Jangan salah paham dengan judulnya ya, cerpen kali ini
adalah sebuah cerpen untuk 5 orang. Maksudnya, cerpen ini terdiri dari 5 orang
pemain yang diceritakan. Cerita dalam cerpen kali ini adalah tentang sahabat,
ceritanya cukup menarik dan seru untuk dibaca.
Sebuah fakta dan anggapan yang bertolak belakang, beberapa
orang remaja menganggap mereka adalah teman sejati tetapi sebaliknya perlakuan
mereka tidak mencerminkan seorang teman sejati.
Pada akhirnya, simbol persahabatan sepihak itu pun hancur
karena beberapa remaja itu menerima karma dari perlakuan buruk yang mereka
lakukan.
Dalam cerpen ini kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran berharga bahwa sebaiknya sahabat adalah saling berbagi, saling menolong satu sama lain.
Dalam cerpen ini kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran berharga bahwa sebaiknya sahabat adalah saling berbagi, saling menolong satu sama lain.
Cerita dalam cerpen 5 orang ini ditulis dengan cukup
sederhana menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti.
Namun begitu kisah yang ada dikemas dengan sangat menarik dan menghibur. Bagi anda penggemar cerpen silahkan baca langsung kisah selengkapnya di bawah ini.
Namun begitu kisah yang ada dikemas dengan sangat menarik dan menghibur. Bagi anda penggemar cerpen silahkan baca langsung kisah selengkapnya di bawah ini.
Bukan Sahabat
Sejati
Cerpen oleh Irma
Ana, Rafi, Ida, Cipto dan Nikmah adalah lima remaja dari 5
sekolah berbeda yang mendeklarasikan diri menjadi sahabat sejati.
Tetapi kedekatan mereka sesungguhnya memiliki tujuan masing-masing. Lebih kepada kebutuhan saling melengkapi, akhirnya terjalin sebuah hubungan persahabatan.
Tetapi kedekatan mereka sesungguhnya memiliki tujuan masing-masing. Lebih kepada kebutuhan saling melengkapi, akhirnya terjalin sebuah hubungan persahabatan.
“Hei, kalian bagaimana, ikut undangan besok tidak?”, tanya Ana
kepada Rafi dan Ida. “Undangan apa sih?”, tanya Rafi tampak penasaran dengan
pertanyaan Ana. Ida pun demikian, merasa tidak mendapatkan undangan apapun Ida
pun protes. “Kok aku tidak di undang sih!”, ucap Ida dengan kesal.
Rupanya, Ana membicarakan udangan perkemahan tingkat
propinsi yang akan dilaksanakan seminggu lagi. Tentu saja, Rafi, Ida, Cipto dan
bahkan Nikmah pun juga di undang melalui sekolah masing-masing.
Tapi saat itu, ada hal yang tidak mereka sadari, Cipto dan Nikmah
ternyata tidak bisa mengikuti acara kesukaan mereka tersebut.
Cipto tidak bisa berangkat karena ia sedang di rawat di rumah sakit sedangkan Nikmah harus menggantikan ibunya berdagang di rumah.
Cipto tidak bisa berangkat karena ia sedang di rawat di rumah sakit sedangkan Nikmah harus menggantikan ibunya berdagang di rumah.
Mendapatkan momen kebersamaan yang seru, Ana, Rafi dan Ida pun
sepertinya lupa akan dua orang sahabat mereka. Padahal, Cipto dan Nikmah adalah
teman masa kecil mereka, hanya saja mereka berlima bersekolah di sekolah yang
berbeda karena berbagai alasan.
“Kenapa mereka tidak ada yang kesini ya?”, ucap Cipto sedih.
“Mungkin sedang sibuk”, jawab Nikmah, “aku saja jarang melihat mereka bertiga”,
lanjutnya.
“Mungkin mereka memang tidak ingat dengan kita Nikmah”, ucap
Cipto pelan.
“Jangan bilang seperti itu, mereka kan sahabat kita, tidak
mungkin mereka lupa”, ucap Nikmah. “Tapi, apa kamu sudah memberitahu mereka
kalau kamu sakit”, tanya Nikmah.
“Sudah, lewat sms, tapi tak ada satu pun dari mereka yang
membalas” ucap Cipto pelan.
Satu bulan berlalu, perkemahan telah usai, Cipto pun telah
sembuh sedangkan Nikmah juga sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Saat itu
mereka melanjutkan kegiatan yang tertunda yaitu membuat tugas laporan dari
hasil kunjungan studi wisata yang mereka lakukan tempo hari.
Cipto dan Nikmah sangat rajin mengerjakan tugas, bahkan
dalam satu minggu terakhir mereka sudah hampir menyelesaikan tugas tersebut.
Berbeda dengan tiga teman lainnya, meski berbeda sekolah mereka pun memiliki kegiatan yang tak jauh beda. Tetapi mereka lebih sibuk bermain tanpa memikirkan tugas yang harus dikerjakan. Sampai suatu hari mereka berlima secara tak sengaja bertemu.
Berbeda dengan tiga teman lainnya, meski berbeda sekolah mereka pun memiliki kegiatan yang tak jauh beda. Tetapi mereka lebih sibuk bermain tanpa memikirkan tugas yang harus dikerjakan. Sampai suatu hari mereka berlima secara tak sengaja bertemu.
