Maafkan Aku Ayah, Cerita Pendek Anak Durhaka

Contoh cerita pendek tentang anak durhakaMaafkan Aku Ayah” adalah sebuah koleksi terbaru di situs ini. Cerpen ini memiliki pesan yang bagus sebagai bahan renungan bagi setiap anak. Meski diangkat dengan gaya yang cukup sederhana namun karya ini mampu memberikan kesan yang tegas dan menghibur.

Ilustrasi: Cerita Anak Durhaka
Gaya penceritaan yang sederhana dan polos memang begitu terlihat dalam karya ini, tidak berbeda dengan banyak karya terdahulu. 

Bisa dirasakan bahwa tujuan utama penulis sebenarnya adalah memberikan nasehat atau pesan moral kepada para pembaca. Meski dikemas dalam kisah yang cukup menarik namun nuansa itu sangat kental terasa.

Karya ini akan menjadi salah satu cerita pendek bertema anak durhaka yang cukup mudah untuk dipahami. Diksi yang umum dan susunan kalimat yang jelas membuat karya ini seperti sebuah karangan biasa yang tujuannya untuk menceritakan sebuah kejadian.

Hampir sama dengan karya pendahulunya, cerita pendek berikut tidak begitu terasa dalam hal penggunaan gaya bahasa yang berlebihan atau majas-majas tertentu yang biasa hadir dalam sebuah cerpen. Namun begitu karya ini tidak kehilangan makna dan cukup pantas untuk dijadikan sebagai bahan bacaan di kala senggang. Tidak usah lama-lama, silahkan dibaca.

Maafkan Aku Ayah
Cerpen Anak Durhaka

Aku Ari, aku adalah siswa SMA Negeri Bandung. Keseharianku kuhabiskan untuk main dan bersekolah. Bagiku bermain dengan teman dan bercanda tawa adalah suatu yang hal  menyenangkan. Aku bahkan sudah lupa dengan keluarga bila memang sudah campur dengan temanku.

Bermain dengan temanku selalu kulakukan sepulang sekolah. Sepulang sekolah aku hanya pulang untuk makan dan berganti pakaian, setelah itu pergi untuk bersenang-senang dengan temanku. 

Dengan berkumpul dengan teman-temanku banyak yang bisa aku lakukan,: bermain play station, sekedar nongkrong, bermain sepeda, dll. Itulah yang membuatku betah berlama-lama bermain dengan temanku.

Hal tersebutlah yang membuatku tidak jarang mengabaikan orang tuaku. Aku sering mengabaikan perintah-perintahnya; perintah untuk membantu ibu, perintah untuk belajar sepulang sekolah, dan perintah untuk tidak terlalu kebanyakan main.

Aku belum sadar tentang apa maksud larangan-larangan yang dilontarkan ayahku, aku merasa ayahku tidak seperti ayah yang lain, yang bisa membiarkan anaknya senang bermain secara bebas.

Pada suatu ketika sepulang sekolah aku pulang kerumah, sementara itu ayahku sudah duduk di ruang tamu. Aku pun langsung masuk kamar untuk mengganti pakaianku dengan pakaian untuk main. 

Setelah itu aku keluar dari kamar dan bersiap untuk pergi bermain, sementara itu ayahku yang sedang duduk di ruang tamu berkata,”Mau kemana kamu..??!!!”.  Aku pun menghentikan langkahku dan berkata,”Main lah yah”.

Ayah,”Berapa kali si bapak harus bilang sama kamu, jangan terlalu banyak main, lihat ibu kamu tu sibuk sendirian di rumah butuh bantuan, kamu malah main mulu”.

Aku,”Yah, aku kan udah gede yah, masa iya si ayah tega nyuruh aku di rumah sementara anak-anak yang lain asyik bermain diluar”.

Ayah,”Ngelawan kamu ya dibilangin!!!!, ya udah sana pergi yang jauh gak usah balik ke rumah”.

Aku,”Oke kalau itu mau ayah, aku juga udah males tinggal disini”. Ungkapku sambil masuk kekamar untuk membawa semua pakaianku, setelah itu aku pergi dari rumah.

