Berikut adalah cerpen menyesal dikemudian hari - Yang akan kita baca sekarang ini adalah satu dari sekian banyak contoh cerpen yg berjudul menyesal di kemudian hari yang sudah dibahas sebelumnya disini.
Cerita pendek ini merupakan cerita yang mengandung nasehat berharga bahwa penyesalan memang tidak akan ada gunanya kecuali kita belajar dari kesalahan yang telah terjadi. Rasa sesal atau penyesalan itu menyakitkan dan hanya bisa dipetik hikmah dan pelajaran atas apa yang terjadi.
Cerpen kali ini tidak terlalu panjang, bisa dikatakan bahwa cerpen ini merupakan cerpen yang sangat singkat jadi tidak akan membosankan. Sama dengan yang lain, kisah ini juga merupakan koleksi terbaru yang ada di situs khusus cerpen ini.
Merupakan karya pribadi yang hanya untuk hiburan saja. Tidak ada maksud khusus apapun dengan adanya cerita ini kecuali hanya untuk menambah bacaan dan bahan renungan kita semua.
Dalam kisah ini kita tidak akan berurusan dengan masalah cinta-cintaan melainkan akan bergulat dengan kisah yang menggambarkan kehidupan.
Seperti biasa, sebelum kita beranjak ke cerita yang dimaksud kita akan melihat beberapa cerita terdahulu yang isinya sama dengan kisah yang akan kita baca.
Beberapa cerita berikut juga menggambarkan rasa sesal dalam hati. Jika berminat bisa dilihat dan di baca langsung melalui tautan yang ada di bawah ini:
1) Cerpen singkat penyesalan cinta
2) Cerpen penyesalan setelah kau tiada
Dua cerita pendek di atas dihadirkan khusus untuk yang sedang mencari cerita pendek dengan tema ini. Jadi dengan dua judul di atas ditambah satu judul yang bisa langsung di baca di bagian bawah maka setidaknya kita memiliki 3 cerpen singkat sekaligus.
Mimpi yang Hilang
Oleh Mandes
"Rajinlah belajar, jangan cuma main dan mementingkan kesenangan belaka, nanti nyesel lho....", itu adalah nasehat orang tuaku yang kini menjadi sesuatu yang sangat pahit untuk dikenang.
Andai saja aku dulu menuruti apa nasehat kedua orang tuaku pasti sekarang ini aku bisa menggapai mimpiku menjadi seorang pengusaha sukses.
Dari kecil aku memang sangat suka dan sangat tertarik pada mereka yang bekerja secara mandiri dan sukses mengatur berapa banyak harga yang bisa didapatkan setiap harinya.
Dari dulu aku ingin menjadi pengusaha yang sukses yang bisa terlepas dari belenggu rutinitas yang membosankan. Aku sangat membenci rutinitas, aku benar-benar tidak nyaman dengan kegiatan yang sama berkali-kali.
Aku selalu saja ingin bebas, terbang kemana saja tanpa beban apapun. Karena itulah aku ingin hidup menjadi seorang pengusaha. Tapi nyatanya, mimpi itu telah hilang entah kemana, hidupku tak lebih baik dari apa yang aku bayangkan.
Orang tuaku bukan tidak tahu dan tidak mendukung akan cita-citaku tersebut. Mereka bahkan berusaha sekuat tenaga untuk mengarahkanku dan membekaliku dengan keahlian dan kemampuan yang aku butuhkan untuk menggapai cita - cita dan mimpiku tersebut.
Mereka tidak ingin aku memiliki mimpi yang hilang ditelan waktu. "Sepanjang kau konsisten, kami akan selalu mendukung", itulah ucapakan kedua orang tuaku saat menyemangatiku.
Tapi untuk menggapai cita-cita ternyata sama sekali tak mudah, parahnya aku bahkan putus asa dan berpaling.
Meski aku tetap menginginkan menjadi pengusaha sukses namun aku tak mampu menyiapkan diriku dengan baik hingga akhirnya aku tidak bisa menjadi sesuatu seperti mimpiku.
"Nak, bangun, udah siang waktunya sekolah....." ibuku mencoba membangunkanku
"Nanti bu.....masih ngantuk...." aku berteriak
Karena bangun siang maka aku terlambat di sekolah, aku pikir biasa saja namun ternyata terlambat merupakan hal yang sangat buruk.
Pertama, saat terlambat aku harus dihukum sebelum bisa masuk kelas. Lelah, berkeringat tentu saja, hal itu membuatku tak nyaman dan tak konsentrasi belajar, akhirnya aku malas mendengarkan penjelasan guru.
