Bisa dikatakan, cerpen berjudul "furniture" berikut ini merupakan salah satu cerpen pengalaman yang cukup menarik. Cerpen ini mengisahkan pengalaman sukses seseorang setelah menuruti nasehat sang ayah dalam menjalankan bisnis.
Dalam cerita pengalaman pribadi ini dikisahkan seorang anak yang sudah sering gagal dalam menjalankan bisnis.
Pada akhirnya, karena memang ia memiliki jiwa bisnis yang kuat seperti sang ayah akhirnya ia pun merasakan kesuksesan yang diinginkan.
Namun demikian, kesuksesan yang telah diraih ternyata hanya semua dan itu menghantarkan dia kepada kegagalan yang lebih dalam.
Pada akhirnya, dengan terpaksa dan dengan kesadaran yang ia miliki dari sang pasangan ia pun menyerah.
Bukan menyerah dan tidak lagi berjuang tetapi menyerah pada nasehat dan saran sang ayah. Di jalan yang ayahnya siapkan itulah akhirnya ia menemukan kesuksesan yang sebenarnya. Pokoknya ceritanya menarik, dijamin menyesal kalau tidak membacanya.
Pada akhirnya, karena memang ia memiliki jiwa bisnis yang kuat seperti sang ayah akhirnya ia pun merasakan kesuksesan yang diinginkan.
Namun demikian, kesuksesan yang telah diraih ternyata hanya semua dan itu menghantarkan dia kepada kegagalan yang lebih dalam.
Pada akhirnya, dengan terpaksa dan dengan kesadaran yang ia miliki dari sang pasangan ia pun menyerah.
Bukan menyerah dan tidak lagi berjuang tetapi menyerah pada nasehat dan saran sang ayah. Di jalan yang ayahnya siapkan itulah akhirnya ia menemukan kesuksesan yang sebenarnya. Pokoknya ceritanya menarik, dijamin menyesal kalau tidak membacanya.
Furniture
Cerpen Oleh Irma
“Sudahlah Ton, apalagi yang kamu cari? Kamu sudah lebih dari
sepuluh kali gagal, kenapa tidak melanjutkan bisnis ayahmu saja?”, ucap Wanti
yang tak tega melihat kekasihnya selalu gagal dalam bisnis.
Dalam hati kecilnya, sebenarnya Tono ingin juga melanjutkan
bisnis yang sang ayah. Tetapi ada rasa malu dan gengsi untuk melakukannya,
padahal sang ayah pun sudah memberikan kuasa penuh bagi Tono untuk melanjutkan
bisnis tersebut.
“Satu kali lagi, kali ini aku yakin pasti akan berhasil”,
ucap Tono dengan penuh percaya diri. Kalau sudah begitu, Wanti tidak bisa
berbuat banyak. Sebagai seorang kekasih ia hanya bisa mendukung apa yang
menjadi pilihan Tono.
Kali ini Tono mencoba menjajal bisnis di bidang peternakan. Ia
mengumpulkan sisa – sisa modal yang masih ia miliki untuk membeli beberapa kambing
etawa. Bisnis ini dipilih karena di daerahnya masih banyak lahan untuk peternakan.
Tono memang memiliki jiwa bisnis dan pekerja keras, jadi
wajar jika dalam satu tahun ia sudah bisa menjalankan bisnis baru tersebut dengan
baik. Usahanya sudah mulai berkembang, Wanti mulai merasa lega karena kali ini
Tono sudah memiliki penghasilan yang cukup banyak.
Hari terus berjalan, bisnis Tono semakin di besar. Bahkan dari
bisnis tersebut beberapa pelaku bisnis lain juga mulai melirik padanya. Ada
beberapa pengusaha yang juga terlihat iri dengan kesuksesan Tono tersebut.
Tono menjadi peternak muda yang cukup sukses sampai akhirnya
timbul persaingan diantara pelaku usaha lain. Awal persaingan adalah karena
banyak peternak yang kesulitan menjual ternak dengan harga yang sesuai karena
pasokan yang semakin berlimpah dari peternakan Tono.
Dua tahun berlalu, Tono sibuk dengan bisnisnya sementara
sang ayah sudah semakin renta. Ayahnya, meski sudah cukup tua, tetap memaksakan
diri untuk mengurus bisnis furniture yang dimiliki. Tentu saja, kondisi fisik
sudah tidak memungkinkan hingga suatu hari sang ayah pun jatuh sakit.
Tiga bulan berlalu, tepat di bulan Mei berbagai pesanan
sudah mulai terbengkalai karena ayah Tono harus istirahat total di rumah karena
penyakitnya. Banyak pesanan furniture rumah minimalis yang terlantar sehingga
batal. Bahkan untuk furniture jati minimalis yang biasanya paling laris pun
mulai berkurang.
Bisnis yang dijalankan ayahnya pun mulai meredup. Tentu saja
sang ayah terlihat begitu gelisah, sedih dan kecewa karena banyak karyawan yang
tergantung pada bisnis itu. Melihat usahanya yang semakin terpuruk suatu hari
ia pun memanggil anaknya.
