Kisah perjuangan seorang kakak. Malam semakin larut, udara yang berhembus pun terasa
semakin dingin. Aku hanya bisa terdiam termenung di kamarku. Dari dalam kamar ku
yang kecil, terdengar jelas suara keributan yang bersumber di ruang tamu.
Pertikaian antara kakakku dan ayahku terasa semakin memanas
ketika ayahku ikut membentak ibuku juga. Aku tidak bisa melakukan apapun
kecuali menangis. Bagaimana tidak, aku adalah alasan mengapa pertikaian ini
bisa terjadi.
Kakakku, yang baru saja dinyatakan resmi diterima di salah
satu Universitas ternama di jogja memutuskan untuk tidak mengambilnya karena
takut aku tidak bisa masuk SMA.
Aku sendiri memang sudah dinyatakan di terima di salah satu
SMA Negeri di daerahku. Ayahku menyuruhku untuk tidak melanjutkan sekolahnya
karena aku ini wanita. Sedangkan kakakku adalah pria yang harus berpendidikan
tinggi agar bisa menolong kami dari
kemiskinan.
Selisih paham antara kakak dan ayahku semakin memanas.
Kakakku tetap bulat pada pendiriannya untuk tidak kuliah. Sampai akhirnya
pertikaian pun berakhir mengambang begitu saja tanpa adanya keputusan.
Sayup-sayup terdengar langkah kaki dari kakakku. Tanpa pikir
panjang aku pun langsung membuka pintu kamarku dan segera kupanggil kakaku.
“kak, yang dikatakan bapak itu bener, kakak harus kuliah”
ucapku sedikit tertahan. Kakakku mengok
kearahku dan perlahan berjalan menghampiriku. Tangannya kemudian perlahan
membelai rambutku dengan lembut.
“Dek, kamu harus dengerin kakak. Kamu itu harus kuliah. Kamu
harus pinter. Karena dunia ini terlalu kejam kalo kamu cuma ngandelin
kecantikan.” Ucap kakakku lirih.
Tanpa sadar cairan bening sudah membasahi pipiku. Aku tidak
bisa mengucapkan sepatah kata pun dihadapan kakakku. Aku hanya bisa memeluk
kakakku sembari menangis dipelukannya.
Kemudian aku diantar kakakku menuju tempat tidurku.
Disuruhnya aku tidur dan dia duduk disampingku untuk menemaniku. Tak terasa
matakupun akhirnya terpejam.
Keesokan harinya ketika aku terbangun aku sangat terkejut
dengan secarcik surat yang ditinggalkan oleh kakakku.
Perlahan aku baca surat itu. Cairan beningpun kembali
membasahi pipiku. Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Di dalam suratnya, kakaku
bilang kalau dia akan pergi untuk mencari kerja dengan ijasah SMA nya.
Dia bilang dia akan mengirimkan uang untukku biaya sekolahku
dengan uang yang dia dapat dari bekerja. Dia juga bilang kalau aku harus rajin
belajar agar aku bisa menjadi orang yang benar-benar pintar.
Di hari itu dengan air mata yang terus mengalir aku
bersumpah kalau aku akan menjadi anak yang pandai dan akan melepaskan keluarga
ini dari kemiskinan yang menyiksa.
Hari terus berlalu, bulan demi bulan pun telah aku lewati.
Sampai akhirnya aku bisa lulus dari SMA dengan nilai UN terbaik di provinsiku.
Akhirnya aku juga bisa mendapatkan beasiswa di Universitas ternama yang sama
dengan Universitas yang diinginkan kakakku dulu. Meskipun begitu, kesedihan
teus menyelimuti ku.
Bagaimana tidak, sudah 3 tahun aku tidak melihat sosok
kakakku. Sudah 3 tahun dia tidak pulang kerumah. Aku rindu sekali dengan dia.
Aku juga yakin sekali, dia pasti sekarang sudah tumbuh menjadi sosok pria yang
tampan dan gagah.
Meskipun tidak pernah pulang, aku masih sering menulis surat
untuk kakakku. Setiap satu bulan sekali dia juga mengirimkan surat dan uang
untukku. Di dalam suratnya dia tidak pernah mengataka posisinya dimana
sekarang.
Dia hanya berpesan agar aku tetap fokus belajar tanpa harus memikirkan
biaya. Dengan bantuan biaya dari kakakku, akhirnya aku bisa melanjutkan
pendidikanku.
Suatu malam ketika aku sedang mengerjakan tugas dikamar
kostku, temanku memanggilku dan berkata kalau ada seseorang yang berpakaian
seperti pengemis mencariku.
Aku pun penasaran dan akhirnya aku menghampirinya di gerbang
kosanku. Begitu sampai di gerbang kosanku, aku tampak begitu terkejut melihat
seorang pria dengan baju kotor dan juga lusuh menungguku.
Meskipun sudah tiga tahun lebih, tapi aku tidak mungkin lupa
dengan wajahnya. Walau bagaimanapun juga ikatan batin ini tidak akan pernah
bisa hilang. Tanpa ragu aku pun segera berlari dan memeluknya.
“Kamu kemana aja kak?” ucapku terisak.
“kakak kerja de, kamu gimana kabarnya?”
“aku sehat kak, kakak gimana? Kenapa kakak tadi ngga bilang
kalo kakak itu kakakku biar kakak bisa masuk dan kita ngobrol di dalam?”
“Dek, kakak nggak mungkin ngaku sebagai kakak kamu di depan
teman-teman kamu. Apa jadinya kalau sampai mereka tau kamu punya kakak yang
berpenampilan seperti pengemis ini?” ujarnya. Mataku berkaca-kaca. Ingin sekali
rasanya meluapkan semua air mata ku ini dipelukan kakakku. Tapi aku merasa malu
karena aku sudah cukup dewasa sekarang.
“Kakak kesini mau ngucapin selamat ulang tahun de. Ini kakak
bawain jilbab buat kamu. Dipake ya? Kakak pengen kamu pake jilbab. Biar kamu
tambah cantik.”
“I..iya kak, aku bakal pake jilbab, kalo ini mau kakak aku
pasti bakal turutin.” Ucapku sembari memakai jilbab yang diberi kakakku. Saat
aku sedang memakai jilbab, kakakku mengeluarkan sebuah bungkusan yang tampak
lusuh dan tua. Lalu diberikannya padaku.
“apa lagi ini kak?” tanyaku
“Buka aja de. Kakak harap semoga kamu suka.” Ujarnya. Akupun
membuka bungkusan itu dan betapa terkejutnya aku ketika melihat isi bungkusan
itu. Sebuah laptop dengan logo apel.
Aku benar-benar kaget. Air mata yang sedari ku tahan kini
benar-benar sudah tak terbendung lagi. Tanpa malu kau langsung memeluk dan
menangis di pelukan kakakku.
“kenapa..kenapa.. kak?” ucapku terisak di pelukannya.
“Kamu itu kuliah di Universitas bagus de. Kamu juga pasti
butuh benda ini.
Makannya kakak beliin ini buat kamu. Kakak minta maaf karena
ngga bisa beliin yang baru. Tapi kakak harap semoga kamu suka hadiah kakak
ini.”
“Cukup kak.. cukup.. ini lebih dari cukup kak..” ucapku
semakin terisak. Aku bisa merasakan betapa besar kasih sayang dan perjuangan
kakakku lewat laptop ini.
Aku bisa merasakan bagaimana kakakku menahan lapar dan
menahan nafsu untuk membeli barang yang diingankan demi laptop ini. Dihari itu
juga aku bersumpah, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan perjuangan kakakku. “Terima kasih kak...”
---oOo---