Entah karena kebiasaan atau karena kalah dengan rasa malas, aku tetap saja tidak bisa bangun pagi. Satu minggu ini saja aku sudah telat 3 kali, sebuah prestasi buruk untuk calon pengusaha.
"Kenapa kau telat lagi....!" bentak pak satpam
"An....anu pak....." jawabku gugup
"Sudah, kalau tidak niat sekolah pulang saja kamu sanah......!!"
"Tapi pak......."
Pak satpam sama sekali tidak memberikan izin padaku untuk masuk, akhirnya dengan berat hati aku meninggalkan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat itu.
Pulang ke rumah langsung, niatku aku bisa santai di rumah dan ternyata yang ada hanya bosan, jenuh! Tentu saja untuk mengatasi hal itu aku keluar rumah.
Tidak berangkat sekolah dan main di luar rumah ternyata menjadi setengah kutukan bagi aku yang masih duduk di bangku sekolah. Tak ada satu hal baru pun yang menurut batinku berguna, sejenak aku tersadar dan menyesalkan atas kemalasanku.
Di tengah rasa bosan tersebut secara tidak sengaja aku bertemu beberapa gerombolan anak yang sedang nongkrong, mereka seusiaku. Tanpa basa basi aku langsung menyapa mereka....
"Hei, boleh gabung tidak....?" sapaku
"Yoooi bro, napa loe sendirian kayak orang hilang?" tanya salah satu dari mereka
"Terlambat sekolah, di rumah bosan jadi ya gini deh..." jawabku
"Haa.... sekolah!!" jawab mereka sedikit heran
Usut punya urut mereka adalah anak sekolah juga namun mereka sering sekali bolos, mereka tidak suka sekolah yang penuh dengan aturan. Mereka anak-anak orang kaya, kelihatan dari motor yang mereka tunggangi, dan itu memang benar.
Akhirnya, minggu ini adalah awal dari petaka itu, awalnya hanya karena bangun kesiangan aku akhirnya berkenalan dengan anak-anak yang tidak punya masa depan, hanya main, main dan terus bermain tanpa peduli hari esok.
Sehari, dua hari, tiga hari akhirnya aku mulai terbiasa dengan mereka. Aku mulai menikmati setiap aktivitasku bersama teman-teman baruku. Dan kini, rasa sesal sudah tidak ada lagi saat terlambat, bahkan aku sudah sering cari-cari alasan dan membolos hanya untuk nongkrong bersama mereka.
Waktu berjalan terasa begitu cepat, sekarang aku sudah lulus sekolah meski dengan hasil yang kurang memuaskan.
Aku melanjutkan studi di perguruan tinggi swasta yang cukup terkenal tapi seperti saat sekolah bukannya serius belajar untuk menggapai cita-citaku tetapi kegilaankku malah semakin menjadi.
Empat tahun sudah aku menjalani kuliah namun aku belum juga bisa wisuda. Akhirnya aku memilih jalan pintar, aku mencari celah agar tetap bisa wisuda tahun ini meski harus membayar mahal.
Akhirnya, dengan uang aku bisa langsung wisuda dan menyandang gelar sarjana. Disinilah awal aku menyadari bahwa sekarang aku benar-benar tidak memiliki apa-apa yang bisa ku gunakan untuk menggapai cita-citaku. Satu buah kesempatan baru muncul dan tak bisa aku dapatkan.
"Nak, rekan bisnis ayah membutuhkan seorang profesional muda yang mampu mengelola bisnisnya yang baru, kamu bisa ikut seleksi jika ingin mencoba, disana nanti kamu bisa belajar bagaimana mengelola sebuah usaha agar kamu bisa menjadi pengusaha sukses kelak"
Kesempatan itu benar-benar sangat berarti bagiku, tapi saat itu aku mengikuti seleksi dengan berfikir bahwa aku pasti diterima karena yang punya adalah rekan bisnis orang tuaku.
Ternyata, aku ditolak mentah-mentah, aku di anggap tidak memiliki dasar sama sekali sebagai seorang pengelola usaha. "Ya, memang sebenarnya aku memang benar-benar tidak memiliki kemampuan apapun untuk digunakan" ungkapku dalam hati.
Satu kesempatan hilang, kesempatan lain datang, tapi dengan hasil yang sama yaitu gagal dan tidak di percaya.
Akhirnya dengan penuh kecewa aku meminta oran tuaku untuk mendukungku membuka usaha sendiri. Orang tuaku tampak tidak percaya dengan apa yang akan aku lakukan tapi mereka merestui dan mau menggelontorkan modal yang aku butuhkan.
Mendirikan usaha ternyata tak gampang meski itu hanya jualan sekalipun. Baru dua bulan aku bangkrut, 100 juta modal yang dikeluarkan lenyap entah kemana.
