Tak Mampu Pergi Sedetikpun

Contoh cerpen cinta romantis singkat, "tak mampu pergi sedetikpun" - Pagi yang cerah tersenyum melihatku terbangun dari tidurku. Kicau burung lovebird memberikan nyanyain untuku di pagi ini. Sedangkan awan berjalan seolah hendak menghampiriku ke sini. 


Sosok kekasih yang sudah membangunkanku dalam genggaman digital menambah kemeriahan suasana hatiku di pagi ini.

Aku berdiri dan kemudian mandi dengan dinginnya air di pagi hari. Begitu segar ketika air menyentuh kulitku. Usai mandi aku keluar dari kamar mandi dan menyisir rambutku. Aku keluar dari kamar dengan begitu cerianya dan menyapa penghuni rumah yang ada di rumah ini.

Mereka tidak tahu mengapa hari ini aku begitu bahagia. Aku bejalan turun melewati tangga dan sambil menyapa ayah dan ibuku yang berada di bawah.”Pagi ayah, pagi ibu”, ungkapku sambil menuruni tangga satu-persatu.

Aku berjalan ke arah ayah setelah berhasil melewati tangga yang membelok ini. Aku duduk di samping ayah dan ibuku,bersiap memulai sarapan. “Ayo sarapan, lalu nunggu siapa lagi..?”, ungkapku bingung melihat ayaku yang belum mengambil nasi dan lauk. “Iya ayo, dari tadi kami nungguin kamu”, ungkap ibuku.

Aku mengambil nasi dan kemudian mengambil lauk. Ayahku juga berbegas mengambil nasi dan kemudian mengambil lauk. Dengan romantisnya ayahku juga mengambilkan makan ibuku. Ibuku tersenyum melihat perhatian yang ditunjukan oleh ayahku.

Kami mulai makan setelah piring sudah terisi nasi dan sayurnya. Dengan lahap kami semua memakan makanan hingga habis. Usai makan aku mengambilkan air di dapur untuk minum kami bersama. Aku menuangkan air ke dalam gelas satu-persatu untuk kami minum. Ayah dan ibuku mengambil gelas yang sudah terisi air tersebut kemudian meminumnya.

Hari sudah semakin siang aku berpamitan dengan ayah dan ibuku. “Ayah, ibu, Vivi berangkat ya”, unkapku sambil mencium tangan kedua orang tuaku. Ibuku tersenyum dan berkata,”Hati-hati ya”. Sementara ayahku tersenyum sambil bersalaman denganku.

Aku keluar dari rumah dengan berjalan untuk menuju teras rumah. Aku mengeluarkan motor dari teras rumah tersebut dan kemudiaan menyalakannya. Dengan sabar aku menunggu hingga mesinnya panas. Sementara itu aku melihat pak satpam sedang asyik membersihkan peralatannya untuk bertugas. Sedangakn pak Selamet yang merupakan tukang kebun rumah sedang begitu giat membersihkan halaman dari rumput liar.

Sambil tersenyum melihat pak Selamet aku berkata,”Yang bersih pak selamet”. Pak selamet berhenti mengunting rumput dan mengalihkan pandangannya kepadaku. Dia berkata,”Iya non Vivi”, sambil tersenyum melihatku.

Mesin motorku yang sudah panas sudah siap untuk aku kendarai. Aku memakai helem dan kemudian berangkat. Tidak lupa tombol telakson aku pencet untuk menyapa para pekerja yang ada di rumahku. Dengan begitu gesitnya pak satpam membukakan pintu untukku. Aku berjalan lagi sambil melihat ke kanan dan ke kiri untuk menyebrang.

Aku menyebrang karena tidak ada kendaraan yang melintas. Dengan perlahan tapi pasti aku mengendara. Yang terpenting bagiku selamat sampai sekolah, bukan waktu yang singkat sampai sekolah. Biar bagaimanapun hidupku lebih berharga, untuk itu aku harus hati-hati dalam mengendarai motor ini.

Di perjalanan aku terjebak macet, aku menurunkan kakiku untuk menyenderkan motorku. Dengan perlahan para pengendara bisa berjalan, dan setelah sedikit jauh ternyata ada cela untuk melewati kemacetan ini. Aku mengambil cela tersebut dan berhasil menghindari kemacetan tersebut.

