Perjuangan dan Pengorbanan Cintaku

Cerpen Perjuangan dan Pengorbanan Cintaku - Ku rebahkan tubuhku diatas kasur. Mataku menerawang lekat ke langit-langit kamarku. Ku hirup udara dan aroma segar di kamarku. Mataku terpejam menikmati suasana kamar yang sudah lama tidak ku tinggali ini.


Ini adalah hari pertama aku kembali ke Jakarta setelah beberapa bulan yang lalu aku sibuk dengan kuliahku di Bandung. Sebenarnya masih ada beberapa hal yang harus ku selesaikan di Bandung.

Tapi aku sudah tidak kuat menahan rindu ku dengan Jakarta. Sudah ingin sekali rasanya aku melepaskan semua kerinduan ini. Terlebih, di Jakarta ada gadis mungil berwajah manis yang sudah lama menungguku.

Sudah ingin sekali rasanya aku bertemu denganya lalu memeluk erat tubuhnya. Melepaskan satu-persatu kerinduan yang tidak tertahankan ini. Saat mataku terpejam, tak ada hal lain yang kubayangkan selain wajahnya. Sial! Wajahnya terlalu sulit ku buang dari bayanganku.

“kriing..kring..” Ponselku tiba-tiba berbunyi. Suara kerasnya memecah lamunanku. Kugapai handphone ku lalu mataku menatap ke arah layarnya. Tertulis nama Adel disana lengkap dengan tanda titik dua dan bintang. Tanpa perlu dikomando, tangan ku langsung menekan tombol untuk menerima telponnya.

“Halo sayang, kamu udah pulang ya? Hiii jahat banget si pulang kok ngga ngabarin aku.” Suara itu terdengar dari ujung sana. Suara protesnya yang manja seperti ini benar-benar membuat lidahku seketika menjadi keluh.

“Ah iya sayang, hehe maaf ya. Niatnya aku mau bikin surprise buat kamu. Kamu tau dari mana kalo aku pulang?”

“Rendi yang bilang sama aku.” Ucapnya lagi. Sial, kenapa juga Rendi harus bilang pada Adel. Rendi memang yang menjemputku saat diterminal tadi. Tapi kenapa juga dia harus bilang pada Adel. Padahal aku sudah memperingatinya agar tidak memberitahu Adel soal kepulanganku ini.

“Tadinya Rendi ngga mau ngomong. Tapi aku paksa dia, terus aku juga ngirimin dia pulsa biar dia mau jujur.” Ucap Adel dari ujung sana. Sial! Dasar mental koruptor! Tau begini lebih baik aku suap dulu dia sebelum Adel yang menyuapnya.

“Em..gitu, yaudah maaf ya sayang, bukannya ngga mau ngabarin, aku Cuma pengen ngasih kejutan aja buat kamu. Besok kamu ada acara engga?” tanyaku.

“Eng.. enggak ada kok. Kenapa?” Tanya nya balik.
“Aku mau ngajakin kamu jalan.”
“Hahah tumben banget kamu ngajakin aku jalan? Udah sembuh kakunya?” Ucapnya sambil sedikit tertawa.

“Haha iya dong. Nanti kalo ngga tak ajakin jalan palah kamu diajakin cowok lain.”
“Haha iya deh iya. Jam berapa?” Tanya nya lagi.
“Jam-jam delapanan lah. Kamu bisa kan?”
“Iya-iya bisa kok. Ucapnya lagi.”
“Yaudah besok aku jemput kamu jam delapan ya sayang. Bye..”
“Iya sayaang aku tunggu..bye..”

***

Matahari kembali beranjak dari tempat persembunyiannya. Sinarnya jahil menerpa wajahku. Kukerdip-kerdipkan kedua mataku yang terasa sedikit perih. Belum sempat rasanya nyawa ini terkumpul secara utuh.

Tapi fikiranku sudah menerawang jauh pada sosok dirinya. Akhirnya setelah beberapa bulan lamanya, kini aku sudah bisa kembali menatap lembut wajahnya. Teduh tatapan matanya akan segera bisa kurasakan kembali. Ku hentakan tubuhku dan segera aku beranjak dari tempat tidur.

Kubersihkan seluruh tubuhku dan setelah itu segera bersiap-siap menemuinya. Dirasa segalanya sudah siap, aku langsung melajukan kendaraanku menuju rumahnya. Sebelumnya aku sempat mengirimi dia sms berisi pesan agar dia segera bersiap-siap.

Sekitar 25 menit perjalanan, akhirnya aku sampai juga didepan gerbang rumah gadis yang sangat aku cintai ini. Tidak lama aku menunggu didepan gerbang rumahnya.

