenarnya apa ya yang terjadi
sama Alif?”
“Iya, dia tampak pusing dan sedih
begitu, tidak biasanya?”
“Benar, seperti ada beban besar
sekali yang dihadapi, apa karena acara ini ya?”
“Iya, entah itu Arif, baru aja
berkorban sedikit untuk agama sudah seperti itu…!”
“Hush… jaga ucapanmu Ruf, kamu
kan tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi!”
“Iya Ruf, tidak boleh begitu.”
Setelah badan tidak begitu lelah
mereka pun melanjutkan kegiatan mereka. Setelah selesai, sebelum waktu sholat
ashar mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
Esok harinya mereka kembali berkumpul di masjid. Mereka mempersiapkan beberapa hal lain yang belum selesai. Sampai jam sepuluh siang, mereka menunggu Alif tetapi tak kunjung datang…
Esok harinya mereka kembali berkumpul di masjid. Mereka mempersiapkan beberapa hal lain yang belum selesai. Sampai jam sepuluh siang, mereka menunggu Alif tetapi tak kunjung datang…
“Kemana nih si Alif kok belum
nongol?”
“Iya, sudah siang begini?”
“Ya sudah, biar aku jemput aja ke
rumah dia…”
Amir pun mengambil motor dan
menjempur Arif, baru beberapa meter Mae pun memanggilnya, “Mir, kamu jalan
saja, motor mau aku pakai ke rumah pak Rozak”. Akhirnya Amir pun berjalan kaki
menjemput Alif yang rumahnya tak jauh.
Ia berjalan dengan cepat, sampai
di depan pintu, ia berniat mengucap salam dan memanggil Alif tapi kaget dengan
suara dari depan rumah, ia diam sejenak mendengarkan…
“Kamu ini bagaimana Lif, bukannya
bantu itu, malah main terus!”
“Aku sibuk persiapan acara maulid
bu…!”
“Halah… acara apa, paling cuma
bikin capek, kamu tidak dapat duit kan, paing juga uang kamu yang habis!”
Mendengar suara ibu Alif dari
dalam rumah akhirnya Amir pun mengurungkan niatnya. Ia kemudian memutar
badannya dan cepat-cepat menyingkir dari rumah Alif.
“Ternyata benar, Alif ada masalah
di rumah”, ucap Amir sembari mempercepat langkahnya. Sesampainya di masjid Amir
pun menceritakan apa yang tadi terjadi. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak
menjemput Alif dan tidak terlalu membebani Alif.
Sebagai sahabat mereka sangat
kasihan dengan Alif. Satu jam berlalu, Alif pun kemudian muncul dengan wajah
yang sedikit kecut. “Lif, baru datang…”, sapa Mae.
“Iya nih, maaf ya…”, jawab Alif.
“Enggak apa-apa Lif, lagian kerjaannya tinggal sedikit kok…”, jawab Ma’ruf.
Setelah menyelesaikan pekerjaan
mereka, Amir, Ma’ruf , Maemun dan Alif pun berkumpul di rumah pak Kyai. Kebetulan
sekali, disana pak Kyai kemudian bercerita dan memberikan nasehat kepada mereka
tentang pengorbanan dan perjuangan para sahabat di masa Rasulullah.
Amir, Ma’ruf , Maemun dan Alif
pun tertegun mendengarkan cerita dan nasehat pak Kyai. Dalam hati mereka kagum
dengan perjuangan dan pengorbanan para sahabat untuk agamanya. Akhirnya, dalam
hati mereka pun tertanam semangat dan motivasi untuk ikut berkorban demi
keyakinan mereka.
---
oOo ---
Demikian tadi sebuah cerpen singkat untuk renungan kita bersama. Selain Cerpen Islami tentang Maulid Nabi, Hikmah Perayaan Ini di atas masih ada beberapa cerpen religi lain yang tak kalah menarik. Silahkan dinikmati juga.