Cerpen
tentang kisah kehidupan manusia memang menjadi sesuatu yang
cukup menarik. Nah, untuk kali ini yang akan kita baca adalah tentang kisah
kehidupan yang berkaitan dengan dunia politik yaitu seputar pemilihan. Judulnya "jangan golput", bagaimana ceritanya ya?
Karya
sederhana ini mengangkat kisah tentang seseorang – tepatnya seorang mahasiswa –
yang trauma dan terlanjur tidak percaya dengan sistem pemilihan. Pada akhirnya, karena
pengalaman yang buruk, mahasiswa tersebut memilih untuk tidak menggunakan
hak-nya dalam pemilihan.
Tentu saja itu tidak baik mengingat dalam demokrasi satu suara saja sangat berarti dan bisa ikut menentukan nasib ke depan. Lalu seperti apa kejadian yang sebenarnya? Penasaran, tapi sebelum itu silahkan lihat juga puisi berikut!
1) Pak calon bagi sembako
2) Si calon petahana
3) Puisi politik dan analisis
4) Puisi tema politik 3 bait
5) Puisi tema politik paling baru
Tentu saja itu tidak baik mengingat dalam demokrasi satu suara saja sangat berarti dan bisa ikut menentukan nasib ke depan. Lalu seperti apa kejadian yang sebenarnya? Penasaran, tapi sebelum itu silahkan lihat juga puisi berikut!
1) Pak calon bagi sembako
2) Si calon petahana
3) Puisi politik dan analisis
4) Puisi tema politik 3 bait
5) Puisi tema politik paling baru
Kejadian yang digambarkan dalam
cerpen berjudul “jangan golput!” berikut ini merupakan cermin rasa tidak
percaya dan rasa kecewa yang dimiliki oleh masyarakat. Sepertinya sang
mahasiswa tersebut sebagai contoh bahwa sebenarnya banyak sekali masyarakat
yang sering kecewa atas janji-janji manis masa kampanye.
Bisa untuk bahan pelajaran bagi
para calon pemimpin dan juga bisa dijadikan pelajaran bagi masyarakat umum. Masyarakat
harus mampu memberikan pilihan yang cerdas dan tepat untuk memilih pemimpin.
Seorang pemimpin juga hendaknya tidak mengobral janji dan bisa memegang teguh kepercayaan yang diberikan rakyat. Dari pada bicara kesana-kemari lebih baik baca dulu ceritanya berikut.
Seorang pemimpin juga hendaknya tidak mengobral janji dan bisa memegang teguh kepercayaan yang diberikan rakyat. Dari pada bicara kesana-kemari lebih baik baca dulu ceritanya berikut.
Jangan Golput!
Cerpen
Kisah Kehidupan Manusia
Sebut saja namaku Rian, aku
adalah mahasiswa yang pernah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan dari
pak bupati. Aku merasa ucapan seorang pemimpin itu tidak bisa dipegang, karena
hanya fiktif dan tidak akan bisa menjadi nyata. Dia adalah pak Surip salah satu
bupati yang baru saja jadi.
Sebelum pak surip menjadi
bupati dia pernah berkata kepadaku,”Kamu tenang saja bila aku sudah menjadi
bupati, akses ke desamu akan ku perbaiki, jalan akan ku aspal semua dan akan
kubangun jembatan di sungai desamu, agar penduduk desa dapat dengan mudah
menyeberang ke desa lain, asalkan kamu mau membantuku menyuarakan warga di desamu
untuk memilihku”.
Dengan semangatnya aku berkata,”Iya
pak saya akan membantu bapak dan mengkampanyekan bapak kepada warga desa saya”.
Akhirnya pak Surip pun menjadi
bupati, itu artinya akses desaku akan diperbaiki. Namun nyatanya tidak demikian
pasalnya sudah 1 tahun setelah pelantikan pak Surip, namun akses belum juga
diperbaiki. Aku dan para penduduk pun geram dengan pak bupati tersebut.
Setelah kejadian ini aku tidak
lagi mengkampanyekan siapapun, dan aku pun memilih untuk golput. Aku
beranggapan semua pemimpin sejatinya sama saja, membawa misi baik ketika pemilu
belum dimulai, namun hanya sebuah omong kosong setelah pemilu selesai. Dan kini
aku akan menutup mataku dengan politik.
Hebatnya lagi aku golput sudah
3 priode pemilu, dan hal inilah yang membuat temanku tergugah hatinya dan
memberikan nasehat kepadaku.
”Kenapa kamu golput ?”, ucap
temanku heran
”Buat apa milih pemimpin yang
suka bohong”, jawabku datar
”Tidak semua pemimpin suka
bohong, mungkin dulu kamu salah memilih, sampai akhirnya kamu tertipu memilih
dan mengkampanyekan seorang penipu. Ini negara demokrasi yang pemilihan
pemimpinnya ditentukan oleh rakyat dan untuk rakyat, jadi bila kamu golput itu
artinya sama saja kamu tidak mempunyai rasa nasionalisme dan kamu masa bodo
dengan bangsamu, sedangkan siapa lagi yang mau menentukan nasib negaranya kalau
bukan berasal dari rakyatnya”, ucapnya lagi.
Aku pun terdiam dan sambil
merenung.”Memilihlah untuk bangsa ini”, lanjutnya sembari menepuk bahu, uang
satu juta kalau kurang seribu tidak akan bisa disebut satu juta, jadi meski
seribu itu penting, sama saja dalam pemilihan, ingat itu kawan!”
Aku pun tetap terdiam dan terus
memikirkan kebenaran tentang apa yang diucapkan temnku. Sejak temanku
menasehatiku aku jadi berpikir,”Bila aku menginginkan negaraku menjadi negara
yang sejahtera, maka yang harus ku lakukan adalah berpartisipasi dalam
kepemilihan, karena hanya dengan itulah nasib negara bisa berubah. untuk
merubah suatu sistem maka berpartisipasilah dalam sistem tersebut atau masuk
dalam sistem tersebut”.
Sejak saat itulah aku merubah
pola pikirku yang tadinya golput. Aku pun rajin mencoblos ketika pemilu datang,
sebab hanya langkah ini yang bisa ku ambil untuk merubah nasib negara ini.
---
oOo ---
Lumayan, dengan cerpen politik tentang kehidupan manusia di atas maka kumpulan cerpen menarik yang sudah ada di situs ini menjadi lebih
banyak. Kalau banyak cerpen maka akan semakin mudah bagi pembaca untuk memilih
cerpen-cerpen yang ingin dibaca.
Ingat, membaca itu tidaklah buruk loh, bahkan baik untuk pengetahuan, meski itu membaca cerpen. Dari cerpen juga bisa dapat banyak pelajaran berharga, nasehat, peringatan dan inspirasi hidup yang lebih baik.
Jadi tak salah juga jika anda mencatat alamat situs ini untuk rujukan mendapatkan kisah-kisah menarik yang bermanfaat. Itu saja kali ini, mudah-mudahan cerpen tersebut berkenan di hati anda semua, salam.
Ingat, membaca itu tidaklah buruk loh, bahkan baik untuk pengetahuan, meski itu membaca cerpen. Dari cerpen juga bisa dapat banyak pelajaran berharga, nasehat, peringatan dan inspirasi hidup yang lebih baik.
Jadi tak salah juga jika anda mencatat alamat situs ini untuk rujukan mendapatkan kisah-kisah menarik yang bermanfaat. Itu saja kali ini, mudah-mudahan cerpen tersebut berkenan di hati anda semua, salam.