Banjir membuat Rasva kehilangan
kekasih, seseorang yang begitu dekat dan sudah menggantikan seluruh anggota
keluarganya. Air matanya masih sangat banyak, menetes. Meski kejadian itu sudah
berlalu beberapa bulan yang lalu. Masih terlintas jelas bagaimana detik-detik
ia kehilangan seseorang yang bukan siapa-siapanya itu.
Hari itu hari yang bahagia. Rasva
bersama Mike sedang merayakan ulang tahun jadian yang ke satu tahun. Sore hari,
ketika mereka hendak pulang ke rumah, tiba-tiba ada perasaan aneh yang
menyelimuti hati.
“Hati-hati licin…” suara Rasva
memperingatkan kekasihnya Mike. Seharian memang hujan seolah memayungi mereka.
Jalanan licin dan banyak genangan air.
Setelah seharian bersama, Mike
menghantarkan Rasva pulang ke rumah. “Hati-hati di jalan ya, pelan-pelan saja…”
ucap Rasva.
Bukannya mengiyakan, Mike justru
balik berpesan kepada sang kekasih, “jaga diri baik-baik ya. Aku kan tidak
selamanya bisa menjaga kamu”, ucap Mike sore itu.
Setengah jam berlalu, Rasva
tiba-tiba khawatir dengan Mike. Hujan kembali turun begitu deras. Di televisi
banyak sekali berita tentang bencana banjir. “Ya Alloh, ada apa ini. Kenapa
tiba-tiba aku jadi gelisah”
Rasva langsung mengambil ponsel,
ia segera menghubungi Mike . “Iya, baru sampai di rumah. Hujan deras, ini mau
istirahat. Hati Rasva sedikit lega. Ia masih bisa dengan jelas mendengarkan
suara Mike yang sedikit parau.
Bukan tanpa alasan memang, tempat
kediaman Mike memang kerap dilanda banjir. Satu bulan terakhir saja sudah dua
kali. Makanya wajar jika Rasva cemas dengan hujan lebat.
Letih setelah seharian di luar
rumah, Rasva langsung merebahkan badan. Ia kemudian tertidur dengan senyum
tipis menghiasi bibir. “I love you sayang, aku akan selalu mencintaimu
selamanya”, ucap Rasva.
“Iya sayang, aku akan selalu ada
disampingmu, meski jasadku akan jauh”, ucap Mike. Selesai berucap, tiba-tiba
tubuh Mike memudar, berubah menjadi kabut dan menghilang. “Mike….!”, Rasva
terbangun mendengar sebuah bingkai foto di dinding jatuh.
“Mike…”, Rasva langsung beranjak
dari tempat tidur. Membali bingkai yang kaca-nya hancur berantakan. Sebuah foto
dengan wajah Mike tampak kelam. Hati Rasva bergetar hebat, “ada apa ini..”
Ia mengambil ponsel, jam 12 malam
tepat. Ia segera memencet nomor ponsel Mike. Nada sambung terdengar, “tut…”
sekali kemudian bisu. Rasva mengulangi panggilan ke nomor yang sama. Tak ada
jawaban, bisu.
Dua kali, tiga kali ia mencoba
menghubungi Mike tetapi nomor ponsel Mike tiba-tiba diluar jangkauan, tidak
aktif. Perasaannya semakin gelisah, cemas dan was-was.
Ia tak tahu harus bagaimana. Ia
melompat keluar kamar, menghidupkan televisi dan tertegun diam dengan air mata
meleleh. Tangisnya pecah mendengar berita banjir yang disiarkan di televisi.
“Ya Alloh Mike….”, Rasva terkulai lemas dan jatuh pingsan.