Cerpen 900 Kata tentang Nasib Selalu Menghindari Tugas Sekolah

Cerpen 900 kata tentang nasib selalu menghindari tugas sekolah. Kembali dengan cerpen bahasa Inggris, kali ini kita akan menghadirkan sebuah cerita menarik yang panjangnya sekitar 900 kata. Sedang, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang juga. 

cerpen 900 kata dalam bahasa inggris
Cerpen tentang Nasib Selalu Menghindari Masalah
Cerita ini bertema anak sekolah atau pendidikan. Singkat cerita, kisahnya tentang seorang anak yang selalu menghindari masalah dan bukan menghadapinya. 

Akhirnya anak tersebut menerima akibat buruk karena kebiasaannya itu. Ketika diberi tugas dan tidak bisa mengerjakan, ia tidak berusaha belajar lebih keras. 

Ia justru menghindari tugas tersebut dengan cara tidak masuk sekolah. Awalnya ia sering dihukum karena tidak mengerjakan tugas. 

Akhirnya ia malas dan selalu bolos ketika ada tugas. Akhirnya ia dikeluarkan dari sekolah. Seperti apa ceritanya, simak versi bahasa Indonesianya berikut.

Nasib Selalu Menghindari Tugas
Cerpen 900 Kata Bahasa Inggris dan Indonesia

Bowo berjalan setengah hati. Ia melangkahkan kaki berlahan dengan hati yang gundah. Hari itu seperti hari yang lain ia tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan oleh gurunya. 

“Aku pasti dihukum lagi”, gumamnya dalam hati sembari terus melangkah.

Ia berjalan dengan santai, seolah tak ada beban sama sekali. Sesekali ia menepi ketika ada mobil, hampir sampai ke selokan. 

Maklum, ia memilih jalur di sisi kanan jalan, yang lebih bagus dan tidak becek. Lima menit dari rumahnya. Ia sampai di gerbang sekolah yang sudah hampir tutup. 

Jam 07.15 tepat, bel sudah berbunyi tanda anak-anak harus masuk ke kelas. Setelah melewati gerbang, ia sedikit mempercepat langkahnya.

Sudah tidak ada waktu untuk mengelak. Hari itu ia harus masuk, apapun yang terjadi. Sesampainya di kelas, guru bahasa Inggris segera meminta anak-anak mengeluarkan buku tugasnya. 

Pak guru segera memeriksa satu per satu tugas muridnya.

Setelah memastikan semua tugas dikerjakan, sampailah ia dihadapan Bowo yang duduk di bangku paling belakang.

“Mana tugasmu Wok?” tanya pak guru
“Ini pak, tapi belum selesai…” jawab Bowo sambil memberikan buku tugas miliknya

Sang guru kemudian melihat buku tugas milik Bowo. Setelah memeriksa buku tersebut ia langsung menyuruh Bowo berdiri di depan kelas. 

Ke depan, kaki kiri di angkat…!”, ucap pak guru itu memberikan hukuman pada Bowo yang tak selesai mengerjakan tugas.

Bowo hanya menunduk dan menurut seperti kerbau. Ia meletakkan bukunya di meja kemudian menuju ke depan kelas untuk menikmati hukuman yang diberikan oleh guru bahasa Inggris.

Bowo memang murid yang lumayan bandel. Ia sering sekali tidak mengerjakan tugas sekolah yang diberikan. 

Namun begitu, sebenarnya didalam hatinya ia tidak bermaksud demikian. Tapi masalahnya, otaknya tidak sepintar teman lain. 

Tiap kali mengerjakan tugas, pasti banyak yang ia tidak mengerti. Akhirnya ia pun malas dan lebih sering bermain. 

Waktu terus berlalu. Keterpaksaan dan keterbatasan itu akhirnya menjadi sebuah kebiasaan buruk. Sekali dua kali, akhirnya Bowo tak pernah lagi berusaha mengerjakan tugas yang diberikan bapak dan ibu guru di sekolah.

“Wok, tugas kamu sudah selesai belum?”
“Tugas, ah malas…”

Awalnya, Bowo selalu menuruti gurunya, apalagi ketika ia dihukum. Ia tidak pernah menolak atau berontak. 

Ia selalu menjalani hukuman yang ia dapat dengan santai, tanpa beban. Seiring waktu berjalan, Bowo menjadi jenuh dan bosan.

Awalnya seminggu sekali. Lama-lama hampir setiap pelajaran ia selalu mendapat hukuman. Mulailah ia malas dan putus asa. Ia mulai tidak hormat lagi dengan perlakuan yang ia dapat di sekolah.

Sekali dua kali, kalau ada tugas ia mulai tidak berangkat untuk menghindari tugas tersebut. Akhirnya ia pun mendapatkan teguran dari guru BP. 

Di teguran pertama, Bowo masih bisa berpikir positif. Teguran selanjutnya, ia mulai malas dan ingin menghindarinya.

