Kemarin, cerpen tema lucu dan unsur intrinsiknya
sudah ada beberapa yang dibagikan. Namun untuk melengkapi nya kita akan
memberikan satu karya lagi yang cukup pendek lengkap dengan analisis. Supaya
ada lebih banyak pilihan, jadi lebih mudah mencari yang sesuai kebutuhan, benar
bukan?
Memang
terlihat ngotot karena diberikan berturut-turut, hal ini bukan karena apa-apa
tetapi karena ada salah satu rekan yang masih membutuhkan karya cerpen dan
analisisnya sekaligus.
Jadi ya
sekalian saja kita siapkan kisah menarik yang sesuai dengan apa yang sedang
dicari. Karya ini juga masuk dalam kategori humor yang bikin ngakak. Ceritanya
sederhana namun gaya penulis dalam menyampaikannya unik dan memiliki cara
tersendiri.
Kadang dari
pilihan kata yang digunakan pun sudah terkesan konyol dan menghibur. Bahkan
kadang seolah ada seperti menggunakan teks standup comedy yang pendek-pendek,
makin penasan saja bukan?
Ya tapi semua
itu akan kembali kepada pembaca masing-masing. Kadang yang dianggap bagus dan
menarik oleh seseorang tidak berlaku untuk orang lain.
Yang jelas kisah yang diangkat dalam karya ini cukup segar dan gaya bahasa yang digunakan pun tidak begitu membosankan.
Yang jelas kisah yang diangkat dalam karya ini cukup segar dan gaya bahasa yang digunakan pun tidak begitu membosankan.
Anjing Hitam Besar
Cerpen Lucu Singkat tentang Hewan
Angin
berhembus semilir, berputar mengelilingi kepala Purwanto yang plontos, suasana
pagi yang begitu sempurna bagi seorang Purwa, apalagi ia bersantai – duduk di
beranda rumah - ditemani segelas kopi hangat.
“Suasana
seperti ini begitu indah, udara yang sejuk, burung yang bernyanyi dan istri
cantik yang menemani”, ucap Purwa sembari melirik sang istri yang duduk sambil
mengunyah sepotong singkong goreng.
“Alah pak, ini
masih pagi loh, jangan mulai ngelantur dulu… ibu ini kan memang keturunan
bidadari, jadi ya gak usah disesali to…”, ucap Minah sambil terus sibuk
menghabiskan singkong di tangannya.
“We lah ibu, bahasanya itu loh, membingungkan!”, ucap Purwa lagi. Tampak kehangatan dari wajah mereka yang terlihat kosong.
“We lah ibu, bahasanya itu loh, membingungkan!”, ucap Purwa lagi. Tampak kehangatan dari wajah mereka yang terlihat kosong.
“Tapi iya ya
pak… suasana seperti ini hanya satu yang kurang, sayang kita belum punya anak
ya pak…”
“Lah Bu… yang
sabar to, percaya sama Alloh…”
“Iya pak, ibu
juga sabar kok… Ya wis, hari ini bapak kan mau mencari kayu di hutan, jangan siang-siang
lo pak, aku takut kalau bapak ke hutan..”
“Takut gimana
to, ibu kan tidak ikut di hutan… takut kehilangan suamimu yang kayak Arjuna ini
to?”
“Ealah pak… yo
takut benar, iya takut bapak tersesat terus ketemu sama bidadari lain di
sana…!”
“We…. Masih
ada bidadari lain to bu di hutan, bapak kok gak pernah ketemu ya?”
“Bapak…! Awas
ya macam-macam sama ibu…!”
“He… he … he…
iya bu…”
“Iya bagaimana
to, iya mau macam-macam!”
“Yo enggak to
istriku yang cuantik kayak kendang….”
Begitulah, Purwanto
dan istrinya Minah memiliki hidup yang romantis ala film india. Mereka bisa
saling mengisi kesepian mereka dan saling tertawa menutupi gelisah dalam hati
masing-masing.
Purwanto dan
Minah adalah suami istri muda yang sudah tiga tahun menikah tapi tak belum
punya anak. Itulah yang membuat hidup mereka seperti digantung, hidup seperti
kopi tanpa gula, pahit.
Hari itu,
sesuai rencana Purwanto berangkat ke hutan untuk mencari kayu bakar. Ia
bertekad untuk membawakan kayu-kayu terbaik yang bisa ia dapatkan. “Tidak perlu
besar-besar, yang penting kayu keras yang bagus…”, gumamnya dalam hati.