Orang tuaku tampak kecewa dan sangat terpukul mengingat modal yang diberikannya merupakan tabungan keluarga.
"Kamu tidak perlu menyerah nak, tetap semangat. Gagal dalam usaha itu biasa yang terpenting adalah bagaimana kamu bisa bertahan..." ucap ibuku membesarkan hatiku yang sedang runtuh
"Iya bu..." jawabku singkat
"Apa kamu mau mencoba membuka usaha lain..?" tanya ibu
"Aku akan coba membuka usaha lain, tapi...." jawabku terputus
"Ya sudah, ibu dan ayah akan terus mendukungmu sekuat tenaga, sekarang kamu sudah dewasa jadi kamu bisa belajar banyak...." lanjut ibu
"Tapi bagaimana dengan modalnya bu.... aku...." kata-kataku kembali tertahan
"Kamu lihat aja sendiri di tabungan kita, sepertinya rekening tabungan kita sudah disiapkan oleh ayahmu..." lanjut ibu.
Benar saja, setelah ibu pergi aku beranjak ke meja kerja ayah, disana sudah disiapkan rapi dua buku tabunan sekaligus lengkap dengan kartu atm.
Aku benar-benar terharu, ternyata orang tuaku begitu sabar dan masih mau membantuku meski aku tidak pernah menuruti nasehat mereka. Tiba-tiba ada rasa enggan untuk menggunakan tabungan ini dan merepotkan mereka.
Tapi akhirnya aku menuju bank untuk mengambil modal yang aku butuhkan dari dua rekening tersebut. Tak disangka, di tabungan tersebut yang tertera atas namaku sendiri hanya tersisa 5 juta rupiah. Akhirnya ku urungkan niatku untuk mengambil uang itu.
Sesampainya di rumah kedua orang tuaku sedang duduk aku pun langsung menghampiri mereka.
"Tabungan ini kosong, hanya ada uang 5 juga, bagaimana bisa cukup buat modal usaha...." ucapku
"Iya nak, ayah lupa, tabungan ini sebagian sudah diambil untuk membeli motor baru kamu...., jadi memang tinggal segitu...." jawab ayah
Aku hanya terdiam, pusing dan benar-benar tidak tahu harus berbuat apa...
"Ayah sudah tidak punya tabungan dan harga berharga lain, satu-satunya tabungan dan harga ayah hanya kamu karena selama ini pun semua ayah berikan untuk kamu nak.... kalau tidak dipakai uang tabungan itu bisa ayah gunakan untuk menyambung hidup, tapi jika kamu mau kamu bisa menggunakannya sebagai modal usaha...." lanjut ayah
"Dengan lima juga mau usaha apa yah,..." jawabku
"Ayah tidak tahu, yang ayah tahu modal itu bisa digunakan untuk membuka usaha apapun asal kamu bisa dan tahu caranya..." jawab ayah sembari pergi meninggalkan kami berdua
Ibuku yang sedari tadi hanya terdiam hanya bisa menepuk bahuku, "ingat nak, kamu adalah laki-laki, kebanggan dan penerus cita-cita kami, kami percaya kamu bisa mewujudkannya, jangan patah semangat ya..." ucap ibu pelan.
Inilah yang dikatakan "menyesal di kemudian hari". Jika aku rajin belajar dan jika aku mendengarkan nasehat orang tuaku mungkin modal 100 juta tidak akan lenyap begitu saja, mungkin bahkan aku sekarang telah menjadi seorang pengusaha muda yang sukses.
Tapi, ya itulah hidup, selalu ada hikmah di balik kejadian yang dialami. Kini, aku harus mengulang dan memulai semuanya dari awal. Aku harus kembali belajar dan menabung agar aku bisa mewujudkan impianku dan membanggakan kedua orang tuaku.
--- Tamat ---
Kalau saja cerpen menyesal dikemudian hari ini kita baca dengan seksama maka kita akan mendapatkan pesan yang sangat berharga. Pertama karena kita tidak akan bisa mengulang waktu jadi penyesalan hanya akan menyisakan luka.
Kedua, masa muda adalah masa yang sangat penting untuk meletakkan pondasi kesuksesan kita dimasa depan, jika saat muda kita rajin dan semangat maka akan ada lebih banyak kemudahan yang kita dapatkan.
Ketiga, cita-cita tidak akan bisa tercapai tanpa kerja keras, persiapan dan bahkan pengorbanan, cita-cita juga tidak akan mudah di dapat tanpa ilmu dan kemampuan yang memadai. Itulah sedikit yang ada dalam cerpen terbaru kali ini, semoga bisa menjadi inspirasi kita bersama.