Nyalakan Semangat, Kejar Impian, Angan dan Cita – satu persatu daun pohon karet itu berguguran seiring panas yang semakin menyengat bumi. Musim kemarau panjang sudah separuh jalan, dedaunan kering berserakan dimana-mana.
Mokka berjalan menuntun sepeda kesayangannya. Berbeda dengan yang lain, ia menikmati suasana panas dan gersang musim ini.
Matanya memandang tajam ke jalan yang akan dilaluinya. Kakinya tegap, melangkah pasti tanpa ragu sedikitpun, meski tanpa alas.
Di bagian belakang sepedanya, terdapat satu rak telur bebek. Seperti biasa, ia akan menghantarkan telur-telur itu ke toko langganan.
Di bagian belakang sepedanya, terdapat satu rak telur bebek. Seperti biasa, ia akan menghantarkan telur-telur itu ke toko langganan.
“Ini adalah kesekian kalinya, hanya sedikit yang aku dapat. Tapi Alhamdulillah”, gumamnya dalam hati.
“Ka… panas gini mau kemana?” Tanya seorang pria setengah baya yang ada dipersimpangan jalan. “Biasa Bah, mau jual telur…” jawab Mokka sambil tersenyum kecil.
Sebenarnya ia buru-buru, tapi untuk menghormati Bah Anom ia berhenti sejenak.
Sebenarnya ia buru-buru, tapi untuk menghormati Bah Anom ia berhenti sejenak.
“Jadi benar kata anak-anak, kamu beternak bebek sekarang ya?”, Tanya Abah Anom. “Iya… begitulah Bah. Belajar dikit-dikit”, jawab Mokka.
“Bagus itu, masih muda harus semangat dan jangan malas. Tapi bagaimana kuliah kamu kalau kamu sibuk begitu?” Tanya Bah Anon lebh lanjut.
“Ya itulah Bah, ini juga untuk tambah-tambah bayar uang kuliah.” Jawab Mokka.
Setelah sedikit berbasa-basi, Mokka segera mohon diri. Ia kemudian bergegas ke warung yang dituju.
Harinya memang begitu sibuk. Mulai dari pagi sekali ia sudah bangun mengurusi beberapa bebek yang dipelihara.
Setelah itu ia menyiapkan makan, masak untuk dirinya dan sang kakek. Maklum, Mokka adalah yatim piatu. Hanya tinggal satu orang keluarga yang ia miliki yaitu kakeknya.
Setelah itu ia menyiapkan makan, masak untuk dirinya dan sang kakek. Maklum, Mokka adalah yatim piatu. Hanya tinggal satu orang keluarga yang ia miliki yaitu kakeknya.
Selain memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia juga berjuang untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Sang kakek sudah tidak bisa bekerja keras. Ia hanya membantu Mokka berjualan di mainan anak-anak di depan rumahnya.
Sang kakek sudah tidak bisa bekerja keras. Ia hanya membantu Mokka berjualan di mainan anak-anak di depan rumahnya.
Selesai mengantar telur, Mokka segera pulang. Ia kemudian menyiapkan pakan ternak miliknya. Setelah itu ia segera mengambil beberapa buku dan duduk santai di depan rumah.
“Kek… pakan sudah siap, nanti kalau aku pulang agak malam tolong bebeknya ya…” ucap Mokka kepada sang kakek.
Sang kakek mengangguk, “memangnya kamu mau kemana?”, tanya sang kakek. “Hari ini ada kuliah Kek, mungkin sampai sore…”, jawab Mokka.
“Apa enggak istirahat saja dulu. Dari subuh kamu kan enggak berhenti…” saran sang kakek. “Ya ini juga istirahat kek, sabil baca-baca dikit”, Mokka mulai sibuk dengan buku dan pena.
Hari menjelang sore. Mokka turun dari sepeda yang dikendarainya. Ia menggandeng sepedanya menuju ke rumah yang sudah kelihatan.
Sampai di rumah ia segera meletakkan sepedanya dan langsung menuju kandang bebek. “Sudah kakek beri makan….”
Suara kakek dari dalam rumah. “Iya Kek, makasih…”, ucapnya, “ada yang bertelur lagi tidak kek?” lanjutnya.
Suara kakek dari dalam rumah. “Iya Kek, makasih…”, ucapnya, “ada yang bertelur lagi tidak kek?” lanjutnya.
“Ada… ada satu tadi, sudah kakek ambil” jawab sang kakek. Semua sudah beres, sudah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Mokka segera masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar. Ia meletakkan beberapa buku di meja kemudian berganti pakaian.
Mokka segera masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar. Ia meletakkan beberapa buku di meja kemudian berganti pakaian.
Mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek, ia keluar dari kamarnya menenteng sebuah gitar tua.
Sebelum keluar rumah, ia menghampiri kakeknya yang duduk di ruang tengah. “Kakek sudah makan belum?”, tanya Mokka. “Sudah habis sholat tadi”, jawab kakek.
“Mokka mau ke alun-alun bersama anak-anak kek, kakek mau titip apa nanti kalau aku pulang?” tanya Mokka pada sang kakek.
“Enggak usah beli apa – apa nak, sebentar lagi kakek juga ngantuk. Mau tidur” jawab kakeknya. “Ya sudah, Mokka pergi dulu ya kek…”, pamit Mokka kepada kakek.
Lagi – lagi ia menggandeng sepeda miliknya. Baru setelah beberapa meter berjalan ia menaiki sepeda tersebut. Ia menuju alun-alun kota dimana banyak orang bersantai disana.
“Mudah-mudahan malam ini ada rejeki banyak…” doanya. Ia menuju ke alun-alun bukan untuk bermain atau santai. Ia akan mencari recehan, mengamen. Sambil menyalurkan hobinya bermusik.
Jam sebelas malam, ia menenteng gitar dan mengayuh sepedanya, pulang. Begitulah hari-hari ia lalui dengan semangat.
Ada harapan besar di hatinya. Ia selalu semangat mengejar impian dan cita-citanya. Menjadikan hidupnya lebih baik dan berguna.
Ada harapan besar di hatinya. Ia selalu semangat mengejar impian dan cita-citanya. Menjadikan hidupnya lebih baik dan berguna.
---oOo---