Kisah Cinta Sedih Sebatas Tatapan Mata - Masa sekolah adalah masa penuh warna. Bukan hanya karena di
masa itu kita memiliki banyak teman atau banyak pelajaran menarik tetapi karena
masa itu adalah masa tumbuhnya benih asmara dalam diri remaja. Di masa yang
indah itu, semakin jelas benih kekaguman diantara mereka.
Keindahan masa remaja bukan hanya karena hubungan asmara
antara dua orang kekasih. Keindahan juga bisa dirasakan ketika seseorang
menaruh kagum dan suka secara diam-diam pada salah satu teman satu kelas. Melihat
sosoknya dari kejauhan saja bisa membuat tersenyum sepajang hari.
Sekali melihat senyum manis-nya pun bisa membuat hari yang
mendung berubah menjadi cerah. Meski tak ada tegur sapa, hanya sesekali
bertatap, keindahan perasaan itu masih saja bisa membuat remaja terlena,
terbuai dalam senyum yang tak jelas.
Satu kalimat teguran dan sapaan bisa meruntuhkan galau dan
gelisah. Satu pemberian kecil dari orang yang disuka bisa menjadi semangat yang
membara. Begitu yang terlihat dalam cerpen cinta berikut ini. Cerita berikut
ini merupakan cerpen remaja yang cukup menarik, berikut selengkapnya.
Cinta Sebatas Tatapan
Mata
Cerpen Cinta Seorang Pelajar
Pagi yang cerah akhirnya datang lagi. Setelah semalaman
terpejam dalam indahnya mimpi, kini aku kembali bisa merasakan sejuknya angin
dan hangatnya matahari. Aku berjalan santai menuju kelasku.
Ku tarik nafasku dalam-dalam dan kurasakan setiap oksigen
yang perlahan masuk ke seluruh sel tubuhku. Ini masih pagi tapi suasana sekolah
sudah tampak begitu ramai. Sudah banyak siswa yang lalu lalang dipagi ini.
Ada yang tertawa begitu keras, ada yang tertawa malu-malu,
dan ada juga yang berlari-larian. Riuh sekali rasanya. Tapi riuhnya suasana
sekolah tak mampu menandingi keriuhan di dalam hatiku.
Hatiku selalu bergetar tiap kali aku memikirkannya. Entah
kapan aku bisa memilikinya tapi yang jelas, aku begitu mengagumi dan mencintai
dirinya. Dia adalah sosok pria pendiam yang selalu tampak keren.
Wajahnya begitu tampan dan senyumnya begitu indah. Matanya
selalu menyipit ketika dia tertawa. Dan aku selalu suka saat dia tertawa.
Karena saat dia tertawa aku juga bisa melihat kedua lesung pipi nya yang manis.
Ku langkahkan kakiku menuju kelas. Masih belum banyak siswa
yang berada dikelasku. Hanya ada beberapa anak saja yang sedang sibuk dengan buku
dan pena mereka. Sepertinya mereka sedang sibuk mengerjakan tugas.
Di antara mereka aku mendapati sosok pria yang begitu aku
kagumi. Ku tatap pria itu lekat, tapi dia sama sekali tidak menatapku. Aku
berjalan dan kutaruh tas ku di barisan paling belakang.
Yaaah.. aku merasa senang duduk dibarisan paling belakang,
karena dengan begini aku bisa menatap punggungnya dengan jelas.
Aku duduk termenung sendiri di bangku ku. Mataku masih
menatap lekat ke punggungnya. Terkadang aku merasa bahwa diriku ini cukup
menyedihkan. Aku mencintai sosok pria yang bahkan tidak pernah menganggapku
ada.
Kami berada dalam satu kelas tapi kami tidak pernah ngobrol
bersama, bahkan hanya untuk saling beradu mata pun sangat jarang. Saat aku
sedang asik menatap punggungnya, tiba-tiba dia menoleh ke belakang.
Oh Tuhan…. Yang benar saja. Apa aku ini sedang berhalusinasi.
Aku menengok ke kanan dan ke kiri, dan tidak ku dapati siapapun di sana.
Sepertinya dia memang sedang menatapku sekarang.
Tapi… bagaimana bisa dia menatapku, dia tidak pernah
menatapku seperti ini sebelumnya. Dan tatapannya itu, ada banyak makna yang
tersirat dalam keteduhan matanya.
Aku benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada yang bisa
ku lakukan selain membiarkan wajahku dilahap habis oleh matanya. Dan tiba-tiba
jantungku berdesir halus.
Aku yakin tadi itu nyata, tadi itu dia benar-benar
tersenyum. Yaah dia tersenyum ke arahku. Ada apa dengan hari ini. Apa hari ini
adalah hari bahagia? Oh Tuhan terimakasih, setidaknya kau telah memberikan aku
suntikan semangat yang begitu dahsyat pagi ini.
Belum sempat aku menyelesaikan desir jantungku, tiba-tiba
dia sudah memalingkan wajahnya dari pandanganku. Yaah tidak apa, setidaknya aku
bisa menikmati wajah tampannya hari ini.
Setelah itu Pak Narto masuk ke dalam kelas dan memulai
pelajaran pertama. Selama pelajaran, aku sama sekali tidak bisa fokus dengan
apa yang dikatakan oleh Pak Narto.
Otakku seoalah sudah penuh dengan bayangan dirinya, dan
sudah tidak mau lagi menerima apapun. Sial! Apa yang harus aku lakukan. Aku
ingin fokus dengan pelajaran, tapi aku juga tak sanggup menepis bayangannya.
Sudah dua jam pelajaran pak Narto berlangsung, dan aku sama
sekali tidak mendapatkan apa-apa. Tak ada satupun kata-kata pak Narto yang
menempel di otakku.
