Pemerintah mengeluarkan rencana atau wacana tentang sertifikasi bagi khatib dan dai di Indonesia. Wacana tentang sertifikasi terhadap para khatib dan dai itu sendiri bermula dari banyak usulan yang mengatakan bahwa tingkat kualitas ulama dan dai dalam menyampaikan khotbah dan siraman rohani cenderung memprovokasi dan kadang ngawur.
Untuk itulah pemerintahan mulai menyusun rencana untuk sertifikasi para khatib sehingga khatib bisa benar-benar menjadi khotib yang memberikan tausiyah yang bermanfaat dan tausiyah yang memang benar-benar mendidik bagi masyarakat itu sendiri.
Dengan diadakannya sertifikasi ini, menurut pemerintah akan bisa mengurangi khatib-khatib yang kurang berkompeten dalam bidang agama, serta khotib-khotib yang bisa meracuni masyarakat untuk melakukan tindakan makar.
Karena, masjid memang ditunjukan untuk mendidik masyarakat bukan untuk meracuni dan mengajak masyarakat agar melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Untuk itu segala tindakan berkaitan dengan agama tidak perlu dicampur-adukan dengan urusan negara karena akan berbahaya bagi negara itu sendiri.
Sementara itu, Dewan Masjid Indonesia (DMI), menolak adanya rencana pemerintah untuk menetapkan wacana sertifikasi terhadap para khotib dan para dai. Karena memang, menurut Sekjen DMI, pemerintah tidak mempunyai hak untuk membuat wacana itu. Yang berhak membuat wacana sertifikasi terhadap khotib dan dai adalah Majelis Ulama Indonesia, ( MUI).
Menurut Addarutkudni, negara Indonesia bukanlah negara agama yang bisa mengatur agama dengan ketetapan-ketetapannya. Negara sendiri telah menyatakan bahwa negara ini telah terpisah dengan agama. Justru bila negara ikut campur dalam urusan agama maka yang akan terjadi adalah kecacatan dalam sistem pemerintahan karena demokrasi telah diganti dengan totaliter.
Untuk itu negara tidak mempunyai hak untuk membuat sertifikasi kepada para khatib dan para dai. Dengan menyerahkan hak sertifikasi para khatib kepada yang berwenang yaitu Majelis Ulama Indonesia, dengan cara itulah demokrasi negara kita bisa benar-benar di tegakkan, sesuai dengan apa yang telah tercantum dalam UUD negara pasal 29. (Arif Purwanto)