Cerpen religi tentang sholat jumat. Hari ini adalah hari jum’at, hari
yang penuh rahmat dan barokah. Seperti biasa, hari ini Anjie akan melaksanakan
perjalanan panjang untuk orang lain. Berbekal sarung, kopiah dan baju koko yang
dimasukkan dalam tas kecil, ia melangkah.
Kaki kanannya melangkah ke luar
pintu, “bismillahirohmanirrohim”, Anjie mengawali harinya dengan doa. Suasana
sedikit lengang. Tak seperti biasa. Anjie membalikkan badan dan memasangkan
gembok di pintu kontrakan. Sekali ia menghela nafas panjang.
Masih sangat pagi, pukul 05.30 ia
menyusuri gang sempit. Sekitar 500 meter dari kontrakan, ia menemukan seorang
gelandangan yang masih tertidur di depan toko. Beralaskan kardus, berselimut
koran. Anak itu meringuk bak kucing.
“Hei Nak, bangun, ini sudah
siang. Bagaimana Alloh akan memberimu rezeki yang banyak, bangun nak”, ucap
Anjie sambil menggoyangkan badan anak itu.
Anak itu menggeliat, membuka
matanya. Tangan kiri Anjie segera meraih tangan anak itu, “berjuanglah nak,
Alloh akan mengabulkan harapanmu”, ucap Anjie sambil menjabat tangan anak kecil
itu.
Tertegun, anak itu membuka tangan
kanannya yang dijabat Anjie. Lembaran kertas berwarna merah. Anak itu segera
bangkit tapi yang dilihatnya hanya punggung lelaki muda yang sedikit
membungkuk.
Ia tahu benar bahwa yang ada di
genggaman tangannya adalah uang 100 ribu. Ia langsung bangkit, berlari mengejar
sosok Anjie yang sudah menghilang.
Anjie menyusuri tepi jalan raya
yang sudah penuh dengan kendaraan. Dunia sudah mulai menggeliat meski toko-toko
dan perkantoran belum hidup. Di ujung perempatan, Anjie mendapati sosok lelaki
tua mendorong gerobak sampah dengan tertatih.
Ia segera menghampiri lelaki tua
itu, “berangkat kerja pak”, sapa Anjie sembari membantu mendorong gerobak reot
itu. Lelaki itu menatapnya sejenak, “pergilah, aku tidak punya harta apapun
untuk kamu. Aku pemulung miskin”, ucap lelaki tua itu.
Anjie hanya tersenyum tipis,
“bapak sudah sholat subuh? Aku dikirim Alloh untuk membantu bapak dan
mengingatkan bapak pada-Nya”. Tanpa menunggu jawaban, Anjie meninggalkan bapak
tua itu dan menuju warung nasi uduk di seberang jalan.
Ia segera kembali membawa dua
bungkus nasi uduk dan menemui pemulung tadi, “sarapan untuk bapak, sekaligus
makan siang dari Alloh”, ucap Anjie sambil meletakkan bungkusan nasi tersebut
di sebuah paku yang menancap di gerobak.
“Ini jum’at pak, jangan lupa
sholat jum’at jam 11 nanti. Ini bekal bapak untuk ke masjid”, Anjie
menggenggamkan dua lembar kertas merah pada tangan sang bapak yang dari tadi
membisu. Ia segera beranjak pergi.
Menjelang siang, Anjie duduk di
depan sebuah warung kecil di samping sebuah kampus besar. Ia melepaskan lelah
sambil mengipas-ngipaskan tangannya. Anak-anak kampus berlalu lalang,
melewatinya tanpa permisi.
Hampir jam 11, ia memutuskan
untuk istirahat sambil menunggu waktu sholat jumat. Matanya tak henti mengawasi
anak – anak muda yang lalu lalang di warung itu. Banyak yang membeli makanan
kecil, para mahasiswi. Kebanyakan mahasiswa lebih memilih menghisap rokok
sambil berjalan menyeberang jalan.
Ia menghela nafas panjang, sampai
akhirnya ia menyadari ada seorang anak muda yang duduk di dekatnya sambil
menghisap sebatang rokok. Duduk terdiam, jari tangannya memainkan rokok,
matanya memandang jauh ke depan.
“Boy, boleh aku beli rokok yang
sedang kamu hisap itu”, ucap Anjie. Sang pemuda seperti kaget dan langsung
melihat ke arah Anjie. “Benar, aku serius…” ucap Anjie lagi melihat tatapan
anak muda itu yang tidak percaya.
Anjie kemudian mengeluarkan
selembar uang 100 ribu, memberikannya ke tangan pemuda itu dan mengambil rokok
yang sedang dihidup. Sejenak, Anjie memandangi batang kematian tersebut,
meletakkannya di dekat kaki dan menginjaknya dengan sandal jepit yang ia
kenakan.
“Masa depan kamu akan lebih baik
tanpa asap itu”, ucap Anjie sambil tersenyum ke arah sang pemuda tadi. Tampak
jelas pemuda itu sedang tidak percaya dengan apa yang dialami. Mulutnya sedikit
terbuka dan tangannya masih sama seperti posisi sebelumnya.
Ia memandang lekat ke wajah Anjie,
“abang siapa?”, tanya pemuda tersebut. “Namaku Anjie, aku adalah hamba Alloh.
Kalau tidak keberatan, aku mengajak kamu ikut sholat jumat bersama”.
Anjie segera bangkit dan meraih
tangan pemuda itu, “ayo, sebentar lagi waktunya sholat jumat…”, ucapnya.
Petualangan Anjie dalam berbaki
berkah dan rahmat Alloh diakhiri bersama pria muda tersebut. Setelah sholat
jum’at, Anjie segera mengajak pemuda itu makan. Pemuda itu pun seperti
dihipnotis, menuruti ajakan Anjie yang baru dikenal.
Di sebuah warung makan sederhana,
setelah makan siang Anjie mulai bertanya mengenai kehidupan pemuda itu, kenapa
sampai ia sebagai mahasiswa memiliki kebiasaan buruk merokok.
Percakapan panjang pun dimulai. Anjie
mulai mendapatkan perhatian penuh dari pemuda tersebut. Ia kemudian memberikan
banyak masukan kepada pemuda tadi.
“Lain kali kita ngobrol lagi,
sekarang hari sudah sore, abang harus pulang. Ini ada titipan Alloh untuk kamu
belanjakan di jalan yang benar”, ucap Anjie sambil memberikan beberapa lembar
uang ratusan di tangan pemuda itu.