Jam istirahat pun akhirnya tiba. Aku tertunduk sambil
memegangi kedua keningku. Oh, aku sedikit frustasi karena aku tidak bisa
menyerap pelajaran.
“Kamu kenapa Mel?” Tanya seoarng pria yang tiba-tiba
mengagetkanku.
“Ah…eng..enggak apa-apa kok Ndre.” Ucap ku gugup. Dan
tiba-tiba dia duduk disampingku.
Aku benar-benar merasa gugup sekarang. Setelah sekian lama
aku mengaguminya, akhirnya baru sekarang dia mau mengajakku bicara dan bahkan
dia duduk disampingku. Jantungku benar-benar berdegup kencang.
“Yakin engga papa? Kayaknya kok sedih gitu?” Ucapnya lagi.
“Iya kok nggapapa, tenang aja ndre” Ucapku sambil tersenyum.
“Oh yaudah syukurlah kalo ngga papa. Oh iya nih aku kasih
sesuatu buat kamu.” Ucapnya sambil menyodorkan sebatang coklat padaku. Aku
terdiam terpaku tersentak kaget. Aku terus berusaha untuk mengerti kondisi apa
yang sebenarnya terjadi.
Apa ini benar-benar nyata? Dia? Memberiku coklat?. Oh
Tuhan.. aku benar-benar bahagia. Namun sayang, saat aku sudah menyadari
kondisinya, dia sudah berlalu dari hadapanku.
Kulihat dia sudah berjalan menujub keluar kelas. Kulihat
diriya dan dia menoleh ke arahku. Dan lagi senyuman itu kembali muncul dari
wajahnya. Aku benar-benar bahagia saat ini.
Ada apa sebenarnya dengan dunia ini. Apa di luar sana ada
orang yang sebahagia aku sekarang. Terimakasih Andre…..
***
Hari baru akhirnya tiba. Bahagia dan semangat yang Andre
berikan kemarin masih terasa begitu jelas dalam benakku. Tidak ku sangka
ternyata bahagia itu sangat sederhana.
Seperti biasa aku melangkahkan kakiku menuju kelas.
Sesampainya dikelas tidak banyak siswa yang sudah berangkat. Bahkan aku tidak
melihat Andre di dalam kelas. Aku pun duduk dibangku ku sembari menunggu
kedatangan Andre.
Aku duduk dan terus menatap kearah pintu, berharap Andre
akan segera masuk dan datang menghampiriku seperti kemarin. Sampai kelas mulai
ramai dan bel sudah berbunyi, Andre tak kunjung datang juga. Aku mulai merasa
sedih.
Lalu tiba-tiba bu Mus wali kelas kami datang masuk ke dalam
kelas dan menyuruh kami untuk segera masuk kedalam mobil yang sudah terparkir
didepan. Aku belum sempat mengerti apa yang sebenarnya terjadi, karena suasana
begitu riuh.
Aku hanya ikut berjalan masuk kedalam mobil saja bersama
yang lain. Didalam mobil pun tak banyak informasi yang bisa kudapat. Aku duduk
dikursi belakang sendirian.
Suara riuh teman-temanku hanya terdengar samar-samar. Saat
mobil bus sekolah berhenti, aku langsung terkejut karena bus ini berhenti
didepan rumah yang aku kenal. Kami semua turun dan masuk ke dalam rumah itu.
Tampak beberapa orang sedang menangis karena sedih. Saat
melawati pintu rumah itu, aku melihat sosok seorang pria sedang terbaring kaku
lemas tak berdaya. Ku hampiri sosok itu dan ku buka kain yang menutupi
wajahnya.
Betapa terkejutnya aku saat melihat wajah itu. Seketika
tubuhku langsung terasa lemas. Kakiku seperti sudah tak kuat menopang tubuhku
lagi. Dan aku pun langsung terjatuh di lantai. Untung saja ada beberapa orang
yang bersedia menolongku.
“Andre… Andre…” Hanya itu kata yang bisa keluar dari
mulutku. Sementara mataku tak henti-hentinya memproduksi air mata. Rasanya
begitu sakit ketika seseorang yang baru saja berubah dan nampak seperti ingin
memberikan cintanya tiba-tiba pergi tanpa pamit.
Saat aku sedang terduduk dan menangis, tiba-tiba ada seorang
wanita paruh bayah menghampiriku.
“Amel ya?” Tanya wanita itu. Aku hanya menganggukan kepalaku
sambil menatap kearahnya dengan wajah masih berlinang air mata.
“Yang sabar ya sayang… ini ada surat kecil dari Andre buat
kamu.” Ucap wanita itu sambil mengelus pundakku. Sepertinya dia adalah ibu Andre.
Ku ambil kertas yang diberikan wanita itu dank u baca setiap kata yang tertulis
disana.
Aku benar-benar sudah tidak tahan. Setiap kata yang ada di
kertas itu seperti pedang yang sedang menyayat-nyayat jiwaku.
“Andre sudah mencintai ku sejak lama. Dia mulai berani
menunjukan perasaannya saat dia sadar waktunya sudah tak lama lagi. Sayang,
sebelum kalian sempat saling mengutarakan cinta, Andre sudah harus pergi lebih
dulu.” Ucap Ibu Andre sambil terus mengelus pundakku.
Ku peluk tubuh ibu Andre dan aku menangis sejadi-jadinya.
Seandainya aku tau kamu memiliki perasaan yang sama ndre, sudah pasti aku akan
jadi wanita yang membuang harga dirinya untuk mendapatkanmu. Aku benar-benar
mencintaimu. Dan sampai kapanpun aku tak akan pernah melupakamu~
---oOo---