“Hei, kalian dari mana?”, ucap Ana
“Dari depan, habis print tugas, kalian dari mana?”, jawab
Nikmah
“Kita mau jalan-jalan, eh memang tugas apa sih?” tanya Ida
“Ini, laporan karya tulis, memang kalian tidak ada tugas
seperti ini ya?, jawab Cipto
Ana, Rafi dan Ida pun terdiam, mereka ingat bahwa mereka
juga memiliki tugas yang sama dengan Cipto dan Nikmah. Namun begitu mereka
tetap lebih memilih jalan-jalan keliling mall.
Karena terlalu serius dengan ketiga temannya tersebut, Cipto
tak sengaja terjatuh, kertas tugas yang baru saja dibuatnya berhamburan bahkan
ada yang sampai masuk ke selokan. “Aduh….”, ucap Cipto, “eh tolong bantuin
sih”, lanjutnya.
“Makanya kalau jalan lihat-lihat Cip, kamu ini, sini aku
bantu”, ucap Nikmah sambil memungut kertas-kertas yang tersebar dijalanan.
Bukannya membantu, Ana dan teman lainnya justru menyalahkan
Cipto. “Kamu sih Cip, tidak hati-hati…. Ya sudah, kami duluan ah”, ucap Rafi.
“Eh, kalian ini, ada teman susah bukannya membantu! Malah
pergi begitu saja!”, ucap Nikmah kesal. “Biarlah, mereka kan punya kesibukan
sendiri”, ucap Cipto.
Sebenarnya dalam hati kecil Cipto ia merasa sedih dan tidak
dihargai oleh teman-temannya. Tapi karena meraka juga teman Cipto maka Cipto
pun memaafkan mereka.
Meninggalkan Cipto dan Nikmah, ketiga sahabat itu pun
berlalu begitu saja. Nikmah yang masih kesal karena sikap mereka pun bersumpah
serapah, “awas saja kalian, aku tidak akan sudi membantu kalian jika kalian ada
kesulitan”, ucapnya kesal.
Hari berlalu, Rafi dan kedua sahabatnya belum juga mengerjakan
tugas mereka. Sampai akhirnya Ana, Rafi dan Ida pun kebingungan ketika diminta
untuk mengumpulkan tugas yang diberikan. Sementara Cipto dan Nikmah sudah
selesai mengerjakan tugas itu.
“Waduh, bagaimana ini, aku diminta mengumpul tugas laporan
itu?” ucap Ana
“Benar, di sekolahku juga besok hari terakhir, bagaimana
ini?”, sahut Rafi
“Apalagi aku, teman-teman kelasku sudah selesai semua,
bagaimana ini ada yang punya ide tidak sih?” jawab Ida panik
Mereka bertiga benar-benar bingung, ingin membuat sendiri
tugas mereka tetapi tidak mungkin selesai. Mau melihat tugas orang lain tapi
siapa, sedangkan semua teman di sekolah mereka tidak ada yang mau memberikan
contoh tugas yang mereka kerjakan.
“Kalau begini kita pasti tidak akan ikut ujian”, ucap Rafi
pasrah.
“Iya nih, eh bagaimana dengan Cipto dan Nikmah?”, jawab Ana
“Benar, bagus, itu, kita minta sama Cipto dan Ana saja!”,
teriak Ida dengan semangat
Tanpa berpikir panjang, mereka pun menemui Cipto dan Nikmah
di rumah mereka masing-masing. Cipto sedang tidak ada di rumah, ia sedang
membantu ayahnya di kebun, tinggal Nikmah yang menjadi harapan mereka
satu-satunya.
“Bagaimana ini, yuk kita langsung ke tempat Nikmah aja.
kalau tidak ada kita tunggu sampai dia pulang”, mereka bertiga pun akhirnya ke
rumah Nikmah.
Benar saja, seperti juga Cipto, Nikmah sedang membantu orang tuanya, ia sedang berbelanja menggantikan ibunya yang sibuk di rumah. Sampai sore mereka menunggu Nikmah, sampai sahabatnya itu pulang.
Benar saja, seperti juga Cipto, Nikmah sedang membantu orang tuanya, ia sedang berbelanja menggantikan ibunya yang sibuk di rumah. Sampai sore mereka menunggu Nikmah, sampai sahabatnya itu pulang.
“Kenapa kalian ke sini?”
“Begini Nik, kamu mau meminjam tugas laporan kamu…”
“Apa, laporan, tidak bisa”
“Tolong Nik, kami sudah tidak ada waktu, besok hari
terakhir”
“Ya kalian buat sendiri saja, ini masih sore, sampai nanti
malam juga selesai”
“Ayolah, tolong, kamu kan sahabat sejati kami…”
“Sahabat apa, kalian bukan sahabat sejati, kalian datang
hanya jika kalian butuh…”
“Ayolah Nikmah, maafkan kami kalau kami punya salah, tapi
tolong kami, kali ini saja…”
“Tidak bisa ya tidak bisa…. Kalian ini tuli ya!”, ucap
Nikmah kesal, “makanya jangan main terus”, lanjut Nikmah.
“Salah kalian sendiri, kalian sudah dapat balasan, dapat
karma, aku bukan tidak ingin membantu sama sekali tapi tugas ku sudah di
kumpul. Lebih baik kalian kerjakan sendiri”, jelas Nikmah.
Akhirnya, dengan perasaan hampa, Ana, Rafi dan Ida meninggalkan rumah Nikmah. Kini, tak ada lagi harapan, mereka harus menanggung sendiri ulah dan perbuatan mereka.
Akhirnya, dengan perasaan hampa, Ana, Rafi dan Ida meninggalkan rumah Nikmah. Kini, tak ada lagi harapan, mereka harus menanggung sendiri ulah dan perbuatan mereka.
--- Tamat ---