Hidup Penuh Kesunyian. Hartaku sangat banyak. Aku bingung bagaimana caraku untuk menghabiskan hartaku seorang diri.
Aku begitu iri dengan tetanggaku. Mereka tidak mempunyai harta. Tapi memiliki keluarga yang masih lengkap dan utuh. Ayah, ibu dan anak.
Semenjak meninggalnya suami dan anakku aku seorang diri. Hidup dalam kemewahan yang sunyi. Hampa tak berarti.
Rumah ini terlalu besar untukku sendiri. Mungkin akan terlihat lebih kecil bila anak dan suamiku masih hidup. Terasa lebih sempit, lebih ramai.
Malam ini sudah hal biasa. Aku melewati makan malam sendirian. Sedang pembantuku sudah di dalam kamar beristirahat. Padahal, hanya dia manusia lain di sini.
Begitulah. Aku ingin berbincang-bincang dengan pembantuku. Tetapi aku tidak tega membangunkannya. Ku lihat dia sudah terlalu lelah. Mengerjakan segalanya untukku.
"Drahhg", suara pintu dari kamar pembantuku. "Kau belum tidur Nem..?" ucapku sambil mengunyah. Secuil penganan yang paling setia menemaniku.
"Terbangun nyonya, ngonya belum tidur..?", jawabnya sopan.
"Belum aku sedang makan, kau sudah makan belum ke sinilah makan bersama", ucapku lagi.
Inem mendekat. Ia lantas duduk disampingku. Ia membuat suasana sedikit ramai. Meski tidak seistimewa bersama keluargaku sendiri yang duduk di meja makan ini. Tapi tetap berarti.
"Rumah sebesar ini tetapi tidak ada orangnya Nem", ucapku sambil mengunyah, "sepi, hampa rasanya", lanjutku.
"Rasanya perih sekali Nem. Mungkin benar kata orang, harta tidak bisa membeli kebahagiaan. Hanya keluarga dan orang terkasih yang bisa mengusir kesunyian."
Ucapku sambil menatap kosong ke depan.
"Rasanya perih sekali Nem. Mungkin benar kata orang, harta tidak bisa membeli kebahagiaan. Hanya keluarga dan orang terkasih yang bisa mengusir kesunyian."
Ucapku sambil menatap kosong ke depan.
"Iya Nya, kenapa Nyonya gak nikah lagi saja Nya" ucap Inem.
Aku tersedak, dan mengambil minum.
"Nyonya tidak apa-apa" ucap Inem merasa bersalah.
"Iya saya tidak apa-apa, ya benar Nem tapi aku belum bertemu pasangan yang cocok Nem" ucapku lebih lanjut.
"Yang sabar aja ya Nya, Nyonya pasti ketemu jodoh nyonya" Ucap Inem sambil menatapku dengan sorot mata yang penuh belas kasihan.
---Sekian---