Ia bergegas,
perlahan ia mulai memasuki hutan yang lebat, “loh… kok hutannya lebat begini,
perasaan kemarin tidak seperti ini kok”, gumam Purwa sambil terus melangkah.
Sesekali ia berhenti, melihat dan memilih beberapa ranting pohon yang jatuh.
Matanya
menyapu ke seluruh arah, satu persatu pohon besar tak luput dari pantauan, ia
terus mencari ranting kering yang akan dikumpulkan. “Kok, sepi… gak ada ranting
yang jatuh begini ya?”
Sampai tengah
hari ia terus menyusuri hutan mencari kayu bakar. Baru beberapa batang yang ia
kumpulkan, belum cukup untuk persediaan beberapa hari. Ia pun terus mencari, sampai
akhirnya ia sadar langkahnya sudah terlalu jauh.
“Lumayan, ini
sudah agak berat, lebih baik aku kumpulkan ranting ini bersama yang lain”,
gumam Purwanto. Tiba-tiba ia ingat istrinya, ia pun berencana mengumpulkan kayu
yang didapat dan segera pulang.
“Loh, dimana
kayu yang aku kumpulkan tadi, perasaan tadi di bawah pohon ini”, wajah Purwa
tampak bingung, ia bergegas kesana-kemari, nihil, kayu yang ia kumpulkan
sebelumnya tak juga kelihatan sampai akhirnya ia sadar bahwa ia sudah terlalu
jauh masuk ke dalam hutan.
“Waduh,
jangan-jangan aku sudah terlalu jauh”, ucapnya mulai gusar. Menyadari lokasi
yang tak ia kenali ia pun panik. “Ah, sial, aku telah tersesat di tengah hutan,
bagaimana ini…!”
Tentu saja ia takut
dan sangat takut. Ia pun berjalan begitu cepat, setengah berlari mencari jalan
yang tadi ia lalui. Sambil berjalan ia berteriak-teriak "Halo… bidadari, apakah
di sini ada orang? Tolong… tolong aku!", teriak Purwa teringat perkataan
istrinya bahwa di hutan masih ada bidadari lain.
Lama ia
berlari ke sana kemari, menyusuri setapak tapi ia justru semakin dalam ke
hutan. Tengah hari, tapi terlihat matahari sudah mulai condong ke barat,
Purwanto masih belum menemukan jalan pulang.
Nafas-nya
mulai tersengal, ia berlari sambil terus berteriak, sampai tiba-tiba ia merasa
ada seseorang yang mengikutinya.
Perasaan takut
menyergap, ia pun menolah, begitu menoleh, ia melihat seekor anjing hitam besar
tepat di depannya.
"Siapa
yang berteriak-teriak di sini? Hayo, bilang siapa! Gak tahu ada yang lagi tidur
apa, ganggu tidurku aja…!" ucap sang anjing itu dengan wajah marah.
"Aku......
aku nyasar, tersesat." Ucap Purwa kalang kabut. Berbagai perasaan
berkecamuk di hatinya, senang, takut, syok mendapati seekor anjing bisa
berbicara.
"Jadi,
kamu tadi yang ribut-ribut," teriak anjing hitam itu lebih kencang dan marah.
"Iya, aku
harap ada yang mendengar......" jelas Purwa dengan hati berdebar-debar.
"Ya, sekarang
aku sudah mendengar. Bagaimana, apa kamu sudah merasa jauh lebih tenang?",
ucapnya sambil berlalu begitu saja.
---
oOo ---
Bagaimana
kisah di atas, cukup menarik kan? Loh, kenapa, kok belum dibaca sih, dibaca
dulu gih sana kalau belum, cerpen ini kan khusus untuk anda.
Nah, kalau yang sudah selesai menikmati kisah di atas bisa ke bagian selanjutnya, yaitu membahas lebih jauh mengenai unsur dalam sebuah cerpen.
Nah, kalau yang sudah selesai menikmati kisah di atas bisa ke bagian selanjutnya, yaitu membahas lebih jauh mengenai unsur dalam sebuah cerpen.
Ya, karena
kita cerpen
lucu singkat dan unsur intrinsiknya maka kita akan mengkaji lebih jauh mengenai
berbagai unsur yang ada dalam karya berjudul “anjing hitam besar” di atas.