“Ton, bagaimana bisnis kamu?”, ucapnya
“Bagus Yah, omzet ku semakin bertambah dari bulan ke bulan”,
jawabnya dengan bangga
“Bagus kalau begitu…” jawab ayahnya singkat
“Ayah bagaimana keadaan ayah, sekarang sudah baikan?”, tanya
Tono
“Ya, begini nak…” jawab sang ayah
Tono terdiam di sisi sang ayah sambil sesekali memijat kaki
sang ayah. Ada perasaan yang bergejolak di dalam hatinya melihat sang ayah yang
dulu perkasa dan selalu melindunginya kini hanya bisa terbaring di tempat
tidur.
“Ton, boleh ayah bertanya sesuatu?”, ucap sang ayah
“Iya, ada apa Yah?”, jawb Tono
“Apa sudah tidak mungkin untuk kamu melanjutkan bisnis
ayah?”, tanya ayah
Mendapat pertanyaan itu, Tono tidak segera menjawab. Ia
terdiam dan menatap sang ayah dengan lekat. Tidak seperti biasanya, Tono tidak
bisa mengucapkan langsung kalimat penolakan yang biasa ia ucapkan.
“Apa yang ayah harapkan dari Tono?”, tanya Tono kemudian
“Ayah sudah senang melihat usahamu sukses Nak, tapi ayah
benar-benar tidak tahu bagaimana caranya tetap mempekerjakan anak-anak, para
karyawan di furniture jepara yang ayah miliki.”, ucap sang ayah. “Kamu sendiri
tahu bagaimana keadaan bisnis ayah itu”, lanjutnya.
Sekali lagi, Tono hanya bisa terdiam, ada suatu perasaan
berat yang menahannya untuk berkata-kata lebih jauh.
“Nak, ayah tidak akan memasamu seperti dulu, kamu sudah
cukup berpengalaman, kamu sudah cukup pandai untuk menentukan pilihanmu sendiri.
Ayah hanya minta, kalau bisa, ayah titip anak-anak, jangan biarkan anak-anak
terlantar”. Jelas ayah Tono
Beberapa hari kemudian terjadi kejadian yang cukup
mengejutkan. Tono mendapati beberapa kambing miliknya tiba-tiba mati. Sebelumnya
tidak ada kejadian apapun, semua perawatan ternak dilakukan seperti biasa.
Selang beberapa hari kematian ternak semakin merajalela,
setiap hari ada saja kambing yang mati. Jelas saja Tono mulai cemas. Ia telah
mencoba langkah apapun yang ia tahu untuk mengetahui penyebab kematian
ternaknya namun sampai ternaknya tinggal sebagian pun dia belum menemukan
apapun.
Di rumah ayah Tono mendengar kabar tersebut. Ia terlihat
sedih dan sangat terpukul, ia kasihan dengan anak lelakinya tersebu. Di saat
bisnisnya dalam kondisi tak jelas, bisnis Tono yang tadinya bagus pun harus
mengalami masalah yang sangat berat. Sampai suatu hari, ia memanggil Tono.
“Nak, apapun yang terjadi, jangan pernah menyerah,
kesuksesan tidak akan datang dari satu sisi. Sekarang ayah tidak bisa mewariskan
apa-apa lagi untuk kamu. Tetapi, jika kamu membutuhkan, ayah memiliki karyawan
yang benar-benar dapat dipercaya, bertanggung jawab dan bisa menjalankan
pekerjaannya dengan hati. Kamu bisa minta bantuan mereka jika membutuhkan,
mereka pasti membantumu”, ucap sang ayah.
Pada malam harinya, pemilik bisnis kawakan yang sangat
terkenal dengan karya furniture minimalis-nya pun menghembuskan nafas terakhir.
Dunia furniture jati di kota itu pun berduka.
Di tengah kondisi yang begitu buruk, hanya ada Wwanti yang
menemani Tono. Dengan sabar ia meneguhkan perasaan sang kekasih hingga akhirnya
Tono bisa menerima semua musibah tersebut.
Memulai semuanya dari nol, akhirnya Tono pasrah, dengan
modal wejangan dari sang ayah ia menghidupkan kembali bisnis warisan keluarga. Ia
ingat bahwa keinginan terakhir ayahnya adalah tetap menghidupi karyawan yang
pernah membantunya.
Tono pun akhirnya menghubungi satu persatu karyawan
kepercayaan mendiang sang ayah. Ia mengutarakan niatnya untuk melanjutkan
berkarya di bidang furniture. Ia mohon dukungan dan arahan serta kerja sama
mereka untuk mewujudkan impian sang ayah.
Furniture pun akhirnya menjadi bisnis yang ia pilih untuk
dijalankan sampai kapanpun. Berlabel furniture minimalis murah ia akan mencoba
lebih jauh membawa karya warisan sang ayah.
Didampingi oleh Wanti, dengan dukungan penuh karyawan sang
ayah dulu akhirnya Tono pun sukses membuat namanya sendiri di kenal luas.
--- Tamat ---