Dari dalam gerbang itu muncul sosok gadis yang sangat aku kagumi. Dia benar-benar seperti bidadari yang diturunkan Tuhan untuk  memperindah hidupku ini. Dia melangkah mendekat kearahku. Senyum itu kembali mengambang diwajahnya. Dan teduh tatapannya seolah menyelimuti hatiku dengan lembut.

“Sayang kok bengong si? Ayok berangkat.” Ucapnya sembari menepuk pundakku. Memecahkan lamunanku tentang indah dirinya.
“Ah..iya-iya sayang maaf. Abis kamu cantik banget si.” Ucapku dengan tersenyum.
“Ih, masih pagi udah gombal.” Ucapnya dengan sedikit cubitan di lenganku.

Wajahnya sedikit memerah karena pujianku tadi. Rona merah di pipinya benar-benar manis. Mampu membuat dunia ku teralihkan padanya.
“Aw.. sakit sayaang..”
“Hii udah ayok berangkat. Udah ngga sabar ini.” Ucapnya lagi.
“Yaudah buruan naik.”
“iya.”
“Udah?”

“Udah sayaaang.” Ucapnya jengkel. Aku pun segera meluncurkan kendaraanku menuju taman kota. Tempat ini memang merupakan tempat favoritku.

Dulu disaat-saat terakhir sebelum aku berangkat ke Bandung, aku sempat beberapa kali pergi ke tempat ini dengan Adel. Itupun karena aku sudah tidak sibuk dengan ujian dan urusan lainnya.

Cukup banyak kenanganku dengan Adel ditempat ini. Terlebih sebuah bangku yang menjadi saksi bisu ciuman pertama ku dengannya.

Sesampainya ditaman kota, suasana taman tidak banyak yang berubah. Susunannya pun masih sama seperti beberapa saat yang lalu. Kugenggam mesra tangan Adel lalu kutarik dia menuju bangku taman itu.

Kami pun duduk berdua di taman kota ini. Tidak banyak orang yang berkunjung ke taman ini karena memang ini bukan hari weekend. Hanya ada beberapa pengunjung saja dan beberapa pedagang. Cukup tenang, dan cukup romantis.

“Kuliahmu gimana sayang?” Tanya ku pada Adel.
“Eng.. aku udah engga kuliah.” Jawabnya.
“Kok gitu? Kenapa? Terus sekarang kamu ngapain?” Tanyaku kaget.

“Aku kurang tertarik sama jurusannya. Aku sekarang lagi sibuk nulis novel. Ada beberapa naskah yang pengen aku selesein tahun ini. Aku pengen jadi penulis.”
“Kok kamu engga pernah cerita sama aku?”

“Ya gimana mau cerita? Kamu kan terlalu sibuk dengan kuliah dan dosen kamu. Mana sempet kamu dengerin cerita aku. Sebenernya aku pengen banget cerita sama kamu.” Ucapnya lagi.

Dadaku sejenak terasa sangat berat. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah sedang menghakimiku. Yah… aku sadar aku memang terlalu sibuk dengan kampusku.

Bahkan sekedar untuk memeriksa ponselku pun aku jarang punya waktu. Hanya beberapa kali saja dalam sehari aku bisa memegang ponsel. Itu pun hanya sekedar untuk mengabari Adel tentang kondisi ku.

“Maafin aku sayang...” Ucapku memelas. Tanganku kini sudah mengenggam erat jemarinya. Kurapatkan tubuhku ke arahnya agar aku bisa merasakan kehangatannya.
“Iya sayang… udah lah lupain. Aku lagi ngga kepengen ribut.” Ucapnya lagi.

“Makasih ya sayang. Aku janji besok-besok aku aka nada lebih banyak waktu” kutarik wajah mungilnya kearahku. Kedekap dan kupeluk mesra tubuhnya. Berharap dia bisa menghangatan pelukanku. Kucium lembut rambutnya yang wangi.

“I love you..” Ucapnya lirih. Dia mengangkat wajahnya sedikit. Matanya mencoba mencari kedua mataku dan akhirnya mata kami bertemu.
“I love you too.” Ucapku lirih. Tanpa terasa bibirku maju ke arah bibirnya. Dan terjadilah ciuman mesra kami untuk yang kedua kalinya.

***

Hari ini adalah satu dari banyaknya hari paling menegangkan yang pernah ku alami. Salah satu puncak dari berbagai rencana yang sudah kususun sejak empat tahun lalu. Hari dimana akhirnya aku bisa menjadi seorang suami dan selanjutnya mungkin akan menjadi seorang ayah.