Hari berlalu. Matahari bersinar dengan sangat panas. Bowo duduk berdua bersama Eka di sebuah warung soto sekitar 200 meter dari sekolah. 

Hari itu ia kembali membolos. Ada tugas yang belum selesai. Selain itu, ia juga tidak suka dengan guru pelajaran matematika yang menurutnya cerewet.

Gelas di depannya tinggal separuh dan isinya sudah tak dingin seperti es yang baru dihidangkan tadi. Dahinya berkerut. 

Ditangannya terselip sebatang rokok yang belum dihidupkan. Matanya tampak menerawang jauh menembus dinding warung.

“Wok, nanti sore mau nongkrong dimana, kita jadi latihan enggak?”
“Latihan aja lah…”
“Lanjutin lagu punk in love yang kemarin ya…”
“Iya…”

Belum selesai mereka berbincang, tiba-tiba datang seorang guru. Masuk ke warung dan langsung berdiri di depan Bowo dan Eka. 

“Ngapaian kalian disini? Kalian bolos ya. Ayo ikut bapak ke kantor!” ucap guru tersebut.

Kali ini, Bowo dan Eka tak dapat mengelak lagi. Mereka langsung di bawa ke ruang BP. Di ruang itu, guru BP seolah sudah menunggu mereka dari tadi. 

Sambil mengamati sebuah buku besar, guru BP sempat melirik pada mereka berdua.

Tak lama setelah itu, guru BP kemudian pindah ke meja yang ada computer-nya. Mengetik sesuatu sebentar dan mencetaknya. 

Ia kemudian melihat dua kerta dan dimasukkan ke dalam amplop tanpa menghiraukan adanya Bowo dan Eka.

“Kesalahan kalian sudah tidak bisa ditolerir. Orang tua kalian harus ke sini. Berikan surat ini pada orang tua kalian”, ucap guru BP kemudian menyuruh Bowo dan Eka pulang.

Jam belajar belum usai, Bowo dan Eka keluar gerbang tanpa dihiraukan oleh satpam. Mereka langsung menuju kembali ke warung soto tempat mereka nongkrong tadi.

“Gimana ini Wok, matilah kita kalau orang tua kita sampai ke sekolah…”, ucap Eka pada Bowo. 

Tidak menjawab, Bowo langsung menyobek surat dalam amplop tersebut dan membuangnya di kotak sampah. Tanpa dikomando, Eka pun mengikuti apa yang dilakukan Bowo.

Mereka pun akhirnya beranjak pergi dari warung itu setelah membeli beberapa batang rokok. Sore menjelang malam Bowo dan Eka pulang ke rumah masing-masing. 

Sesampainya di rumah, Bowo mulai merasakan kejanggalan.

Ia melihat sang ayah diam terpaku di ruang depan. Terlihat ada beban berat di raut mukanya. Melihat Bowo masuk ke dalam, beberapa saat kemudian ayah Bowo memanggil.

“Siang tadi, ayah mendapat telepon dari sekolah kamu. Katanya besok bapak harus ke sekolah. Bapak guru kamu juga sempat bilang bahwa kamu sering sekali bolos. Benar itu Wok?” tanya sang ayah.

“Ah, aku sudah tidak betah yah. Di sekolah guru-guru semua benci sama aku. Setiap hari aku selalu dihukum. Mengerjakan tugas salah, tidak mengerjakan salah”, jawab Bowo berapi-api.

Sang ayah kemudian terdiam. Ada banyak hal yang ingin diucapkan. Tapi sang ayah menahan diri. Ia tahu benar bahwa emosinya tidak akan menyelematkan masalah anaknya.

Esok harinya, orang tua Bowo pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah ia diberitahu bahwa Bowo sudah tidak mungkin bisa melanjutkan belajar di sekolah lagi. 

Bowo di DO karena sudah sangat sering bolos dan melakukan banyak kesalahan. Ayah Bowo masih mencoba memohon untuk memberikan keringanan hukuman pada anaknya. 

Sia-sia, keputusan pihak sekolah sudah bulat dan tidak bisa dibatalkan. Akhirnya, Bowo harus menerima buah dari kenakalannya selama ini.

--- Tamat ---

Versi cerpen bahasa Inggris untuk cerita pendek di atas bisa dibaca dari tautan yang sudah disediakan. Ceritanya agak panjang kalau dijadikan satu. 

Bagi rekan semua yang membutuhkan versi bahasa Inggris bisa download langsung dari tautan yang disediakan.

Mudah-mudahan meski sederhana cerpen di atas bisa digunakan sebagai bahan belajar rekan semua. 

Jangan lupa untuk membagikan cerita ini dengan teman lain di facebook, twitter dan lainnya. Masih banyak cerita lain yang bisa dibaca. Silahkan pilih saja mana yang diinginkan. 

Back To Top