Aku terus berkendara dengan santai karena pengendara begitu banyak. Tak lama kemudian aku sampai di depan gerbang sekolah. Aku melihat satpam yang sedang sibuk menjaga lalu lintas dan menggiring para murid untuk masuk ke sekolah. Aku masuk ke sekolah dan menuju tempat parkiran.

Aku turun dari motor dan berjalan menuju kelas. Tidak di sangka tidak terduga mataku berubah menjadi gelap seketika. Sebuah tangan menutupiku dari belakang. “Hayo tebak”, ungkap suara laki-laki tetapi dibuat-buat. Aku bingung siapakah gerangan yang menutup mataku dengan tangan yang ada di belakangku.

Dia melepaskan tanganya dan ternyata kekasihku. Aku mencubitnya dengan sangat keras dan kemudian lari ke kelas. Sementara itu aku melihat kekaishku merintih kesakitan. Aku menghentikan langkahku dan berkata,”Emang enak, ayo kejar kalau bisa”. Aku berlari lagi dan dia mengejarku yang sedang berjalan.

Aku terus berlari dan masuk ke kelas dan bersembunyi di balik lemari yang menyimpan buku. Dia masuk ke kelas dan mencariku sambil meliihat ke kanan dan ke kiri.  Aku tertawa karena dia tidak juga menemukanku. Dia keluar karena tidak menemukanku dan masuk ke kelasnya. Aku keluar dari tempat persembunyianku dan duduk dengan santai di kursi tempat dudukku.

“Hayo..! mau kemana kamu”, tiba-tiba muncul dari pintu. Aku terkaget kerena kekasihku belum pergi ke kelasnya dia hanya mengumpat. Aku berdiri dan berusaha menghindar. Dengan tersenyum aku berkata,”Kita damai aja ya”, sambil berjalan mudur ke arah barisan bangku paling belakang.

“Gak ada damai”, ungkapnya sambil terus menghampiriku hingga kebelakang. Kini aku terpojok dan tidak bisa lari lagi. Dengan wajah memelas aku berkata,”Masa kamu tega si mau cubit cewe cantik kaya aku”.

“Milih di cubit apa di keplak”, ungkap kekasihku.
“Gak milih”, sambil tersenyum tertahan melihat kekasihku.
“Keplak ya”, ungkap kekasihku sambil mengangkat tangannya.

Sementara itu aku menunduk dan melindungi kepalaku dengan tanganku sambil berkata,”Ampun”. Begitu bersiap sekali aku menahan keplakan dari kekasihku. Tetapi lama aku menungu tangannya tidak mendarat juga. Aku melihatnya dan ternyata dia sudah pergi dan tidak ada lagi di depanku.

Hati begitu kesal dikerjain lagi oleh kekaishku. Tetapi meski demikian hubungan kami tetap romantis, mekipun ekspresi yang di tunjukan begitu marah. Bagiku ini adalah sebuah hiburan yang hanya aku dapatkan di sekolah dengan kekasihku.

Aku duduk kembali setelah di kerjain sama kekasihku. Aku mulai mengeluarkan buku dan sebuah pulpen untuk menyambut datangnya peroses belajar. Tak lama kemudian guru masuk ke ruangan kami dan mulai memberikan materi.

Tidak berbeda denganku muka guru juga tampat ceria hari ini. Hal itu membuatku lebih bersemangat lagi dalam mengikuti pelajaran hari ini. Guru mempersilahkan kami untuk berdoa sesuai ajaran dan kepercayaannya masing masing. Dengan hikmat aku dan rekan sekelasku menundukan kepala sejenak agar di beri kemudahan dalam proses belajar.

Guru mulai berdiri dan menulis di papan tulis, sementara murid menulis dengan begitu sabar. Berbeda dengan aku yang terfikir dengan kejadian tadi ketika baru berangkat sekolah, Tak Mampu Pergi Sedetikpun. Hatiku begitu bahagia sekali bisa bercanda-tawa dengan kekasihku. 

Inilah mengapa aku tidak bisa berpaling darimu. Karena semua yang ada di pikiranku semuanya tentang dirimu. Semoga saja hubungan kita di beri umur panjang. 

Aku dan kamu akan terus saling menyayangi hingga akhirnya tua nanti. Kita akan berlayar di atas lautan cinta bersama dan akan menaklukan ombak yang ganas, hingga bahagia tiba pada saatnya. Karena aku tidak bisa lepas darimu. 

--- oOo ---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top