Satu tahun yang lalu aku sudah berhasil mendapatkan gelar sarjanahku dengan predikat Coumlaude. Dan sekarang, aku sudah berada dihadapan seorang penghulu dan bersanding dengan seorang bidadari yang sejak SMA sudah menjadi pacarku.

Setelah lulus kuliah aku bekerja di perusahaan milik ayahku. Dan beberapa bulan setelah itu aku memutuskan untuk segera melamar Adel. Lamaranku pun diterima dengan baik oleh Adel sekeluarga. Dan sekarang prosesi akad nikah yang selama ini ku impikan akhirnya akan segera terwujud.

“Saya terima nikahnya Adelia Suci Divega Binti Choirul Anwar dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai.” Ucapku tegas sembari bersalaman dengan pak penghulu.
“Sah? Sah?” Ucap pak penghulu ke arah para hadirin yang menyaksikan prosesi akad nikahku.

Semua orang yang menghadiri prosesi akad nikahku pun serempak menjawab dengan kata yang sama.

Bahagia sekali rasanya hatiku. Seolah dunia ini sangat luas dan hanya ada kami berdua di dunia ini. Kepeluk erat tubuhnya dan kucium mesra keningnya.
Saat sedang tenggelam dalam pelukanku, tiba-tiba dia pingsan. Aku pun seketika menjadi sangat panik.

Tidak hanya aku, seluruh orang yang menghadiri acara ini pun ikut panik. Terutama kedua orang tua Adel. Dengan sedikit terburu-buru dan dalam keadaan yang sangat panik, aku segera membopong tubuh Adel ke dalam menuju mobil.

Dengan ditemani keluarga dari pihak Adel aku segera berangkat menuju rumah sakit. Sesampainya dirumah sakit, Adel segera dibawa masuk kedalam ruang ICU. Aku benar-benar panik. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.

Aku hanya bisa berjalan maju mundur didepan ruang ICU. Tubuhku mulai berkeringat dan kakiku sedikit bergetar. Mulutku tak henti mengucapkan do’a demi keselamatan Adel. Sementara kedua orang tua Adel hanya duduk di bangku depan ruang ICU sembari menangis.

Cukup lama kami menunggu, tiba-tiba dokter keluar dan kemudian menyuruhku masuk kedalam ruang ICU. Aku pun masuk dan kulihat tubuh Adel sudah terbaring lemas di atas ranjang.

“Andre..” ucapnya lirih. Tangannya kugenggam sangat erat. Ku tatap lekat kedua matanya. Mataku sedikit berkaca-kaca karena kajadian ini. Sebisa mungkin kutahan air mataku agar tidak jatuh dihadapan Istriku ini.

“Iya sayang..” ucapku lirih
“Maafin aku ya..” ucapnya lagi
“Maaf untuk apa? Kamu engga punya salah sama aku.”

“Maaf karena aku enggak jujur sama kamu. Selama ini aku sudah egois enggak mau cerita ini sama kamu. Sebenernya aku punya penyakit jantung stadium akhir. Aku enggak cerita sama kamu karena aku takut kamu sedih. Aku udah tau cepat atau lambat umurku ngga akan bertahan lama. Aku seneng bisa kenal kamu dan akhirnya aku bisa jadi istri kamu. Aku terlalu seneng ndre, dan kayaknya jantungku ini udah nggak kuat lagi.”

“Jangan.. Jangan ngomong gitu sayang..” Ucapku lirih. Kueratkan genggamanku ke kedua tangannya. Tanpa terasa air mata yang sedari tadi ku tahan, kini sudah menetes membasahi pipiku.

“Sekali lagi aku minta maaf ndre. Dan kalo boleh minta tolong, tolong kasihin naskah novelku itu ke penerbit. Aku pengen jadi penulis.”

“Iya sayang.. aku pasti bakal ngasihin naskah kamu ke penerbit.”  Ucapku lagi. Tiba-tiba dia sedikit bangkit dan kemudian memeluk tubuhku. Kubalas pelukannya dan pelukannya pun semakin erat.

“Makasih ndre, aku sayang banget sama kamu. Makasih banget.. dan maaf aku ngga bisa nemenin kamu lama. Dan juga ngga bisa ngasih keturunan buat kamu. Aku sayang kamu ndre..” Ucapnya lirih. Tubuhnya tiba-tiba terasa sangat dingin.

Ku eratkan kembali pelukanku, tapi tubuhnya juga tak kunjung menghangat. Dan akhirnya aku tak bisa lagi merasakan detak jantungnya. Air mataku mengalir sederas-derasnya. Suaraku menjadi sesak seketika. Hatiku terasa sakit sekali. “Aku juga sayang kamu Del…”


---oOo---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top