Aku pun pergi ke rumah temanku, sementara itu temanku sedang asyik menonton televisi. Sesampainya aku di rumah temanku, temanku berkata,”Loh kok kamu bawa tas segala”. Ucap Ardi.

Aku,”Aku diusir sama ayah Di”.
Ardi,”Terus kamu mau tinggal dimana..?”.

Aku,”Kalau boleh si aku mau tinggal numpang sama kamu itupun kalau  boleh”.
Ardi,”Waduh gimana ya, inkan rumah orang tuaku bukan rumahku, jadi aku perlu ijin dahulu dengan orang tuaku”.

Ardi pun izin dengan orangg tuanya, namun orang tuanya tidak berkenan untuk mempersilahkan aku untuk tinggal di rumahku.

Ardi,”Sori Ri, orang tuaku tidak setuju kalau  kamu tinggal disini”.
Aku,”Ya sudahlah gak papa aku cari tempat lainya”.

Aku pun pergi menuju rumah temanku satu- persatu, namun tidak ada satupun yang berkenan untuk mempersilahkan menumpang disekolahnya. 

Aku pun memutuskan untuk tinggal di gardu untuk sementara. Di gardu tersebut aku mulai sadar bahwa keluarga memanglah sangat penting dan aku telah salah telah durhaka dengan keluargaku.

Namun aku malu dengan apa yang kuperbuat kepada ayahku. Hingga suatu saat ibuku menghubungiku lewat ponsel.

Ibuku,”Nak, kamu dimana kenapa kamu pergi, pulang nak, ibu kangen”.

Aku pun tidak menghiraukannya aku pun tetap memutuskan untuk tinggal di gardu tersebut. Hingga kepergianku selama 2 minggu, ibuku menemuiku ke gardu tersebut.

Ibuku berkata,”Nak pulang, nak”. Sambil memelukku.
Aku,” Ibu aku minta maaf, sudah durhaka sama ibu dan bapak”.

Ibuku,”Sudah aku maafkan nak, sekarang kamu pulang ya”.
Aku,”Iya buk, mana ayah buk?”.
Ibuku,”Ayah dirumah nak”.

Aku pun pulang dengan ibuku, sementara itu ayahku sudah dirumah menunggu. Sesampainya aku di rumah aku pun segera bersujud dihadapan ayahku dan berkata,”Aku minta maaf, yah aku sudah durhaka sama ayah”.

Ayahku berkata,”Bangun nak (Sambil mengangkatku dengan kedua tangannya), ayah juga minta maaf sama kamu, sudah sering kasar sama kamu. Tapi sekarang ayah senang kamu sudah berubah”. Sambil memeluku.

Sejak saat itu kehidupanku berubah, aku menjadi anak yang lebih baik dan taat kepada orang tua. Pengalaman masa lampau mengajarkanku bahwa keluarga merupakan orang yang paling penting dalam kehidupanku selain sahabat. 

Aku sadar sahabat memang peduli denganku, tapi kejadian kemarin sahabatku tidak punya kuasa untuk menolongku, karena memang mereka masih dibawah pengawasan orang tuanya.

--- oOo ---

Tentu saja tidak ada batasan dalam menilai atau memberikan apresiasi terhadap suatu karya, apalagi yang masuk kategori karya sastra. Pembaca bisa melihat lebih jauh ke makna yang ingin disampaikan penulis. 

Pembaca juga bisa lebih menitikberatkan pada keindahan unsur kebahasaan yang digunakan. Begitu juga yang bisa dilakukan terhadap karya cerpen anak durhaka di atas.

Pembaca juga bisa mendalami arti dari kisah yang dihadirkan dengan mempelajari bagaimana latar belakang penulisnya. 

Pada intinya, sesuatu diciptakan tentu bukan tanpa alasan, begitu juga dengan cerita-cerita yang ada di situs ini. Ya paling tidak, jika tidak bisa menyentuh lebih jauh dari sisi estetis tapi ada pesan moral yang diusung. 

Back To Top