Analisa ini akan khusus mengupas mengenai unsur cerpen yaitu unsur intrinsik,
berikut selengkapnya.
Cerpen
Anjing
Hitam Besar Lucu
A. Seputar tema
Analisa
pertama yaitu mengenai tema yang dibahas dalam cerita pendek tersebut.
Bagaimana dengan temanya, apa tema cerpen tersebut? Cerpen berjudul “anjing
hitam besar” memiliki tema humor, kehidupan.
Seluruh rangkaian kisah yang diceritakan mengisahkan kejadian lucu yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
Seluruh rangkaian kisah yang diceritakan mengisahkan kejadian lucu yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
Di mulai dari
bagian awal, sudah diceritakan kelucuan dalam percakapan antara kedua tokoh
dalam cerpen. Sampai pada bagian inti cerita pun demikian, kelucuan tentang hal
kehidupan yang kadang terjadi.
B. Seputar tokoh dan Penokohan
Dalam cerpen ini
ada dua tokoh, pertama yaitu Purwanto dan yang kedua adalah istrinya yaitu yang
bernama Minah.
Purwanto dan Minah adalah sepasang suami istri. Purwanto dilukiskan sebagai sosok suami yang sayang kepada istri, sabar dan bisa menghibur istrinya.
Purwanto dan Minah adalah sepasang suami istri. Purwanto dilukiskan sebagai sosok suami yang sayang kepada istri, sabar dan bisa menghibur istrinya.
Purwanto juga
digambarkan sebagai sosok yang sayang kepada istri dan juga seorang suami yang
romantis. “Suasana seperti ini begitu indah, udara yang sejuk, burung yang
bernyanyi dan istri cantik yang menemani”, penggalan kalimat dari Purwanto
tersebut menunjukkan betapa romantis dia.
Minah sendiri
di gambarkan sebagai sosok istri yang pengertian dan bisa membawa diri dan juga
suka humor atau bercanda. “… ibu ini kan memang keturunan bidadari, jadi ya gak
usah …”, kalimat itu juga menggambarkan sifat yang suka humor.
Selain itu,
Minah juga digambarkan sebagai seorang istri yang sabar dalam menjalani cobaan
hidup. Hal itu bisa dilihat dari penggalan kalimat berikut: “Iya pak, ibu juga
sabar kok… Ya wis, hari ini bapak kan mau mencari kayu di hutan…”.
Selain dua tokoh tersebut ada juga tokoh lain yang muncul
di akhir kisah yaitu si-anjing hutan. Anjing tersebut digambarkan sebagai hewan
yang bisa berbicara, bertubuh besar dan berwarna hitam.
Ia digambarkan sebagai makhluk yang mudah marah, tidak sabar dan kurang peduli dengan makhluk lain serta suka mementingkan kepentingan sendiri atau egois.
Ia digambarkan sebagai makhluk yang mudah marah, tidak sabar dan kurang peduli dengan makhluk lain serta suka mementingkan kepentingan sendiri atau egois.
Purwanto berperan
sebagai tokoh protagonis sedangkan istinya berperan sebagai tokoh tritagonis.
Anjing yang ada di hutan tersebut merupakan tokoh antagonis yang terlibat konflik
langsung dengan tokoh utama.
Selanjutnya, penokohan
sifat atau watak tokoh di atas disampaikan oleh penulis secara dramatik yaitu
disampaikan dengan tidak langsung, perwatakan dapat dilihat tersirat melalui
kehidupan atau tingkah laku si tokoh dalam cerita.
C. Seputar alur
(plot)
Alur yang
dipilih oleh penulis adalah alur maju. Dengan alur maju, penulis menceritakan
cerita secara urut dari awal hingga akhir kejadian. Pertama penulis
menggambarkan keadaan sepasang suami istri di rumahnya. Baru setelah itu mulai
muncul akar masalah sampai pada konflik puncak yang dialami oleh tokoh utama.
D. Seputar setting
(latar)
Untuk
menggambarkan dan memberikan kesan yang nyata kepada pembaca, penulis
memberikan setting yang cukup jelas. Pertama yaitu setting tempat yaitu di
rumah, di beranda rumah dan juga di tengah hutan. Penggambaran latar tempat
kejadian bisa dilihat dari beberapa penggal cuplikan berikut.
