Contoh Cerpen tentang Ayah, Hati Yang Lembut

Hati yang lembut” adalah salah satu contoh cerpen tema ayah yang menggambarkan bagaimana sebenarnya hati seorang ayah. Kita tahu bahwa seorang ayah biasanya sangat tegas, keras dan tidak memiliki toleransi kepada anak-anaknya. Tapi ternyata, dibalik sikapnya yang keras tersimpan kelembutan.

Tidak semua anak dapat mengerti hal itu, tapi dalam kisah yang dihadirkan cerpen ini anda akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas bagaimana perasaan dan hati seorang ayah. 

Seorang ayah tidak akan pernah peduli bagaimana anaknya menganggap perlakuan nya. Yang ia tahu dan yang ia inginkan hanyalah melindungi anak-anak yang ia kasihi.

Cerpen ini dikemas dari sisi yang berbeda, ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mampu memberikan nuansa nyata kepada para pembaca. Mungkin bukan yang terbaik tetapi kisah yang diangkat cukup menarik untuk dinikmati.

Dengan adanya tambahan cerpen ayah berikut, diharapkan anda yang hobi membaca cerpen tidak perlu susah mencari cerpen yang ingin dibaca. 

Selain itu, seperti biasa tentu saja di akhir pembahasan akan disertakan juga beberapa judul cerpen menarik lainnya untuk tambahan. Anda bisa memilih cerpen mana saja yang ingin dibaca. Sudah, kita baca saja ya cerpen kali ini.

Hati Yang Lembut
Cerpen tema Ayah Oleh Irma

Berbeda dengan ibu, ayah memiliki cara sendiri untuk menunjukkan rasa cintanya kepada anak-anak dan keluarga. Ayah tak kan pernah sesering ibu mengatakan “aku sayang kamu atau kalian”.

Ayah akan lebih sering melarang kamu untuk melakukan ini dan itu, atau dengan kata-kata yang lebih kasar, “pakai baju kok seperti itu, mau jadi apa kamu”, begitulah. Ayah lebih banyak marah ketika anak gadisnya keluar rumah sendiri, ketimbang mengatakannya dengan lembut.

“Puja, mau kemana kamu!!”, jelas ayah melarang aku pergi sendiri, meski itu hanya ke toko untuk membeli beberapa kebutuhan.

Ya, kamu bukan satu-satunya anak yang sering jengkel, marah dan kecewa kepada seorang ayah. Aku juga sama seperti kalian, selalu saja didikte untuk ini dan itu.

“Aku sudah besar Yah, bisa jaga diri!”, tentu saja aku protes dengan perlakuan ayah padaku. Jelas aku marah karena selalu dilarang dan diperlakukan seperti tahanan. Tapi tahukah kamu apa pendapat ibu tentang semua itu.

“Kamu beruntung Nak memiliki ayah seperti itu, itu berarti dia sangat sayang padamu”, ucap ibu membela ayah. “Tapi Bu, aku kan sudah besar, bukan anak kecil lagi”, aku tidak setuju dengan perkataan ibu.

“Puja sayang, justru karena kamu sudah besar maka ayah seperti itu, begitulah seorang ayah, meski kamu bilang dia kasar dan menjengkelkan namun sebenarnya hati ayah sayang sama kamu, hati ayah lembut nak”, bela ibu.

Apa kamu bisa menangkap apa yang dikatakan ibuku? Tidak, sama dengan aku yang tidak setuju dengan ibu. “Ayah egois, ayah tidak sayang aku”, ayah sama sekali tidak mengerti apa keinginan anaknya, jelas aku kesal.

Sebagai seorang remaja, aku memang tidak seperti anak lain. Di usia ku yang hampir 17 tahun ini aku selalu menjadi anak ayah dan ibu, diantar kemana pun, dan tidak boleh ikut atau memiliki acara sendiri. Tapi, benarkah ayah sayang denganku?

“Lalu menurut kamu bagaimana seharusnya ayah menyayangi anaknya?”, tanya ibu padaku ketika aku terus saja mengeluh tentang ayah.
“Ayah kan bisa seperti ibu, lembut, pengertian!”, teriakku jengkel
“Lalu bagaimana ibu dan kamu bisa hidup jika ayah seperti itu Nak?”, jawab ibu membuatku bingung.

Ya, ayah memang tidak sama dengan ibu dan tidak akan pernah sama. Ayah memiliki caranya sendiri untuk menyayangi anak-anaknya, “kenapa ayah tidak memperlakukan ibu seperti ayah memperlakukan aku?”.

Bagaimana pun buruknya perlakuan ayah terhadap anaknya, sungguh itu bukanlah hal yang menjadi tujuan ayah. Dengan nada yang keras itu, ayah menunjukkan bahwa hati ayah sebenarnya lembut.

Dengan membentak, marah dan melarang anak-anaknya, ayah menunjukkan bagaimana besarnya cinta ayah kepada anaknya. Jika kamu ingin tahu bagaimana hati ayah yang sesungguhnya, kamu bisa mengingat bagaimana ketika ayah memperlakukan ketika kamu masih kecil.

Seandainya kamu tahu, ayah akan terbangun di malam gelap menggantikan ibu untuk menjaga bayi kecilnya, melindunginya meski hanya dari gigitan nyamuk. 

Kalau ayah saja tidak ingin seekor nyamuk menggigit kamu lalu bagaimana mungkin ayah ingin ada orang lain yang menyakitimu?

Itu mungkin benar, bukan hanya mungkin tetapi itu memang benar, ayah memiliki beban yang lebih berat dari pada ibu dalam menjaga anak-anaknya. 

Kalau ibu letih ketika mengurus aku, sesekali ibu bisa bersandar di bahu ayah, tetapi ketika ayah letih menjaga ibu dan kamu lalu kepada siapa ayah bersandar kecuali pada dirinya sendiri?

“Nak, Puja, jangan protes jika ayah selalu melarangmu, ketahuilah bagaimana takut ayah kehilangan kamu Nak”, ucap ibu suatu malam. 

Bahkan pernah suatu kali aku melihat ayah menghampiri ibu di ruang tengah sembari membawa foto ku semasa kecil. Saat itulah terlihat bagaimana sebenarnya hati ayahku, dan ayahmu juga tentunya.

Begitulah ayah, mencintai dan menyayangimu dan tidak peduli kamu tahu atau tidak, tidak peduli kamu suka atau tidak. Ayah akan jadi orang pertama yang berdiri di depanmu menantang maut untuk anaknya. Karena ayah hidup hanya untuk kamu.

--- Tamat ---

Tag : Ayah, Cerpen, Keluarga
Back To Top