Apakah Cita-Cita dan Semangat Saja Tidak Cukup untuk Sukses?

Cerpen Motivasi Semangat Sukses Usaha - Matahari sudah tepat berada diatas kepala. Jam ditanganku sudah menunjukan pukul dua belas siang. Cuaca hari ini benar-benar terik. Menguras banyak tenaga dan juga pikiranku. Aku sudah bekerja keras. Aku sudah melakukan semua kiat-kiat yang aku baca di buku panduan untuk sukses. 


Tapi, semuanya seolah hanyalah sia-sia. Setiap panduan yang ada di buku itu hanyalah omong kosong belaka. Mereka bilang jangan menyerah dan terus berusaha.

Tetaplah semangat dan gantungkan cita-citamu setinggi langit. Aku sudah melakukan semuanya. Aku sudah terus berusaha tanpa kenal menyerah. Aku sudah sangat semangat dan terus menggantungkan cita-citaku setinggi langit. Tapi tetap saja, daganganku hari ini sama sekali tidak ada yang laku.

Sepatu-sepatu dagangan ku seperti sebuah barang bekas yang hanya dipandang sebelah mata. Semua kerja keras dan teriakanku seolah hanyalah angin lalu. Bahkan hari ini sama sekali tidak ada pengunjung yang menawar sepatuku. Menyedihkan.

Seharusnya buku panduan untuk sukses itu memberikan pengecualian bagi pedagang sepatu sepertiku. Karena memang sama sekali tidak ada pengaruhnya setelah aku membaca dan menerapkan buku itu. daganganku masih saja sepi.

Kalau terus seperti ini, bisa-bisa aku bangkrut dan kembali mengalami sebuah kegagalan. Ah, gagal lagi dan gagal lagi. Aku sudah terlalu sering gagal. Dan jika kali ini aku gagal lagi, mau ku beri makan apa anak dan istri ku dirumah?

Sebelum ini, setidaknya aku sudah mengalami beberapa kegagalan. Kegagalan yang pertama adalah saat aku berusaha untuk berjualan makanan. Kala itu bakso dan mie ayam adalah target makanan yang aku jual.

Hanya butuh waktu sekitar lima bulan saja, aku sudah gulung tikar. Awalnya memang dagangan mie ayam dan baksoku laris manis. Hampir setiap hari ada pelanggan baru yang datang ke kedai ku.

Tapi, seiring berjalannya waktu, daganganku semakin sepi. Aku akui saat itu aku benar-benar miskin inovasi. Jadi sangat wajar jika para pelangganku merasa bosan dengan bakso dan mie ayamku.

Terlebih kehadiran para pedagang baru juga membuat bisnis bakso dan mie ayamku semakin terpuruk. Dan itulah kegagalan pertamaku.

Kegagalan ku yang kedua ku alami saat aku memulai membuka usaha butik. Aku merombak kedai bakso dan mie ayamku menjadi sebuah butik. Saat itu aku mendapatkan tambahan modal dari kedua orang tuaku.

Dan dari situ aku memulai bisnis baru yang menyegarkan. Sama seperti saat pertama aku memulai bisnis bakso dan mie ayamku, bisnis butikku mengalami kemajuan yang lumayan pesat.

Setiap ada hari-hari besar aku selalu bisa mendapatkan omset hingga puluhan juta rupiah. Aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Saat aku menggeluti bisnis butik, aku melakukan berbagai macam inovasi.

Mulai dari membuat dekorasi butik yang menyegarkan, sampai menambah ragam jenis pakaian yang aku jual. Saat itu aku bisa dibilang sedang berada dalam masa kejayaan.

Dan atas alasan itu lah aku berani melamar kekasihku dan mengajaknya untuk membina rumah tangga bersama. Saat itu aku belum berfikir kalau membina rumah tangga akan sesulit ini. Yang aku pikirkan saat itu adalah aku akan bahagia jika aku punya anak dan istri.

Benar saja, aku memang bahagia atas kehadiran istri dan anakku. Tapi sebagai suami yang bertanggung jawab, aku harus bisa menafkahi anak dan istriku sendiri. Saat itu lah bisnis ku kembali bergoyang. Bisnisku kembali dihantam ombak yang besar.