“… suasana pagi yang begitu sempurna bagi
seorang Purwa, apalagi ia bersantai – duduk di beranda rumah - ditemani segelas
kopi …”
“Ia bergegas, perlahan ia mulai memasuki
hutan yang lebat, “loh… kok hutannya lebat…”
Untuk setting
waktu, ada beberapa waktu kejadian yang ada dalam cerita yaitu pagi hari
seperti terlihat pada kutipan di atas dan juga tengah hari atau siang. Untuk
lebih jelas mengenai latar waktu tersebut silahkan lihat penggalan kutipan
berikut!
“Tengah hari, tapi terlihat matahari sudah
mulai condong ke barat, Purwanto masih belum menemukan jalan pulang…”
Terakhir
mengenai latar suasana, ada beberapa yang bisa dilihat dengan jelas yaitu
pertama suasana bahagia dan santai; terlihat ketiga tokoh utama sedang berada
di rumah bersama istrinya. Yang kedua adalah suasana takut dan cemas ketika
tokoh utama tersesat di hutan.
E. Seputar sudut
pandang pengarang (point of view)
Dalam
menceritakan kisah di atas, penulis menempatkan dirinya diluar cerita. Artinya
penulis tidak terlibat langsung dalam kisah yang diceritakan melainkan sebagai
orang lain yang menceritakan kisah tersebut.
Itu berarti,
dalam cerpen ini penulis menggunakan sudut pandang orang kedua tunggal, seperti
bagaimana ia menyebutkan berbagai tokoh yang ada dalam cerita.
F. Seputar gaya
bahasa
Bahasa yang
digunakan dalam cerpen ini merupakan bahasa sehari-hari yang sederhana dan
mudah dimengerti. Dalam hal ini, pengarang juga menggunakan gaya bahasa dalam
menyampaikan tulisan seperti penggunaan diksi, majas, dan pemilihan kalimat yang
tampak begitu alami dan mengalir apa adanya.
Tampak dalam
karya di atas pengarang juga menggunakan beberapa majas seperti dapat dilihat
pada kutipan: “… udara yang sejuk, burung
yang bernyanyi dan istri …”, dalam hal ini pengarang menggunakan
personifikasi yaitu membandingkan burung dengan manusia yang bisa bernyanyi,
padahal burung tidak bisa bernyanyi.
Selain itu,
penulis juga menggunakan majas pertentangan yaitu seperti terlihat dalam
penggalan kalimat: “Alah pak, ini masih
pagi loh, jangan mulai ngelantur dulu… ibu ini kan memang keturunan bidadari,
jadi ya gak usah disesali to…”, padahal sebenarnya bagaimana mungkin orang
akan menyesal jika memiliki istri keturunan bidadari yang cantik, tidak ada
bukan?
G. Seputar amanat
(moral value)
Pesan atau
amanat yang ada dalam cerpen lucu di atas adalah tentang kehati-hatian. Dari
cerita yang disampaikan penulis seolah ingin menyampaikan bahwa dalam melakukan
segala hal hendaknya orang harus selalu berhati-hati.
Penulis juga
seperti ingin menekankan bahwa nasehat seorang istri – untuk berhati-hati –
hendaknya tidak dianggap angin lalu.
Seperti yang terjadi pada Purwanto, padahal sudah diingatkan untuk hati-hati agar tidak tersesat tetapi akhirnya tersesat juga.
Seperti yang terjadi pada Purwanto, padahal sudah diingatkan untuk hati-hati agar tidak tersesat tetapi akhirnya tersesat juga.
Itulah tadi
sedikit analisa unsur intrinsik untuk cerpen di atas. Tidak sempurna, tetapi
setidaknya analisa di atas bisa menjadi bekal awal untuk yang ingin belajar
menganalisa sebuah cerpen singkat. Mudah-mudahan bisa bermanfaat dan berkenan
di hati pembaca semua.
Lain waktu akan kita tambah lagi karya lain yang lebih lucu. Analisa cerpen juga akan terus ditambah akan para pembaca semua bisa mendapatkan hiburan sekaligus bahan belajar yang lebih beragam. Itu saja kali ini, terima kasih dan selamat menikmati kisah selanjutnya.
Lain waktu akan kita tambah lagi karya lain yang lebih lucu. Analisa cerpen juga akan terus ditambah akan para pembaca semua bisa mendapatkan hiburan sekaligus bahan belajar yang lebih beragam. Itu saja kali ini, terima kasih dan selamat menikmati kisah selanjutnya.