Ini adalah cerita cerpen tentang adik kecil yang merengek manja kepada sang kakak. Taman rumah berantakan. Mainan
berserakan di mana-mana. Istana pasir hancur bak baru diterjang badai. Young
menata sebuah bangunan rumah-rumahan, lengkap dengan taman dan ayunan dari
plastik.
Disampingnya berdiri sebuah
boneka besar, beruang madu yang imut. Tangannya sibuk menyusun perabotan.
Berdiri, duduk, pindah dari kanan ke kiri, Young tak menghiraukan sekeliling. Ia
tampak khusyuk menata dunia kecilnya sendiri.
Di dalam rumah, Tiara sedang
membersihkan lantai. Hari libur, giliran Tiara yang bresih-bersih rumah
menggantikan sang ibu yang sedang arisan.
Minggu merupakan kerja praktik
bagi Tiara yang sekolah di SMK. Ia harus belajar mengurus rumah dari mulai
memasak sampai beres-beres. Ia juga harus mengawasi adiknya, Young yang masih
kecil.
Tangannya mengayun pelan,
menikmati irama gerasan alat pel. Badannya melenggok kiri dan kanan mengimbangi
arah. Sesekali ia menarik ember berisi air ke arah lain. “Ternyata, pekerjaan
rumah melelahkan juga ya…”, pikirannya mulai sibuk.
Butir keringat mulai menetes,
mengalir pelan. Semakin lama, tangannya bergerak semakin lambat. Sedikit lagi,
mengepel adalah pekerjaan terakhir pagi itu. “Selesai… akhirnya…”, Tiara
berdiri tegak sambil mengelap peluh di wajahnya.
Dari luar, Young tampak berlari
menggunakan sepatu bot-nya yang penuh pasir. “Kakak…”, sambil berteriak ia
menerobos pintu depan yang baru saja di pel.
“Kak… tolong aku…” teriak Young.
“Young… Ya ampun, lantainya kan baru selesai di pel. Pakek sepatu penuh pasir
lagi. aduh…!”, teriak Tiara ke arah sang adik.
“Kak…”, Young merengek takut
dimarah. “Iih… kamu itu. Ada apa sih. Bukannya main di luar aja, kakak kan
capek!”, ucap Tiara dengan nada tinggi sembari menghampiri adiknya yang
mematung di tempat.
“Kak…” sekali lagi Young
merengek. “Sini, sini keluar…”, ucap Tiara sambil menarik tangan Young adiknya.
Setelah adiknya keluar dari pintu, ia segera membersihkan bekas jejak sepatu
Young yang mengotori lantai.
Young hanya bisa terdiam dengan
wajah datar. Sepertinya ia tahu bahwa apa yang baru saja ia lakukan membuat
sang kakak marah. Ia berdiri di depan pintu sembari menunduk. “Sudah, kamu main
lagi disana. Kakak capek, kakak mau mandi dulu” ucap Tiara.
“Tapi kak, tolong aku dulu…” ucap
Young memelas.
“Tolong apa sih…”, jawab Tiara
kesal
“Buatin istana pasir… dari tadi
aku buat rusak terus. Meleleh kak…” Young kembali membujuk sang kakak yang
sudah naik darah.
“Ogah ah, kamu sudah bikin kakak
capek…”, ucap Tiara lagi. “Kakak… Iya deh aku minta maaf. Nanti kalau sudah
dibuatin istana, Young tidak akan ganggu kakak lagi deh. Janji deh, ya kak ya…”
Si kecil Young memohon dengan
serius. Ia meraih tangan sang kakak yang masih basah. Pandangannya ke atas,
menatap wajah sang kakak dengan penuh harapan.
“Ya sudah. Tapi habis ini main
sendiri lagi ya, kakak mau mandi. Kakak capek habis beres-beres…”, akhirnya
Tiara tidak bisa berkutik melihat adiknya yang merengek manja. Lima belas menit
kemudian, istana pasir berdiri megah di samping rumah mungil buatan Young.