Uang hasil penjualan selalu ku gunakan untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri ku. Sampai akhirnya masa-masa yang mengerikan itu tiba. Daerahku mengalami krisis peceklik.

Baju merupakan sesuatu yang mahal dan sudah sangat jarang ada orang yang mau membeli baju. Butikku menjadi sepi seketika. Uang hasil tabunganku pun hanya cukup kugunakan untuk menghidupi anak dan istri. Aku tidak sanggup menghalau badai ini.

Bisnisku goyang dan ambruk diterpa ombak dahsyat. Dan aku kembali mengalami kegagalan yang mengerikan. Tidak tanggung-tanggung. Kali ini kerugianku mencapai puluhan juta rupiah.

Dan hal ini membuatku tak bisa lagi meminta modal pada kedua orang tuaku. Entahlah siapa yang salah. Aku yang memutuskan untuk berjualan pakaian ataukah masyrakat yang tidak mampu membeli pakaian. Yang aku tau, bisnis ku telah menjadi korban kesalahan ini.

Dengan sisa semangat dan cita-cita yang aku punya, aku pun memutuskan untuk pindah bersama keluargaku. Aku harus mencari tempat baru yang lebih produktif. Lagi-lagi aku mendapatkan ide itu dari buku panduan untuk sukses.

Beruntung istriku masih memiliki beberapa jumlah tabungan. Dengan menjual rumah dan juga butikku, aku bisa pindah ketempat lain lalu membuka usaha baru. Kali ini aku tidak mau memutuskan jenis usaha semauku sendiri. Aku merundingkan ini semua dengan istriku, karena bagaimanapun kini kami sudah dewasa.

Kami tidak mungkin terus berlarut-larut dalam kegagalan. Setelah melalui berbagai macam pertimbangan yang berate, akhirnya aku dan istriku memutuskan untuk membuka usaha sepatu.

Dan ini lah aku yang sekarang. Hidup disebuah ruko kecil dengan mengandalkan sepatu sebagai penghasilan utamanya. Aku membeli ruko dengan harga yang lumayan karena memang letaknya strategis.

Saat awal aku membuka usaha ini, aku sangat yakin aku akan bisa sukses. Semangatku menggebu-gebu. Aku kembali menyusun cita-cita baruku. Aku tidak akan pernah menyerah.

Satu hal yang aku pelajari dari buku panduan untuk sukses, kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Orang sukses akan selalu bisa menghadapi kegagalannya. Gagal bangkit lagi, gagal bangkit lagi, gagal bangkit lagi, sampai akhirnya gagal bosan dengan kita.

Aku percaya dengan hal itu. Tapi kenyataannya, bahkan hari ini tak ada satupun pengunjung yang menawar sepatuku.

“Assalamu’alaikum.” Suara anakku terdengar lembut. Dia baru saja pulang sekolah. Dia masih SD dan dia tampak manis. Aku sangat mencintainya.

“Wa’alaikum salam. Sini nak, sun dulu sama bapak.” Ucapku padanya. Dia berlari kearahku lalu mencium tangan dan pipiku. Dia adalah anak perempuan yang benar-benar manis.

“Bapak, bapak udah solat belum? Solat dulu yok, kata bu guru kalo kita rajin solat nanti rejekinya lancar loh.” Ucap anakku polos. Hatiku seperti tersayat mendengar ucapannya.

Seperti ada jutaan anak panah yang saat ini sedang menghujam tubuhku. Aku sadar, selama ini aku sudah lupa padaNya. Aku sudah sangat jarang beribadah. Kesibukanku mencari nafkah telah membuatku lupa untuk beribadah kepadanya. Dan parahnya lagi, anakku yang masih SD adalah orang yang mengingatkanku.

Oh Tuhan… ampunilah segala dosa hambaMu ini. Dan terimakasih telah menitipkan putri yang sholehah untukku. Selama ini begitu banyak nikmat yang Kau berikan padaku, tapi aku sama sekali tidak menyadarinya. Aku terlalu fokus pada apa yang tidak bisa kuraih.

Sekarang aku sadar. Aku sadar sekali kenapa aku selalu bangkrut dan gagal. Harus ada yang kubenahi dalam hidupku. Semangat dan cita-cita memang bagus. Tapi apa gunanya semangat dan cita-cita tanpa ada ikhtiar dan do’a yang mengiringinya?

---oOo---

Back To Top